Senin, 15 Juni 2015

Bioteknologi



1.   SEJARAH  PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI



1.        Pendahuluan
Bioteknologi merupakan salah satu bentuk perkembangan ilmu biologi yang bekerja dalam cakupan dan kajian pemanfaatan oganisme terkait dengan pendayagunaan teknik-teknik tertentu guna menghasilkan suatu produk. Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup maupun produk dari makhluk hidup (enzim, dan alkohol) dalam suatu proses yang memproduksi barang dan jasa. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut.
Perkembangan bioteknologi bergerak seiring  dengan meningkatnya kesadaran manusia atas pentingnya pemanfaatan prinsip-prinsip teknologi terintegrasi dengan pemanfaatan mikroorganisme dalam menghasilkan suatu produk. Penerapan teknologi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang sangat pesat dan terdesak terutama yang terkait dengan produk-produk primer yaitu dalam bidang budidaya, kesehatan maupun bidang pangan dan bidang-bidang lainnya.
Sejak ditemukannya teknik-teknik pemanfaatan mikroorganisme dan derivatnya, manusia dalam perkembangan sejarah dan budayanya telah mulai melakukan intervensi perlakuan yang sangat pesat dalam bidang kajian bioteknologi, yang berkembang seiring dengan tingkat pemahaman dan penguasaan ilmu rekayasa yang semakin canggih. Hal ini terbukti dari perkembangan teknik-teknik yang menghasilkan produk yang dihasilkan dari pemanfaatan mikroorganisme tersebut mulai dari bentuk yang paling sederhana sejak ribuan tahun silam hingga perkembangannya yang semakin sempurna dalam perekayasaaan sel dan gen saat ini.
Manusia yang hidup pada zaman modern sekarang ini telah banyak menikmati dan merasakan manfaat yang sangat besar dari produk-produk bioteknologi yang dihasilkan. Mulai dari peningkatan produksi pangan, peningkatan produk obat-obatan seperti insulin dan antibiotika, hingga pada upaya menghasilkan bahan bakar alternatif yang sedang dikembangkan dalam bentuk biofuel dan bioetanol. Seiring dengan bergeraknya waktu, para ahli telah banyak melakukan penelitian dan terobosan yang menyebabkan bioteknologi tersebut telah banyak mengalami perkembangan. Perkembangan bioteknologi telah melalui beberapa tahapan mulai dari bioteknologi konvensional sampai dengan bioteknologi  modern.

2.        Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi berasal dari bahasa latin yaitu ‘bio’ yang berarti makhluk hidup, ‘teknos’ berarti penerapan dan ‘logos’ artinya ilmu.  Berdasarkan padanan kata tersebut bioteknologi dapat diartikan sebagai cabang biologi yang mempelajari penggunaan organisme dengan bantuan teknologi untuk memproduksi/menyediakan barang atau jasa bagi kepentingan manusia. The European Federation of Biotechnology (1989) mendefinisikan bioteknologi sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang bertujuan meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel bagian dari organisme hidup, dan atau analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa.
Bioteknologi adalah suatu teknik modern untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi produk yang berguna. Supriatna (1992) memberi batasan tentang arti bioteknologi secara lebih lengkap, yakni pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah dan perekayasaan terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan hidup manusia.
Bioteknologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mengggabungkan beberapa cabang ilmu pengetahuan lainnya seperti mikrobiologi, biokimia, genetika, ilmu fisika, dll, yang digunakan dengan menerapkan teknik-teknik tertentu melalui penggunaan mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) atau sel-sel jaringan yang dibiakkan maupun produk dari makhluk hidup itu (hormon dan enzim) untuk menghasilkan produk yang bermanfaat atau menaikkan nilai tambah suatu produk. Pada hakekatnya bioteknologi memanfaatkan organisme hidup dan komponennya dalam kepentingan berbagai bidang di antaranya pertanian, pangan, kesehatan, proses industri, dll.

3.        Sejarah Perkembangan Bioteknologi
Sejarah perkembangan bioteknologi dapat diuraikan dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1.1. Perkembangan bioteknologi dari tahun ke tahun.
Aktivitas Terkait Bioteknologi
Tahun
Pengumpulan benih untuk ditanam kembali. Bukti bahwa bangsa Babilon, Mesir dan Romawi melakukan praktek pengembangbiakan selektif (seleksi artifisial) untuk meningkatkan kualitas ternak.

8000 sm
Pembuatan bir, fermentasi anggur, membuat roti dengan bantuan ragi.

6000 sm
Bangsa Tionghoa membuat yoghurt dan keju dengan bakteri asam laktat

4000 sm
Pengumpulan tumbuhan di seluruh dunia

1500
Penemuan sel oleh Robert Hooke (Inggris) atas bantuan mikroskop

1665
Nikolai I. Vavilov melakukan penelitian secara komprehensif tentang  pengembangbiakan hewan

1800
Penemuan mikroorganisme

1880
Gregor Mendel mengawali genetika tumbuhan rekombinan

1856
Gregor Mendel menemukan hukum-hukum dalam penyampaian sifat induk keturunannya.

1865
Karl Ereky (Insinyur Hongaria) orang pertama menggunakan istilah bioteknologi

1919
Peneliti AS berhasil menemukan enzim restriksi yang digunakan untuk pemotongan gen

1970
Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh Kohler dan Milstein.

1975
Para peneliti AS berhasil membuat insulin dengan menggunakan bakteri yang terdapat pada usus besar.

1978
FDA menyetujui makanan GM pertama dari Calgene tomat “flavor saver”.

1992
Perampungan Human Genome Project

2000
Bioteknologi sederhana sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah diterapkan sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang kedokteran, penerapan bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Pada masa ini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara-negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi seperti rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakkan sel induk, kloning, dll. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang selama ini belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih tinggi, lebih tahan terhadap hama penyakit atau tekanan lingkungan dibandingkan tanaman biasa.
Penerapan bioteknologi di masa sekarang juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dan polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dapat dilakukan oleh bakteri. Kemajuan di bidang teknologi tidak terlepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari bermacam-macam golongan.

4.        Perkembangan Bioteknologi
Perkembangan bioteknologi dapat dibagi dalam beberapa era yang meliputi:
a.             Era bioteknologi generasi pertama/bioteknologi sederhana.
Penggunaan mikroba masih secara tradisional dalam produksi makanan dan tanaman serta pengawetan makanan. Contoh pembuatan tempe, tape, cuka, dll.
b.      Era bioteknologi generasi ke dua. Proses berlangsung dalam keadaan tidak steril. Contoh produksi bahan kimia (aseton, asam sitrat), pengolahan air limbah dan pembuatan kompos.
c.      Era bioteknologi generasi ke tiga. Proses dalam kondisi steril. Contoh produksi antibiotik dan hormon.
d.            Era bioteknologi generasi baru. Contoh produksi insulin, interferon, antibodi monoklonal.

Dalam perkembangannya, bioteknologi dapat dibagi atas:
a.            Bioteknologi Konvensional
Bioteknologi konvensional adalah bioteknologi yang mengandalkan jasa mikroba untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan manusia melalui proses fermentasi (proses peragian). Di dalam pemanfaatan mikroba ini, manusia tidak melakukan manipulasi atau proses rekayasa. Manusia hanya menciptakan kondisi dan bahan makanan yang cocok bagi mikroba untuk berkembang secara optimal. Proses yang dibantu mikroorganisme misalnya fermentasi yang hasilnya antara lain tempe, tape, kecap, dll. Belum dikenal adanya pemanfaatan enzim yang merupakan salah satu ciri khas yang membedakan bioteknologi konvensional dari bioteknologi modern.
Aplikasi bioteknologi konvensional meliputi beberapa aspek, di antaranya:
1.            Pangan  
Beberapa contoh bioteknologi tradisional di bidang pangan misalnya tempe dibuat dari kedelai menggunakan jamur Rhizopus, tape dibuat dari ketela pohon atau pisang dengan menggunakan khamir Saccharomyces cereviceae, keju dan yoghurt dibuat dari susu sapi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus.
2.            Pertanian
Beberapa contoh bioteknologi tradisional dalam bidang pertanian, adalah:
1).  Hidroponik, merupakan cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman.
2).  Penyeleksian tanaman jenis mustard alami oleh manusia, menghasilkan tanaman, kolabri, brokoli, kubis dan kembang kol.
3.            Peternakan
Bioteknologi di bidang peternakan misalnya pada domba ankon yang merupakan domba berkaki pendek dan bangkok, sebagai hasil mutasi alami dari sapi Jersey yang diseleksi oleh manusia agar menghasilkan susu dengan kandungan krim lebih banyak.
4.            Kesehatan dan pengobatan
Beberapa contoh bioteknologi di bidang pengobatan misalnya antibiotik penisilin yang digunakan untuk pengobatan, diisolasi dari bakteri dan jamur. Vaksin merupakan mikroorganisme yang toksinnya telah dimatikan dan bermanfaat untuk meningkatkan imunitas.

b.            Bioteknologi Modern
Bioteknologi modern diawali sejak Stanley dari Stanford University dan Herbert dari University of California pada tahun 1973 dapat menggabungkan gen katak ke genom bakteri (rekombinan DNA atau rekayasa genetika). Pada era ini juga terdapat penemuan enzim endonuklease restriksi oleh Dussix dan Boyer. Dengan adanya enzim tersebut memungkinkan para ahli dapat memotong ADN pada posisi tertentu, mengisolasi gen dari kromosom suatu organisme, dan menyisipkan potongan ADN lain (dikenal dengan teknik ADN rekombinan).
Setelah penemuan enzim endonuklease restriksi, penemuan selanjutnya adalah adanya program bahan bakar alkohol dari Brazil, dan teknologi hibridoma yang menghasilkan antibodi monoklonal (1976), serta diberikan izin untuk memasarkan produk jamur yang dapat dikonsumsi manusia kepada Rank Hovis Mc. Dougall (1980). Peran teknologi rekayasa genetika pada era ini semakin terasa dengan diizinkannya penggunaan insulin hasil percobaan rekayasa genetik untuk pengobatan penyakit diabetes di Amerika Serikat pada tahun 1982. Insulin buatan tersebut diproduksi oleh perusahaan Eli Lily dan Company. Hingga saat ini, penelitian dan penemuan yang berhubungan dengan rekayasa genetik terus dilakukan. Misalnya dihasilkannya organisme transgenik melalui hasil penelitian genom makhluk hidup.
Pada era bioteknologi modern, terbuka kesempatan untuk menghasilkan varietas baru tanaman dan hewan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan metode pemuliaan konvensional. Bioteknologi modern tidak terlepas dengan aplikasi metode-metode mutakhir bioteknologi (current methods of biotechnology) seperti rekayasa genetika dan kultur jaringan.
a)            Rekayasa genetika
Rekayasa genetika disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA yang  merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Dalam rekayasa genetika, digunakan DNA untuk menggabungkan sifat-sifat makhluk hidup. Prinsip dasar kerja tersebut adalah karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai struktur yang sama, sehingga dapat direkombinasikan. Selanjutnya DNA tersebut akan mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara turun temurun. Pengubahan DNA sel dapat dilakukan melalui banyak cara, misalnya melalui transplantasi inti, fusi sel, teknologi plasmid dan rekombinasi DNA.
1)            Transplantasi inti
Transplantasi inti adalah pemindahan inti dari suatu sel kepada sel lain agar diperoleh individu baru dengan sifat yang sesuai dengan inti yang diterimanya. Transplantasi inti pernah dilakukan terhadap sel katak. Inti sel yang dipindahkan adalah inti dari sel-sel usus katak yang bersifat diploid. Inti sel tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti, sehingga terbentuk ovum dengan inti diploid. Setelah diberi inti baru, ovum membelah secara mitosis berkali-kali sehingga terbentuklah morula yang berkembang menjadi blastula. Blastula tersebut selanjutnya dipotong-potong menjadi banyak sel dan diambil intinya. Kemudian inti-inti tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti yang lain. Pada akhirnya terbentuk ovum berinti diploid dalam jumlah banyak. Masing-masing ovum akan berkembang menjadi individu baru dengan sifat dan jenis kelamin sama.

2)            Fusi sel
Fusi sel adalah peleburan dua sel baik dari species yang sama maupun berbeda supaya terbentuk sel bastar atau hibridoma. Fusi sel diawali oleh peleburan membran dua sel serta diikuti oleh peleburan sitoplasma (plasmagoni) dan peleburan inti sel (kariogani). Manfaat fusi sel, antara lain untuk pemetaan kromosom, membuat antibodi monoklonal, dan membentuk species baru. Di dalam fusi sel diperlukan adanya:
a.       Sel sumber gen (sumber sifat ideal),
b.      Sel wadah (sel yang mampu membelah cepat),
c.       Fusi gen (zat-zat yang mempercepat fusi sel).

3)            Teknologi plasmid
Plasmid adalah molekul DNA berbentuk sirkular yang terdapat di dalam sel bakteri. Plasmid merupakan DNA nonkromosom. Jadi selain kromosom, di dalam sel terdapat pula plasmid. Sifat-sifat yang dimiliki plasmid adalah:
a)            merupakan molekul DNA yang mengandung gen tertentu,
b)            dapat memperbanyak diri melalui proses replikasi,
c)            dapat berpindah ke sel bakteri lain,
d)           sifat plasmid pada keturunan bakteri sama dengan plasmid induk.
Berdasarkan sifat-sifat tersebut di atas, plasmid digunakan sebagai vektor atau perintah gen ke dalam sel target.

4)            Rekombinasi DNA
Suatu metode yang digunakan untuk merekayasa genetik dengan cara menyisipkan (insert) gen yang dikehendaki ke dalam suatu organisme. Rekombinasi DNA dapat dilakukan karena alasan-alasan berikut:
a)            Struktur DNA setiap species makhluk hidup sama, dan
b)            DNA dapat disambungkan.

5)            Polymerase Chain Reaction (PCR) atau Reverse Transciption PCR (rT-PCR)
Merupakan metode yang sangat efektif digunakan untuk mendeteksi dan menganalisis sekuen asam nukleat. rT-PCR untuk memperbanyak (amplifikasi) rantai RNA menjadi DNA.
Tissue/cells            extracted               RNA/mRNA              rT-PCR             copy DNA (cDNA)

b)           Kultur jaringan
Kultur jaringan merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperbanyak sel/jaringan yang berasal dari jaringan asli (original) tumbuhan atau hewan setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi) secara mekanis atau kimiawi (enzimatis) dan dilakukan secara in vitro. Metode kultur jaringan merupakan pengembangan dari teori sel yaitu dengan menumbuhkan  sel atau sekumpulan sel (jaringan) pada medium yang mengandung zat hara yang sesuai dengan kebutuhan sel atau jaringan tanaman. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dan dipenuhi adalah kondisi aseptik (sterilisasi tinggi) dan ketersediaan nutrisi cukup dan seimbang untuk memenuhi semua kebutuhan sel tanaman.


5.      Daftar Pustaka:

a.             Thieman., William, J. and Michael, A. P. 2004. Introduction to Biotechnology. New York: Benjamin Cummings.

b.            Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor. M-Brio Press.






2.   BIOTEKNOLOGI  DAN BERBAGAI
PERMASALAHAN MANUSIA



1.            Pendahuluan

Dalam era bioteknologi, pandangan terhadap semua bidang ilmu adalah sederajat, karena sesungguhnya bioteknologi adalah multisiplin ilmu. Tidak akan ada bioteknologi jika hanya bekerja sendiri tanpa berpasangan dengan disiplin ilmu lain. Bioteknologi merupakan kumpulan dari berbagai bidang keahlian yakni biokimia, mikrobiologi, biologi molekular dan seluler, genetika, embriologi, immunologi, biologi reproduksi, ahli komputer, dll. Semua orang yang menguasai bidang-bidang ilmu tersebut harus dapat bekerja dalam satu tim untuk memecahkan masalah-masalah yang berkembang secara bersama. Dengan demikian, aktivitas bioteknologi dapat dilakukan untuk memberi  nilai tambah bagi industri yang telah memanfaatkan bioteknologi. Menghadapi pesatnya kemajuan bioteknologi ini, tindakan apa sebenarnya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkannya. Pengkajian mendalam melalui dasar-dasar pengetahuan, penalaran, logika, moral, agama serta kriteria kebenarannya, tentu akan sangat membantu menuntun kita pada tujuan pengembangan IPTEK yang sebenarnya.
Pada hakekatnya bioteknologi merupakan upaya para ilmuwan untuk menemukan sesuatu baik barang maupun jasa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan manusia melalui pemanfaatan mikroorganisme yang dibantu dengan teknologi-teknologi tertentu. Sebenarnya, istilah bioteknologi tidak harus dikaitkan dengan teknologi mutakhir dengan berbagai mesin canggih tetapi dapat juga dikaitkan dengan teknologi yang telah digunakan masa lalu, seperti halnya pemberian ragi pada kedelai yang sudah direbus sehingga menjadi tempe, atau pembuatan manisan yang berasal dari buah-buahan.
Bioteknologi memiliki karakteristik tertentu dalam hal kemungkinan transfer ciri-ciri organisme melalui proses rekayasa biologi yang tidak terjadi secara alamiah. Masyarakat akan merasakan manfaat secara maksimal jika bioteknologi dikembangkan dan diterapkan secara bijaksana. Bioteknologi secara strategis berpotensi dan sangat penting untuk berkontribusi dalam berbagai bidang yaitu pertanian, pangan, kesehatan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Selaras dengan kemajuan peradaban, bioteknologi dapat dijadikan tolok ukur perkembangan pemikiran manusia yang luar biasa pesatnya saat ini. Berdasarkan hal tersebut timbullah pertanyaan apakah benar semakin cerdas manusia berpikir maka makin pandai pula manusia menemukan kebenaran dan makin baiklah perbuatannya? Terintegrasi dengan berbagai perkembangan tersebut, maka penguasaan manusia  terhadap teknologi hendaknya menuntun perkembangan moral manusia itu juga. Tanpa landasan moral, manusia yang sudah beranjak menjadi ilmuwan akan mudah sekali tergelincir dalam melakukan prostitusi intelektual.

2.            Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan
Aplikasi bioteknologi kedokteran sudah lama diterapkan oleh manusia, hanya saja masih dalam bentuk konvensional. Sebagai contoh, 100 tahun yang lalu hewan melata sejenis lintah pada umumnya digunakan manusia untuk menyembuhkan penyakit dengan cara membiarkan lintah tersebut menyedot darah pasien. Hal ini dipercaya dapat menghilangkan darah yang sudah terjangkiti penyakit. Pada saat ini, telah ditemukan bahwa lintah memiliki kelenjar saliva yang dapat memproduksi enzim  yang mampu menghancurkan gumpalan darah. Gumpalan darah tersebut jika tidak dihancurkan dapat menyebabkan strok dan serangan jantung.
Penerapan bioteknologi bidang kesehatan dalam kehidupan sehari-hari meliputi diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit. Bioteknologi baik dari segi manipulasi gen ataupun rekayasa, keduanya dapat dimanfaatkan untuk menyempurnakan cara-cara diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit. Penggunaan rekayasa genetika atau teknik memanipulasikan DNA yaitu DNA dari suatu organisme digabungkan kembali dengan DNA dari organisme lain dalam sebuah tabung dan membentuk DNA rekombinan. Dengan jalan ini gen dari satu bakteri dapat ditambahkan kepada bakteri lain untuk menggabungkan sifat-sifat yang berguna dari kedua bakteri itu. Perkembangbiakan bakteri sangat cepat dan waktu pembiakan sangat pendek yaitu kira-kira dua puluh menit. Hal demikian berarti bahwa bakteri dapat dibiakkan dengan mudah dalam laboratorium sehingga memungkinkan untuk memperoleh sejumlah besar gen yang telah dipindahkan kepada bakteri. Cara ini cukup potensial untuk memproduksi vaksin secara besar-besaran.
Teknik memanipulasikan sel mempunyai beberapa aspek yang berbeda ialah merubah isi bagian dalam sel, menanam gen baru ke dalam sel atau menambah protein dan bahan-bahan lain untuk melihat sifat-sifatnya. Jika sebuah sel (untuk membuat suatu produk yang penting) tidak dapat berkembang cepat, kemudian sel itu dilebur dengan sel lain di dalam kondisi laboratorium tertentu, maka suatu bentuk hibrida mungkin diperoleh untuk membuat produk yang diperlukan. Teknik hibrida ini menghasilkan antibodi monoklonal yang sangat berguna untuk mengembangkan produk diagnostik, immuno terapetik dan uji kehamilan.
Pemanfaatan teknologi vaksin, antibiotik, interferon, antibodi monoklonal dan pengobatan melalui terapi gen telah lama diterapkan dalam dunia kedokteran. Penyakit diabetes yang pada mulanya hanya dapat diobati dengan insulin yang berasal dari manusia, saat ini insulin manusia tersebut telah berhasil diproduksi secara massal dengan menggunakan perantara bakteri yang terdapat pada usus besar. Kemampuan bakteri untuk memproduksi insulin manusia ini ditemukan oleh para ahli dengan cara memasukkan dan mengintegrasikan gen yang menyandikan insulin manusia ke dalam genom bakteri. Gambar 1 menampilkan proses produksi insulin manusia melalui serangkaian rekayasa genetika.
Suatu terobosan baru telah dilakukan di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi puterinya Molly yang berusia 6 tahun yang sedang menderita penyakit fanconi anemia. Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil darah, dan jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukimia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencangkokan sumsum tulang dari saudara sekandung tetapi yang menjadi permasalahan bahwa Molly adalah anak semata wayang. Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik “Pra Implantasi Genetik Diagnosis” dapat dideteksi  sebelumnya embrio-embrio yang membawa gen fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000, dan beberapa jam setelah lahir, diambillah sampel darah dari umbilical cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.

Gambar 2.1.  Proses Produksi Insulin Manusia dengan  Rekayasa Genetika


3.            Bioteknologi dalam Bidang Pertanian
Beberapa produk bioteknologi di bidang pertanian misalnya tanaman kedelai tengger dan kedelai hijau cumar yang berumur pendek dengan produktivitas tinggi yang diperoleh dari radiasi seleksi biji-biji kedelai. Bioteknologi yang diterapkan pada bidang pertanian adalah:
1)            Tumbuhan yang mampu mengikat nitrogen
Nirrogen (N2) merupakan unsur essensial dari protein DNA dan RNA. Pada tumbuhan polong-polongan sering ditemukan nodul pada akarnya. Di dalam nodul tersebut terdapat bakteri Rhizobium yang dapat mengikat nitrogen bebas dari udara, sehingga tumbuhan polong-polongan dapat mencukupi kebutuhan nitrogennya sendiri. Dengan bioteknologi, para peneliti mencoba mengembangkan agar bakteri Rhizobium dapat hidup di dalam akar selain tumbuhan polong-polongan. Di samping itu juga, mereka berupaya meningkatkan kemampuan bakteri dalam mengikat nitrogen. Kedua upaya di atas dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan penggunaan pupuk nitrogen an organik yang sekarang ini banyak digunakan di lahan pertanian meskipun dapat menimbulkan efek samping yang merugikan.
2)            Tumbuhan tahan hama
Tumbuhan yang tahan hama dapat dibuat melalui rekayasa genetika dengan rekombinasi gen dan kultur sel. Perakitan tanaman yang resisten terhadap hama tertentu dapat mengurangi secara signifikan penggunaan pestisida dan biaya perawatan. Contoh tanaman transgenik yang resisten terhadap hama adalah jagung Bt dan kapas Bt, yaitu tanaman yang telah memiliki gen Cry IA yang mematikan jenis hama tertentu. Demikian halnya dengan tanaman kentang yang kebal penyakit, diperlukan gen yang menentukan sifat kebal penyakit. Gen tersebut kemudian disisipkan pada sel tanaman kentang. Sel tanaman kentang tersebut kemudian ditumbuhkan menjadi tanaman kentang yang tahan penyakit dan selanjutnya tanaman kentang tersebut dapat diperbanyak dan disebarluaskan.
Tanaman produk bioteknologi telah diperdagangkan di berbagai negara. Tanaman hasil rekayasa genetika tersebut menyerupai tanaman asalnya, tetapi memiliki sifat-sifat tertentu yang menyebabkan tanaman tersebut lebih baik. Tanaman tersebut memberikan keuntungan bagi petani dan konsumen. Petani memperoleh hasil yang lebih tinggi dan peningkatan keleluasaan dalam pengelolaan tanaman, sedangkan konsumen memperoleh hasil yang lebih menyehatkan antara lain penggunaan pestisida yang lebih sedikit dan kandungan nutrisi tanaman yang lebih menyehatkan. Pertanian organik merupakan salah satu sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Salah satu produk pertanian organik Indonesia yang telah diakui dan memiliki pasar international adalah kopi dan teh. Gayo Mountain Coffee yang diproduksi oleh petani kopi di Aceh telah mendapatkan sertifikasi dari Skal International dan telah diekspor ke negara Eropa, Amerika, dan Jepang. Pada saat ini PT Astra Agro Lestari sedang menyiapkan sistem pengelolaan kebun kelapa sawit secara organik.
Tanaman produk bioteknologi yang telah disetujui untuk pangan merupakan tanaman yang dimodifikasi untuk memiliki sifat-sifat seperti ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap herbisida, perubahan kandungan nutrisi dan peningkatan daya simpan. Beberapa contoh tanaman produk bioteknologi adalah:

a.            Golden Rice
Golden rice dikenal pada tahun 2001 yang diharapkan dapat membantu penyakit kebutaan dan kematian akibat kekurangan vitamin A dan zat besi. Vitamin A sangat penting untuk penglihatan, respon kekebalan, perbaikan sel, pertumbuhan tulang, reproduksi, penting untuk pertumbuhan embrionik dan regulasi pendewasaan gen.
Nama Golden rice diberikan karena butiran beras yang dihasilkan berwarna kuning menyerupai emas. Rekayasa genetika merupakan metode yang digunakan untuk memproduksi Golden rice karena tidak ada plasma nutfah padi yang mampu mensintesis karotenoid. Berdasarkan pendekatan transgenik, maka teknologi transformasi agrobacterium dapat dilakukan dan informasi molekuler mengenai biosintesis karotenoid yang lengkap pada bakteri dan tanaman menjadi tersedia. Para ahli telah berhasil memasukkan dan mengekspresikan dua gen penting dalam pembentukan provitamin A di dalam endosperma padi sehingga dihasilkan padi berwarna kuning karena mengandung ß-Karoten dan dikenal dengan ” Golden Rice ”.

b.            Kedelai Biotek
Kedelai merupakan tanaman penghasil minyak yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bijinya mengandung asam amino esensial lebih tinggi dibanding dengan daging, sehingga merupakan tanaman pangan yang sangat penting saat ini. Varietas kedelai toleran herbisida mengandung gen yang memberikan ketahanan terhadap satu atau dua herbisida berspektrum luas yang ramah lingkungan. Tanaman kedelai hasil modifikasi genetika ini memberikan pengendalian gulma lebih baik dan mengurangi kerusakan tanaman, serta meningkatkan efisiensi budi daya dengan optimalisasi hasil melalui pemanfaatan lahan yang efisien, menghemat waktu tanam dan peningkatan keleluasaan pergiliran tanaman. Penggunaan tanaman kedelai ini juga mendorong adopsi sistem tanam tanpa olah tanah (TOT), yang merupakan bagian penting dari konservasi lahan.
Tanaman hasil modifikasi genetika mengandung asam oleat yang tinggi, yang merupakan asam lemak tak jenuh tunggal. Menurut ahli gizi, lemak tak jenuh tunggal merupakan lemak yang lebih baik dibanding lemak jenuh yang terdapat pada sapi, babi, keju dan produk ternak lainnya. Minyak yang diproses dari tanaman kedelai ini sama seperti minyak kacang tanah dan minyak zaitun. Kandungan asam oleat pada kedelai umumnya 24%, namun kandungan asam oleat pada kedelai hasil modifikasi genetika melebihi 80%.

c.             Jagung Biotek
Jagung merupakan salah satu dari tiga tanaman pangan utama. Jagung toleran herbisida menguntungkan petani karena  petani mendapat keleluasaan dalam menggunakan herbisida tertentu untuk mengendalikan gulma yang merusak tanaman. Jagung tahan hama ini dimodifikasi untuk mampu menghasilkan protein insektisida yang biasa dihasilkan oleh mikroba tanah yang terdapat di alam (Bt), yang memberikan perlindungan tanaman jagung sepanjang musim dari hama penggerek jagung. Jagung Bt juga mengurangi kontaminasi toksin yang dihasilkan oleh serangan jamur pada biji yang rusak.

d.            Kanola Biotek
Kanola merupakan variasi genetik dari represeed yang dimodifikasi untuk toleran terhadap herbisida. Kanola memiliki kadar laurat tinggi, dan minyak yang diproses dari tanaman ini sama dengan minyak kelapa dan kelapa sawit. Minyak kanola ini baru saja dijual pada industri pangan untuk digunakan sebagai pelapis kembang gula coklat, pemutih kopi, campuran pelapis kue, campuran penutup atas. Bahan ini juga digunakan dalam industri kosmetik. Kanola asam oleat, mengandung asam oleat tinggi.

e.             Kapas Biotek
Kapas tahan hama menghasilkan suatu protein yang memberikan perlindungan sepanjang musim tanam terhadap ulat penggerek buah kapas. Kebutuhan pemberian insektisida tambahan untuk pemberantasan hama dikurangi bahkan ditiadakan. Demikian halnya dengan kapas toleran herbisida.

f.              Kentang Biotek
Tanaman pangan yang tidak kalah pentingnya adalah kentang. Teknik bioteknologi yang telah banyak digunakan dalam produksi kentang seperti teknik penyediaan bibit dan pemuliaan kentang yang merupakan teknik rekayasa genetika untuk meningkatkan sifat-sifat unggul kentang.
Teknik kultur jaringan digunakan untuk menyediakan bibit dalam jumlah besar yang identik dengan induknya dan untuk menghasilkan umbi mikro (mikrotuber). Selain itu juga, kultur jaringan bermanfaat untuk preservasi in vitro, fusi protoplas dan membantu dalam seleksi pada pemuliaan tanaman. Untuk mengatasi kendala utama produksi kentang dari serangan penyakit yang tinggi adalah pemuliaan yang diarahkan pada peningkatan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui teknik seleksi awal dengan teknik in vitro atau melalui marker assisted breeding (MAS) atau melalui pendekatan rekayasa genetika yaitu melalui fusi protoplas dan transformasi genetik.
Contoh pemanfaatan teknik transformasi agrobacterium pada tanaman kentang adalah dengan menyisipkan gen dari spesies liar yaitu Rpi-blb, Rpi-blb2 yang dapat meningkatkan ketahanan terhadap Phytopthora infestans. Kentang tersebut diberi nama kultivar Kathadin. Contoh lain adalah kentang dengan kandungan pati yang tinggi yang dapat menghasilkan kentang goreng dan kripik kentang dengan kualitas lebih baik karena mengurangi serapan minyak goreng. Kentang ini dirakit dengan rekayasa genetika dengan menginsert gen dari bakteri ke kentang Russet Burbank. Gen tersebut dapat meningkatkan kandungan pati umbi. Kentang tahan hama memberikan perlindungan tanaman terhadap kumbang kembang Colorado. Beberapa varietas kentang juga telah dimodifikasi untuk ketahanan terhadap virus daun menggulung dan virus Y kentang yaitu melalui inokulasi vaksin pencegah virus tersebut.

g.            Squahs Biotek
Squash tahan virus, squash kuning berleher panjang hasil modifikasi genetika memiliki ketahanan terhadap virus mosaik semangka dan virus mosaik kuning zucchini. Varietas baru ini memiliki protein selubung dari kedua virus tersebut.

h.            Pepaya Biotek
Pepaya tahan virus dikembangkan di Hawaii, memiliki gen virus yang mengkode protein selubung dari virus bercak cincin pepaya. Protein tersebut memberikan perlindungan tanaman pepaya terhadap virus .

4.      Bioteknologi dalam Bidang Industri
Bioteknologi industri adalah aplikasi metode dan produk bioteknologi dalam skala luas (industri) yang di antaranya dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati tanaman dan hewan. Beberapa alasan mendasar pemanfaatan mikroorganisme pada kepentingan industri adalah: (1) cepat berkembang biak, (2) memerlukan media pertumbuhan yang relatif murah, dan (3) tidak memerlukan area/tempat produksi yang luas.
Terdapat mikroorganisme yang memiliki sifat-sifat yang tidak normal misalnya tahan hidup dalam lingkungan alam yang sangat ekstrim namun sangat berharga bagi suatu industri bioteknologi. Contohnya Bacillus yang diambil dari danau yang memiliki sifat air alkali (pH basa) dan rasanya pahit, telah dimodifikasi untuk menciptakan suatu produk penghilang noda pada cucian laundry yang dikenal sebagai Puradax. Industri besar lainnya seperti industri petroleum BP yang melibatkan produksi bakteri exotic yang mampu menjernihkan lubang-lubang sumur minyak dari pengeboran minyak.

Tabel 2.1.  Senyawa yang Diproduksi oleh Mikroba yang Direkayasa
No
Nama Senyawa
F  u  n  g  s  i
1
 
 


2
 
 

3

4
 


5
 

6

7


8


9
 


10
 
Interferon
 
 


Interleukin 2 (dulu di kenal sebagai faktor pertumbuhan T-sel).

Insulin

Hormon pertumbuhan
 


Aktivator plasminogen
 

Faktor nekrosis tumor

Eritropoietik
 

Beta endorfins


Enzim
 


Vaksin protein
Melawan infeksi yang disebabkan oleh virus, meningkatkan sistem kekebalan; mungkin efektif untuk melawan melanoma (kanker kulit) dan beberapa bentuk leukimia; dapat membantu menyembuhkan reumatik tulang.

Mengaktifkan sistem kekebalan dan karena itu dapat membantu mengobati kanker dan kerusakan atau gangguan sistem kekebalan.

Mengontrol gejala-gejala sakit gula atau diabetes melitus.

Melawan kekerdilan akibat ketidaknormalan kelenjar putiari (kelenjar endokrin di bawah otak); juga meningkatkan penyembuhan.

Melarutkan pembekuan darah, mengurangi kemungkinan “stroke” dan serangan jantung.

Menyerang dan membunuh tumor (penyembuhan kanker).

Memacu produksi sel darah merah dan dengan demikian dapat digunakan untuk melawan anemia.

Mengurangi rasa sakit (nyeri). Merupakan morfin alami dalam  tubuh.

Melakukan berbagai macam pelayanan, dari menggerakan atau memacu reaksi-reaksi kimia untuk industri sampai kepada penambahan enzim-enzim makanan  (diet) manusia.

Memacu kekebalan tubuh terhadap satu atau dua antigen patogen tanpa resiko yang berkaitan dengan vaksin konvensional.

Industri Cargill Dow (AS) adalah industri besar yang melibatkan khamir (yeast) dan memodifikasinya untuk merubah gula jagung menjadi asam laktat. Proses ini merupakan tahapan reaksi kimia kunci dalam pembuatan Nature Works PLA yaitu suatu bahan polimer yang dapat digunakan untuk pembuatan segala jenis dan berbagai bentuk produk baru seperti kantung pembungkus plastik ataupun fleece jacket. Nature work adalah suatu produk plastik yang lebih mudah dan cepat terdegradasi secara biologis dibandingkan plastik pada umumnya yang dikenal sebagai bahan yang sulit terdegradasi.
Lahirnya Cargill-Dow ditujukan untuk menggunakan bakteri GMO yang dapat merubah gula tanaman secara langsung menjadi polyhydroksil alkanoats (PHAs), suatu gugus dari ecopolymerase yang ramah lingkungan misalnya untuk mentransfer atau merubah jagung langsung menjadi plastik yang ramah lingkungan. Nature Work Pellet telah disuplai ke industri Autobar yang memproduksi berbagai peralatan makan, gelas, piring, sendok yang sekali pakai langsung dibuang (disposable) yang ramah lingkungan.
Pemanfaatan mikroorganisme berskala industri juga telah beroperasi untuk memproduksi senyawa yang beraroma (bau harum) dan penyedap rasa. Contohnya senyawa benzil alkohol diproduksi oleh Phellinus tremulus menimbulkan rasa buah, senyawa sironelol oleh Tremetes odorata penghasil bau mawar, senyawa geranial oleh Ceratocystis variospora penghasil bau mawar, senyawa 6-pentil-alphapiron oleh Trichoderma viridae penghasil rasa kelapa, senyawa tetrametilpirazin oleh Corybacterium glutamicum penghasil rasa kemiri, senyawa metifenilasetat oleh Tramates odorata penghasil rasa madu, dll. Selain itu terdapat beberapa senyawa penting untuk bidang kesehatan yang diproduksi oleh mikroba sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.1 di atas.
Selain beberapa produksi dengan bahan baku mikroorganisme di atas, produksi lain yang tidak kalah pentingnya adalah:
a)   Protein   sel  tunggal   yaitu  sel mikroba kering seperti daging,   bakteri,   ragi, kapang, dan jamur tinggi yang ditumbuhkan dalam kultur skala besar. Protein ini dikonsumsi manusia  atau  hewan, karena berisi bahan nutrisi seperti karbohidrat, lemak,   vitamin dan mineral. Produksi   protein  sel  tunggal  dapat melalui   proses  fotosintesis (untuk mikroorganisme yang berklorofil),   dapat pula melalui  fermentasi (mikroorganisme yang tidak berklorofil).
b)   Produksi Protein Asing yang    diekstrak   dari   sel-sel   tubuh manusia   dapat digunakan sebagai   antikanker   dan   antivirus,   salah   satu diantaranya adalah interferon.   Contoh    protein    lain    adalah    hormone pertumbuhan manusia.
c)   Jasad renik  juga mampu memproduksi   bahan   kimia lainnya seperti asam amino,    protein   enzim,    vitamin,   asam   lemak,   pigmen atau polisakarida.
d)   Produksi surfaktan adalah suatu bahan yang bekerja mengemulsikan makanan atau bahan lain yang tidak larut dalam air.

5.      Bioteknologi dalam Bidang Lingkungan
Sejalan dengan perkembangan bioteknologi, manusia mulai mengembangkan penggunaan mikroorganisme untuk membantu melindungi lingkungan dari kerusakan atau gangguan lingkungan yang serius, seperti kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari penyemprotan areal pertanian dengan menggunakan  pestisida. Rekayasa genetika diharapkan dapat menghasilkan mikroba yang mampu membersihkan lingkungan yang tercemar oleh limbah beracun. Banyak polutan beracun seperti senyawa-senyawa sintesis yang baru, dimana mikroorganisme tidak mampu menghancurkan bahan-bahan kimia ini. Akibatnya senyawa-senyawa tersebut terakumulasi atau mengumpul sampai ke tingkat yang membahayakan lingkungan. Perekayasa genetika berusaha mempercepat evolusi di laboratotium untuk mengembangkan bakteri yang dengan cepat dapat menurunkan beberapa bentuk senyawa beracun. Mikroba-mikroba yang memiliki potensi untuk kepentingan ini misalnya Methanobacterium, Methanobacillus, Methanosarcina, dan Methanococcus.
Aktivitas mikroba juga dapat mengubah keasaman dan kandungan oksigen tanah dan air, merubah sifat kimia logam dan menyediakan bahan nutrisi bagi tumbuhan. Karena produktivitas suatu ekosistem tergantung pada penghancuran bahan  organik dan pendauran bahan nutrisi oleh mikroba, maka setiap gangguan terhadap komunitas mikroba akibat pemasukan mikroba baru, dapat merubah keseluruhan ekosistem di tempat itu. Mikroba baru atau eksogenus dapat mempengaruhi lingkungan secara langsung atau tak langsung.
Beberapa masalah pencemaran lingkungan yang dapat diselesaikan dengan teknik bioteknologi adalah:
a.             Pencemaran oleh minyak
Masalah pencemaran dapat diatasi dengan bakteri Pseudomonas. Strain-stain Pseudomonas dapat mengkonsumsi hidrokarbon karena terbentuknya bakteri super yang mengandung empat jenis plasmid pembawa gen untuk konsumsi hidrokarbon.
Keturunan bakteri lain dapat menyerang minyak tanah (suatu tumpahan minyak dapat menjadi makanan besar bagi bakteri ini). Sebagai biofilter, beberapa mikroorganisme mampu mengikat partikel atau zat tertentu yang menyebabkan pencemaran. Bahan-bahan yang diserap ini kemudian akan diuraikan oleh mikroorganisme tersebut menjadi bahan-bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Jadi dalam penanganan limbah dengan menggunakan mikroorganisme biofilter, limbah tersebut akan disaring oleh mikroorganisme jenis ini dengan cara mengikat zat atau partikel limbah, kemudian diuraikan. Contoh mikroorganisme ini adalah Spirulina maxima yang mampu mengikat karbondioksida dari perairan, dan Candida lypitica yang mampu menguraikan limbah minyak bumi.
b.            Limbah organik dapat diuraikan oleh bakteri aerob atau anaerob
Ketika sampah yang menumpuk semakin menjadi masalah, bioteknologi dapat memberikan solusi terhadap masalah tersebut. Proses pengolahan limbah dapat dilakukan secara aerob maupun anaerob. Bakteri yang dimasukkan ke dalam bak penampungan sampah akan mendegradasi sampah yang ada. Sampah yang sudah terdegradasi dapat dibuang ke lingkungan ketika air sudah dipisahkan dengan endapan limbah yang sudah tidak berbahaya lagi.

6.      Bioteknologi dalam Bidang Pangan
Mikroorganisme   dapat menjadi bahan pangan ataupun mengubah bahan pangan menjadi bentuk   lain.   Oleh karena itu mengenal sifat dan cara hidup mikroorganisme juga akan sangat bermanfaat dalam perbaikan teknologi pembuatan makanan.
Diketahui bahwa tempat-tempat hidup mikroorganisme adalah di air, tanah, udara, tubuh hewan, tubuh manusia, tubuh tumbuhan dan lain-lain, sehingga dikatakan habitatnya kosmopolit. Terkait dengan sifatnya yang kosmopolit tersebut menyebabkan bahan makanan mudah rusak bila bercampur berbagai bakteri karena peranan bahan pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi perkembangan mikroorganisme.
Selain merusak bahan makanan, ada pula jenis mikroorganisme lain yang bersifat menguntungkan, misalnya melalui proses fermentasi. Dalam hal perbaikan mutu gizi, perbaikan daya cerna atau citra rasa bahan pangan, maka pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat menguntungkan pada bahan pangan tersebut sangat diharapkan.
Teknik konvensional dalam hal seleksi tanaman yang dilakukan melalui modifikasi materi genetik dari tanaman pangan yang terjadi secara alamiah telah dikenal sejak zamannya Mendel, dan teknik tersebut sering tidak akurat atau dengan presesi yang relatif, karena mereka harus mencampur atau mencangkok ribuan gene dalam turunannya, agar tanaman yang dihasilkan memiliki sifat-sifat seperti induknya. Kemudian tukang kebun atau petani baru melakukan pemilihan yang ia kehendaki dari keturunan-keturunan yang dihasilkan.
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi khususnya bioteknologi, ternyata suatu gene dapat “digunting” dan kemudian disisipkan ke dalam sel tanaman untuk menghasilkan tanaman baru dengan sifat-sifat baru, dan tidak dengan cara mencampur adukkan seluruh gene dari kedua tanaman yang dikawinkan. Hal demikian terjadi karena gene yang telah disisipkan pada tanaman tersebut mulai aktif seperti halnya seluruh gene lainnya, yaitu menentukan produksi suatu protein spesifik yang membuat tanaman baru tersebut menjadi berbeda dengan tanaman aslinya.
Beberapa sifat yang dimiliki tanaman sebagai aplikasi bioteknologi di bidang pangan melalui pengembangan tanaman transgenik adalah:
a)   Toleransi terhadap zat kimia tertentu (tahan herbisida),
b)   Tahan terhadap hama dan penyakit tertentu,
c)   Mempunyai sifat-sifat khusus (misalnya tomat yang matangnya lama, padi yang memproduksi beta-caroten dan vitamin A, kedelai dengan lemak tak jenuh rendah, strawberry yang rasanya manis, kentang dan pisang yang berkhasiat obat,
d)   Dapat mengambil nitrogen sendiri dari udara (gen dari bakteri pemfiksasi nitrogen disisipkan ke tanaman sehingga tanaman dapat memfiksasi nitrogen udara sendiri),
e)   Dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan buruk (kekeringan, cuaca dingin dan tanah bergaram tinggi).
Permasalahan yang dihadapi manusia  yang diakibatkan oleh hasil rekayasa genetika pada bidang pangan adalah beberapa hal yang memiliki potensi resiko berikut:
a)      Gen sintetik dan produk gen baru yang berevolusi dapat menjadi racun dan atau imunogen untuk manusia dan hewan.
b)      Rekayasa genetika yang tidak terkontrol dan tidak pasti, adanya genom yang bermutasi dan bergabung, dan kelainan bentuk generasi karena adanya racun atau imunogenik yang disebabkan oleh tidak stabilnya DNA rekayasa genetik.
c)      Virus di dalam sekumpulan genom yang menyebabkan penyakit, kemungkinan diaktifkan oleh rekayasa genetik.
d)     Penyebaran gen tahan antibiotik pada patogen oleh transfer gen horizontal, membuat penyakit infeksi yang menimpa manusia tidak mudah dihilangkan.
e)      Meningkatkan transfer gen horizontal dan rekombinan, merupakan jalur utama penyebab penyakit.
f)       DNA rekayasa genetik dibentuk untuk menyerang genom dan kekuatan sebagai promotor sintetik yang dapat mengakibatkan kanker dengan pengaktifan ancogen (materi dasar sel-sel kanker).
g)      Tanaman rekayasa genetik tahan herbisida mengakumulasikan herbisida dan meningkatkan residu herbisida sehingga meracuni manusia dan binatang seperti pada tanaman.

7.      Daftar Pustaka:

a.      Anonim.    2010.   Bertindak Terhadap Rekayasa dan Perubahan Iklim.
         http://www.google.co.id.

b.      Donald, R. P. 2009. Ekspektasi, Realita Dan Kendala Dalam Biotek.  Cermin Dunia Kedokteran.

c.    Erman, A. 2010. Perkembangan Penerapan Bioteknologi dan Rekayasa Genetik dalam Kesehatan. Cermin Dunia Kedokteran No. 381985.

d.      Jean, L. M. 1991. Revolusi Bioteknologi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

e.      Thieman., William. J, and Michael, A. P. 2004. Introduction to Biotechnology. New York: Benjamin Cummings.

f.       Triwibowo, Y. 2006. Bioteknologi Pertanian. Yokyakarta: Gadjah Mada University  Press.

g.      Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor: M-Brio Press.















3. BIOTEKNOLOGI DAN PERKEMBANGANNYA



A.          Bioteknologi Hewan
1.      Pendahuluan
Dalam rangka meneruskan keturunan suatu individu secara alamiah, diperlukan suatu proses perkawinan antara jantan dan betina. Jantan akan menghasilkan sel kelamin jantan (sperma) dan betina akan menghasilkan sel kelamin betina (sel telur). Pada hewan menyusui, proses pembuahan dan perkembangannya selanjutnya terjadi di dalam tubuh induk sampai proses kelahiran.
Program peningkatan produksi dan kualitas   pada hewan ternak (dalam hal ini sapi) berjalan lambat bila proses reproduksi dilakukan secara alamiah. Melalui rekayasa bioteknologi reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan antara lain dengan teknologi inseminasi buatan (IB), transfer embrio (TE), pembekuan embrio dan manipulasi embrio. Tujuan utama dari teknik inseminasi buatan adalah memaksimalkan potensi pejantan berkualitas unggul. Sperma dari suatu pejantan berkualitas unggul digunakan untuk beberapa ratus bahkan ribuan betina, meskipun sperma tersebut dikirim ke suatu tempat yang jauh. Perkembangan selanjutnya adalah teknik transfer embrio di mana bukan hanya potensi dari jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi betina berkualitas unggul juga dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada sapi betina, sejak proses pembuahan sampai dengan kelahiran anak hanya terjadi sekali dalam setahun dan sapi betina hanya mampu melahirkan satu atau dua anak bila terjadi kembar. Tetapi dengan teknik transfer embrio, sapi betina unggul tidak perlu melalui proses pembuahan, mengandung sampai melahirkan anaknya tetapi sapi betina unggul ini dipersiapkan untuk menghasilkan embrio dalam jumlah banyak yang kemudian embrio tersebut ditransfer (dititipkan) pada induk sapi betina lain (resipien) dengan kualitas yang tidak perlu bagus tetapi mempunyai kemampuan untuk mengandung dan melahirkan anak.
Kematian bukan lagi merupakan berakhirnya proses untuk meneruskan keturunan. Dengan teknik bayi tabung (IVF), sel telur yang berada dalam ovarium betina berkualitas unggul dapat diambil sesaat setelah mati dan diproses di luar tubuh sampai tahap embrional. Selanjutnya embrio tersebut ditransfer pada sapi betina resipien sampai dilahirkan. Produksi embrio dalam jumlah banyak (baik dengan teknik transfer embrio maupun bayi tabung) ternyata juga dapat menghasilkan masalah karena keterbatasan resipien yang siap menerima embrio. Untuk mengatasi masalah tersebut dikembangkan metode pembekuan embrio. Selain teknik-teknik tersebut, masih terdapat teknik lain yang dapat dioptimalkan yaitu teknik manipulasi mikro, penentuan jenis kelamin tahap embrional, seksing sperma dan teknik kloning.

2.      Metode dan aplikasi bioteknologi hewan
Metode dan aplikasi bioteknologi hewan dikenal dengan bioteknologi reproduksi hewan. Bioteknologi reproduksi dikembangkan untuk meningkatkan konsistensi dan keamanan produk dari ternak yang berharga secara genetik dan menyelamatkan spesies-spesies langka. Bioteknologi reproduksi juga memudahkan segala kemungkinan yang dapat terjadi pada industrialisasi yang mengarah pada produk dengan sifat-sifat genetik yang bernilai ekonomis seperti pertumbuhan jaringan otot, produk rendah lemak, dan ketahanan terhadap penyakit.

a.            Inseminasi  buatan
Inseminasi buatan adalah peletakan sperma ke folikel ovarium (intrafollicular), uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tuba fallopian (intratubal) betina dengan menggunakan cara buatan atau teknik tertentu untuk memasukkan sel mani (sperma atau semen) yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina. Seluruh proses tersebut dilakukan dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gen’.
Tujuan inseminasi buatan:
a)      Memperbaiki mutu genetika ternak,
b)      Tidak mengharuskan pejantan unggul untuk dibawa ke tempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya,
c)      Mengoptimalkan penggunaan bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama,
d)     Meningkatkan angka kelahiran,
e)      Mencegah penularan/penyebaran penyakit kelamin.

Keuntungan inseminasi buatan:
a)      Menghemat biaya pemeliharaan ternak jantan,
b)      Dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik,
c)      Mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina (inbreeding),
d)     Dengan peralatan dan teknologi yang baik, sperma dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama,
e)      Semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun sumber semen berasal dari pejantan yang telah mati,
f)       Menghindari kecelakaan yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar,
g)      Menghindari ternak dari penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.

b.            Pemisahan jenis kelamin/seksing sperma
Pada dasarnya tujuan awal dari pemisahan spermatozoa manusia adalah untuk mengurangi kejadian gangguan genetik yang terkait dengan jenis kelamin (sex linked genetic disorders) yaitu gangguan resesif terkait sperma X yang cenderung berpengaruh pada keturunan laki-laki. Kemudian usaha pemisahan spermatozoa berkembang pada hewan domestik untuk mendapatkan produksi ternak yang maksimal dari jenis kelamin yang dibutuhkan (Windsor, 1993).
Seksing sperma adalah usaha penentuan jenis kelamin anak pada ternak yang diprogram pada inseminasi buatan melalui teknik seksing sperma X dan Y. Terdapat dua teknik seksing sperma yang biasa digunakan yaitu separasi albumin yang menghasilkan 75 sampai 80% sperma Y dan filtrasi sephadex yang menghasilkan 70-75% sperma X.

Tujuan seksing sperma:
a.       Memproduksi anak betina lebih banyak dari induk superior untuk meningkatkan produksi susu, daging dan kulit,
b.      Menghasilkan lebih banyak anak jantan untuk produksi daging dari betina-betina yang telah diculling,
c.       Mencegah intersex pada kelahiran kembar anak sapi.

Proses pembentukan spermatozoa menghasilkan 2 tipe sel spermatozoa yang berbeda dalam jumlah yang sama banyaknya yaitu 50% spermatozoa X dan 50%  Y (1:1). Kenyataannya bahwa pada mamalia, fertilisasi oleh spermatozoa pembawa kromosom Y menghasilkan keturunan jantan dan pembawa kromosom X  menghasilkan keturunan betina. Hal tersebut menimbulkan berbagai usaha untuk melakukan seleksi jenis kelamin sebelum konsepsi untuk mengubah rasio X : Y dalam populasi spermatozoa.
Menurut Windsor (1993) bahwa keberhasilan pemisahan spermatozoa pembawa kromosom X dan Y tergantung dari adanya beberapa perbedaan dasar antara kedua tipe sel tersebut antara lain perbedaan morfologi nukleus dan kepala, karakter pergerakan/motilitas, dan kandungan DNA. Kromosom sex Y pada sapi mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan dengan kromosom X. Hal ini merupakan petunjuk bahwa spermatozoa pembawa kromosom Y dan pembawa kromosom X dapat dibedakan berdasarkan jumlah kandungan DNA. Spermatozoa pembawa kromosom X mengandung 2.8 - 7.5% lebih banyak DNA daripada pembawa kromosom Y (Gordon, 1997).
Berdasarkan perbedaan tersebut telah dikembangkan teknologi pemisahan protozoa. Pada negara maju, seksing sperma dilakukan melalui cell sorting dengan Flow cytometry, namun harganya relatif mahal, sehingga tidak sesuai dengan kondisi peternak kita. Oleh karena itu kebutuhan prosedur pemisahan yang sederhana, murah, tepat dan cepat sangat diperlukan.
Pemisahan spermatoza dengan metode Sentrifugasi Gradien Densitas Percoll dan metode Swim Up dapat mengatasi kebutuhan tersebut. Percoll merupakan medium yang terdiri dari partikel silika koloida dengan lapisan polyvinyl-pyrrolidone, dapat dijadikan dasar untuk mengisolasi spermatozoa motil, terbebas dari kontaminasi berbagai komponen seminal (Mc Clure, 1989). Penggunaan percoll untuk tujuan pemisahan spermatozoa dinilai memenuhi syarat yang diperlukan.
Swim Up bertujuan untuk menganalisis spermatozoa dengan memisahkan spermatozoa motil dari non-motil, seluler debris dan menyingkirkan komponen seminal plasma yang mempengaruhi kualitas spermatozoa (Mc Clure, 1989). Pengembangan metode Swim Up dengan berbagai modifikasi, berpengaruh terhadap jenis kelamin anak yang dilahirkan (Aitken, 1987). Pemisahan jenis kelamin dengan cara ini, mendasarkan diri pada perbedaan karakter pergerakan spermatozoa. Spermatozoa berkromosom Y bergerak lebih cepat ke permukaan media dibandingkan spermatozoa berkromosom X. Spermatozoa yang berada pada lapisan atas setelah inkubasi mengandung populasi spermatozoa berkromosom Y. Kondisi tersebut ditegaskan pula oleh Schilling dan Thormahlen (1976) bahwa spermatozoa berkromosom Y mempunyai kemampuan bermigrasi lebih cepat dibandingkan spermatozoa berkromosom X, sehingga apabila dilakukan sentrifugasi, maka spermatozoa berkromosom X cenderung lebih cepat membentuk endapan (Mohri, 1987).

c.      Transfer embrio
Transfer embrio (TE) merupakan teknologi yang memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak dalam jumlah banyak tanpa harus mengandung anak dan melahirkannya. Secara alamiah, hewan betina hanya dapat mengandung dan melahirkan sekali dalam setahun dan hanya mampu menghasilkan satu atau dua ekor anak dalam sekali melahirkan. Dengan menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu mengandung tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang selanjutnya dapat ditransfer/dititipkan pada induk lain (resipien) yang memiliki kemampuan untuk mengandung.


d.            Bayi tabung
Secara alamiah sapi betina berkualitas unggul dapat menghasilkan sekitar 7 ekor anak selama hidupnya. Jumlah tersebut dapat berkurang atau menjadi nol apabila ada gangguan fungsi reproduksi atau kematian karena penyakit. Untuk menyelamatkan keturunan dari betina berkualitas unggul tersebut, embrio dapat diproduksi dengan cara aspirasi sel telur selama hewan masih hidup atau sesaat setelah mati. Sel telur hasil aspirasi tersebut selanjutnya dimatangkan secara in vitro, kemudian difertilisasi secara in vitro dengan menginkubasi selama 5 jam pada media semen beku dari pejantan unggul. Sel telur hasil fertilisasi kemudian dikultur kembali untuk perkembangan lebih lanjut hingga diperoleh embrio. Embrio yang diperoleh akan dipanen dan dipindahkan pada rahim induk betina dan dibiarkan tumbuh sampai lahir.
Kriopreservasi embrio merupakan komponen bioteknologi yang memiliki peranan yang sangat besar dan menentukan kemajuan teknologi transfer embrio. Kriopreservasi embrio adalah suatu proses penghentian sementara kegiatan metabolisme sel tanpa mematikan sel di mana proses hidup dapat berlanjut setelah kriopreservasi  dihentikan. Metode kriopreservasi dilakukan dengan dua cara yaitu kriopreservasi bertahap dan kriopreservasi secara cepat (vitrifikasi). Secara umum, mekanisme kriopreservasi adalah perubahan bentuk fisik dari fase cair ke fase beku, dimana dilakukan penurunan temperatur pada tekanan normal disertai dehidrasi sampai tingkatan tertentu dan mencapai temperatur jauh di bawah nol (-1960C). Proses ini harus reversibel. Tujuan kriopreservasi adalah untuk mempertahankan sesempurna mungkin sifat-sifat material biologis terutama viabilitasnya.


e.             Hewan transgenik
Hewan transgenik adalah hewan hasil rekayasa bioteknologi dalam upaya mengatasi kekurangan praktek pembiakan hewan secara klasik yang juga membutuhkan waktu lama untuk memodifikasi genetik. Hewan transgenik dikembangkan untuk menghasilkan hewan yang dapat memberi produk tertentu yang diperlukan oleh manusia dengan metode penyisipan gen pada lokasi yang spesifik dalam genom hewan seperti penyisipan gen milk casein pada sapi untuk meningkatkan produksi protein pada susu formula bayi, penyisipan gen growth/differentition factor 8 untuk efisiensi produk daging pada semua hewan ternak, dan masih banyak contoh lain.

f.             Kloning
Kloning adalah upaya multiplikasi hewan secara aseksual yang menghasilkan keturunan dengan komposisi genetik yang identik. Klon sapi dan kuda dilakukan pada saat pembelahan embrio tahap blastula umur 8 – 10 hari dimana jumlah sel embrio ± 64 sel. Dengan menggunakan teknik bedah mikro maka dapat dihasilkan turunan-turunan yang bergenetik identik. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa setiap sel embrio dapat tumbuh menjadi satu sel embrio utuh dengan jumlah sel ± 128 sel. Hal ini memungkinkan penggunaan inti sel embrio untuk memproduksi lusinan klon sapi dari satu embrio yang tumbuh.
Pengembangan kloning yang sangat menarik adalah pembuatan hewan klon transgenik. Embrio hasil kloning disisipi gen-gen tertentu sehingga ternak kloning yang lahir memiliki sifat genetik baru yang bermanfaat. Hewan kloning transgenik pertama yang dihasilkan adalah moly dan poly yang diproduksi di Roslin Institute, tempat pengklonan domba doly yang fenomenal.

B.           Bioteknologi Tanaman
1.      Pendahuluan
Rekayasa genetik tanaman mulai berkembang pertengahan 1970-an di bawah bayang-bayang kepercayaan bahwa genom (keseluruhan materi genetik species) teratur dan tetap serta merupakan karakteristik organisme sebagai komponen yang lengkap di dalam gennya. Tetapi ilmuwan genetik mendapat temuan mengejutkan, ternyata genetik bersifat dinamis dan berubah-ubah, bahwa ekspresi dan struktur gen berubah terus menerus menurut pengaruh lingkungan.
Prinsip bioteknologi tanaman adalah penggunaan sel atau bagian dari sel atau bagian dari tanaman itu sendiri untuk menghasilkan bibit dengan sifat-sifat yang diinginkan. Dengan kemajuan di bidang fisiologi, tanaman sebagai organisme multiseluler yang kompleks dapat dikembalikan pada tingkat seluler dengan potensi genetik yang sama. Sel-sel yang tidak terorganisir tersebut dapat dimanipulasi, dapat diatur kembali menjadi tanaman yang utuh melalui manipulasi lingkungan tumbuhnya seperti media, suhu, cahaya, zat pengatur tumbuh. Metode pengisolasian bagian-bagian tanaman (akar, tunas, embrio, daun, dan pucuk) atau sel dan bagiannya seperti protoplasma, tepung sari, ovary dan nukleus dilakukan dengan menggunakan metode dan prinsip bioteknologi. Bioteknologi tanaman problemanya lebih kompleks daripada bioteknologi mikroba. Sel-sel yang sudah mengalami perubahan genetik harus dapat diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap agar mempunyai nilai secara agronomi dan industri, kecuali untuk memproduksi metabolit sekunder untuk industri seperti industri parfum dan farmasi dapat dihasilkan pada tingkat sel, sehingga masalah regenerasi untuk menjadi tanaman lengkap tidak menjadi kendala (Nishi, 1974).
Perkembangan bioteknologi tanaman dipicu oleh adanya permasalahan tidak berimbangnya antara laju populasi manusia dengan daya dukung hasil pertanian/ketersediaan pangan. Ketersediaan lahan yang terbatas dan panjangnya waktu yang digunakan untuk menghasilkan perbaikan genetik tanaman komersil melalui pemuliaan konvensional merupakan pendorong utama berkembangnya bioteknologi tanaman. Untuk mendampingi/membantu pemuliaan konvensional yang memerlukan waktu panjang maka usaha pemuliaan in vitro melalui bioteknologi tanaman merupakan metode pilihan dalam memproduksi bibit unggul.

2.      Metode dan aplikasi bioteknologi tanaman
Pada dasarnya pemuliaan tanaman bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul yang baru atau mempertahankan keunggulan suatu varietas yang sudah ada. Metode pemuliaan tanaman berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang dilakukan dengan cara pemilihan dari keragaman populasi baik yang alami, hasil persilangan, penggandaan kromosom dan mutasi, serta yang secara inkonvensional dengan cara rekayasa genetika.
Banyak metode yang dapat dilakukan dalam pemuliaan tanaman. Penerapan atau pemilihan suatu metode pemuliaan untuk suatu komoditas tanaman tertentu memerlukan pengetahuan dasar yang cukup karena banyak faktor atau hal yang perlu diketahui. Misalnya, tersedianya keragaman, cara-cara perkembangbiakan, umur tanaman, tipe penyerbukan, pola pewarisan sifat, dll.

a.            Penyimpanan pollen
Penyimpanan pollen diperlukan jika tanaman yang akan disilangkan memiliki waktu masak yang berbeda, sehingga pollen perlu disimpan dalam jangka waktu tertentu untuk memastikan kesegarannya sebelum digunakan untuk menyerbuki kepala putik. Penyimpanan pollen juga diperlukan jika tanaman yang akan disilangkan memiliki lokasi berjauhan.
Mengoleksi butiran pollen pada kondisi viable merupakan persyaratan utama untuk menjamin kesegaran pollen dalam jangka waktu yang cukup panjang. Pollen yang dikoleksi pada masa awal berbunga, pertengahan masa berbunga dan akhir masa berbunga akan memiliki variasi lamanya pollen dapat disimpan. Pollen yang dikoleksi pada pagi, siang atau sore juga memiliki respon yang berbeda terhadap lama penyimpanan. Umumnya pollen yang diambil segera setelah bunga mekar akan memiliki daya simpan terbaik (Shivanna and Rangaswamy, 1992).
Suhu dan kelembaban memiliki pengaruh terbesar terhadap daya simpan pollen. Secara umum, semakin rendah suhu dan kelembaban akan meningkatkan daya simpan pollen. Penyimpanan pollen dalam jangka waktu pendek memerlukan suhu rendah dan kelembaban yang rendah, sedangkan penyimpanan jangka panjang (beberapa bulan sampai tahun) dapat dicapai dengan penyimpanan pada suhu yang sangat dingin (cryopreservation).
Suhu yang tepat untuk penyimpanan pollen, berbeda antar species tetapi biasanya dibatasi oleh ketersediaan fasilitas seperti kulkas, freezer atau ketersediaan nitrogen cair. Kisaran suhu yang umum digunakan adalah 20-250C (suhu ambient), 5-100C (sejuk), 0 (freezer), -10 - -200C (deep freeze) dan -1960C (cryopreservation dengan menggunakan nitrogen cair).
Pollen viability test. Viabel berarti hidup. Viabilitas pollen merupakan parameter penting dalam pemuliaan tanaman, karena pollen harus hidup dan mampu berkecambah pada saat penyerbukan agar terjadi pembuahan. Daya simpan pollen diuji dengan mengukur viabilitas setelah disimpan pada kondisi tertentu. Banyak test viabilitas pollen yang sudah terstandardisasi, yang paling sering digunakan adalah fluorochromatic reaction (FCR) test. Namun yang lebih mudah dan praktis dilakukan jika tidak memiliki mikroskop fluorescence adalah uji perkecambahan pollen.

b.            Kultur jaringan
Metode mengisolasi bagian-bagian tanaman (akar, tunas, embrio, daun dan pucuk) atau gel dan bagiannya seperti protoplasma, tepung sari, ovary dan nukleus, dan ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri dengan menambahkan zat pengatur tumbuh seperti auksin dan sitokinin selanjutnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan aseptik dan terkendali yang dikenal dengan teknik kultur jaringan (Bajaj, 1994).
Seleksi pada kultur jaringan bertujuan untuk menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder sehingga kemampuannya untuk menghasilkan bahan kimia nabati yang komersil berasal dari sel-sel yang bervariasi. Variasi ini dikenal sebagai variasi somaklonal dan secara genetik variasi ini telah terbukti dapat dimanfaatkan sebagai sumber keragaman dalam ilmu pemuliaan tanaman. Variasi somaklonal dapat diperoleh dari kultur gel yang berasal dari protoplas, kalus atau langsung dari eksplan. Salah satu contoh adalah klon-klon yang berasal dari sel tunggal pada kultur suspensi yang menghasilkan antosianin dari tanaman wortel liar.
Pengklonan kembali klon-klon yang mengakumulasi antosianin dalam jumlah tinggi dan rendah, menunjukkan bahwa setiap sub klon menunjukkan kisaran akumulasi antosianin yang luas.  Pengekstrakan senyawa limonen dan linalool pada gel-gel kultur suspensi jeruk bali, diperoleh hasil yang optimum pada umur 5 hari dan telah diperoleh klon gel yang dapat menghasilkan  19 mg/l limonen yang berguna sebagai bahan nabati untuk industri farmasi  (Jenimar, 1999). Waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat daripada menunggu panen buah di lapangan, karena yang akan diekstrak adalah kulit buahnya. Limonen digunakan pada industri farmasi dan linalool untuk insektisida (Ohta dan Hasegawa, 1995).
Pemuliaan tanaman pada tingkat gel ini selain untuk produksi, dapat juga dilakukan untuk ketahanan terhadap cekaman lingkungan, hama penyakit, salinitas tanah, dsb. Jadi untuk memperoleh klon-klon tersebut, akan dilakukan seleksi untuk dikembangkan dalam jumlah banyak di laboratorium.
Keuntungan seleksi klon antara lain, adalah:
a)      Tidak tergantung pada lingkungan dan hama penyakit,
b)      Produksi dapat diatur sesuai permintaan pasar,
c)      Kualitas dan kuantitas lebih konsisten,
d)     Tidak memerlukan lahan.

c.             Embriogenesis
Untuk mengatasi masalah seleksi bibit unggul pada tanaman yang sukar diperbanyak secara vegetatif (cangkok, stek, okulasi), khususnya dalam masalah kandungan fenolat yang tinggi, tanaman diperbanyak terlebih dahulu melalui teknik embriogenesis sebagai salah satu usaha dalam bioteknologi. Selanjutnya tanaman yang dihasilkan dengan proses ini akan diseleksi di lapangan untuk tujuan pemuliaan. Embriogenesis dimulai dengan pembelahan gel yang tidak seimbang (kalus). Kalus biasanya terbentuk setelah eksplan dikulturkan dalam media yang mengandung auksin. Banyak faktor yang mempengaruhi embriogenesis antara lain auksin eksogen, sumber eksplan, komposisi nitrogen yang ditambahkan dalam media dan karbohidrat (sukrosa) selanjutnya gel membelah terus hingga memasuki tahap globular. Pada saat tersebut sel aktif membelah ke segala arah dan membentuk lapisan terluar yang akan menjadi protoderm (bakal epidermis), kelompok sel yang merupakan prekursor jaringan dasar dan jaringan pembuluh mulai terbentuk. Pembelahan ke segala arah tersebut terhenti ketika pembentukan primordia kotiledon, pada saat embrio matang tumbuhan sudah autotrof. Embrio yang matang akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan yang baru pada kondisi yang cocok. Proses pembentukan dan perkembangan embrio (embriogenesis) yang menentukan pola pertumbuhan yaitu meristem pucuk ke atas, meristem akar ke bawah, dan pola-pola dasar jaringan lainnya yang berkembang pada ‘axis’ pucuk akar ini, namun pada tiap tumbuhan terdapat variasi pada proses embriogenesis. Pada metode kultur jaringan terbukti bahwa gel somatik yang terbentuk dari gel-gel embriogenik dapat juga melakukan proses embriogenesis. Fenomena ini berhasil diamati pada tahun 1950-an pada beberapa tanaman, seperti kedelai, jagung dan terutama pada wortel. Korteks wortel yang ditanam pada media dasar ‘white’, sukrosa dan 2,4-D membentuk massa kalus, yang kemudian dipindahkan ke media tanpa 2,4-D. Ternyata sekumpulan gel membelah teratur dan melalui tahap normal embriogenesis yaitu globular, jantung dan torpedo, kemudian menjadi tanaman baru yang lengkap. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa setiap gel pada tumbuhan masih memiliki kapasitas yang dipunyai oleh zigot dari mana gel tersebut berasal. Jadi hanya dengan memberikan rangsangan berupa lingkungan yang cocok (terutama dari media tempat gel kultur), maka gel tersebut akan mampu mengekspresikan potensi untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Pada penelitian jati (Tectona grandis) menunjukkan bahwa terbentuknya fase-fase globular, jantung dan terpedo terjadi setelah 12 minggu dengan menggunakan MS modifikasi, sedangkan pada jambu bol terbentuk fase-fase seperti di atas setelah 14 minggu. Selanjutnya proses embriogenesis adalah bagian dari metode kultur jaringan untuk memperoleh bibit yang banyak dan bebas virus. Plantet yang dihasilkan  pada mulanya beragam. Selanjutnya tanaman akan ditanam di lapang dan diadakan seleksi sesuai dengan metode pemuliaan berkali-kali sehingga diperoleh tanaman-tanaman yang unggul. Tanaman inilah yang digunakan sebagai sumber eksplan yang bisa diperbanyak dengan berbagai cara di laboratorium kultur jaringan sehingga diperoleh bibit dalam jumlah yang banyak dan seragam. Metode yang digunakan antara lain menginduksi tunas majemuk dan sub kultur. Jika sudah diperoleh sumber eksplan yang unggul dan media yang sesuai, maka prosesnya akan berlangsung dalam waktu yang singkat jika dilakukan penambahan dengan hormon tumbuh dalam konsentrasi rendah.

d.            Tanaman transgenik (GMO=Genetically Modified Organisms)
Tanaman transgenik diperoleh dengan menyisipkan gen-gen tertentu baik yang berasal dari tanaman, hewan atau mikroorganisme lain ke dalam DNA tanaman. Adanya gen baru yang disisipkan akan merubah sifat tanaman sesuai yang diinginkan atau memberikan kemampuan pada tanaman untuk memproduksi substansi baru yang diperlukan untuk tujuan tertentu. Dengan teknik ini diperoleh tanaman yang mempunyai sifat baru seperti tahan hama dan penyakit dan menghasilkan senyawa baru yang penting untuk tanaman itu sendiri maupun kepentingan manusia. Beberapa contoh tanaman transgenik adalah kedelai yang toleran terhadap senyawa aktif glifosfat yang terdapat pada herbisida, kapas dan jagung Bt yang dirancang mengandung protein insektisida yang berasal dari bakteri Bacillus thuringiensis (Bt), beras yang mengandung vitamin A (golden rice) yang dihasilkan dari penyisipan bakteri agrobacterium yang dapat mensintesis karotenoid dan beberapa bakteri gen penghasil beta-karoten ke dalam gen/jaringan tanaman padi galur japonica.

e.             Hidroponik
Untuk mengatasi keterbatasan lahan dalam produksi bahan pangan maka salah satu alternatif pemecahannya adalah melalui budidaya tanaman dengan metode hidroponik. Hidroponik adalah budidaya tanaman dengan menggunakan media air. Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah lahan yang digunakan tidak luas, karena penanaman dilakukan pada wadah yang berisi air dengan menambahkan zat-zat yang dibutuhkan oleh tanaman, maka tanaman dapat tumbuh dengan normal. Beberapa jenis tanaman yang telah dibudidayakan secara hidroponik adalah tanaman cabe dan sayur-sayuran.

f.             Transfer gen
Transfer gen adalah proses di mana DNA asing dimasukkan ke dalam sel tanaman. Teknologi transfer gen telah berkembang sejak dilaporkan adanya tanaman yang sudah tertransformasi pada awal tahun 80an. Sekarang teknologi transfer gen mempunyai peranan yang amat penting dalam perkembangbiakan tanaman dan peningkatan mutu tanaman. Teknologi ini memungkinkan para pemulia tanaman memasukkan gen asing ke dalam sel atau jaringan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung tanpa merujuk pada tingkat hubungan genetik atau kompatibilitas suatu jenis. Keuntungan lainnya dari metode ini yaitu memungkinkan memasukkan gen yang diinginkan dengan sangat sedikit pengrusakan ke dalam genom tanaman dibandingkan dengan cara proses perkawinan hybrid baik dalam species maupun antar species.

C.          Bioteknologi Tanah
Tanah adalah salah satu komponen dari keseluruhan ekosistem yang ada di muka bumi ini. Di bidang pertanian, tanah yang sehat memiliki kondisi fisik, kimia dan biologis optimal untuk produksi tanaman dan memiliki kesanggupan untuk menjaga kesehatan tanaman serta kualitas ekosistem lainnya seperti air. Dalam sejumlah kondisi, tanah yang sehat mungkin saja tidak berfungsi sebagai komponen ekosistem yang sehat karena adanya penambahan komponen tanah yang tidak sehat dari luar tanah itu sendiri misalnya penambahan bahan kimia yang berlebihan atau pembuangan limbah toksik.
Tanah sehat dan subur merupakan sistem hidup dinamis yang dihuni oleh berbagai organisme (mikro flora, mikro fauna serta meso dan makro fauna). Organisme tersebut saling berinteraksi membentuk suatu rantai makanan sebagai manifestasi aliran energi dalam suatu ekosistem untuk membentuk tropik rantai makanan. Secara umum, rhizosfer ekosistem tanah yang sehat akan dihuni oleh organisme menguntungkan yang memanfaatkan substrat organik dari bahan organik atau eksudat tanaman sebagai sumber energi dan nutrisinya. Sejumlah mikroba memegang peranan penting pada tanah yang normal dan sehat, dan merupakan indikator dalam menentukan kualitas tanah. Mikroba tanah berperan dalam proses penguraian bahan organik, melepaskan nutrisi ke dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, dan mendegradasi residu toksik.
Tanah sangat kaya akan keragaman mikrooragnisme seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, mendaur ulang hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara. Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran penting mikroba tersebut. Beberapa produk bioteknologi tanah telah banyak dimanfaatkan baik untuk kesehatan tanah itu sendiri maupun dalam hal pemanfaatannya sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman. Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman antara lain Pseudomonas sp. dan Azotobacter sp.

1.            Inokulasi Azotobakter
Penanaman mikroorganisme dalam hal ini bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan memindahkan bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian yang sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman bakteri (inokulasi), terlebih dahulu diusahakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium agar, tetap steril karena untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Inokulasi Azotobacter bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen tanah yang telah sering dilakukan namun dengan hasil yang bervariasi, bahkan kadang-kadang tidak meningkatkan hasil tanaman. Kondisi tersebut sangatlah logis mengingat kontribusi rizobakteri yang hidup bebas terhadap nitrogen tanah hanya sekitar 15 kg N/ha/tahun, jauh lebih rendah daripada kontribusi bakteri pemfiksasi nitrogen simbiosis yang mencapai 24-584 kg N/ha/tahun. Kemampuan Azotobacter dalam memfiksasi N2 telah diketahui pertama kali oleh Beijerinck pada tahun 1901, namun demikian peningkatan hasil ini tidak konsisten jika dibandingkan dengan rendahnya kapasitas fiksasi bakteri pemfiksasi nitrogen non simbiotik.
Sampai saat ini, inokulan Azotobacter diperbanyak di dalam kultur cair bebas N yang diaplikasikan dengan cara menyiramkan ke daerah perakaran tanaman. Inokulan cair ini memiliki kelebihan yaitu selama inkubasi untuk memperbanyak sel bakteri, kondisi media yang bebas nitrogen mendorong ekskresi N tersedia hasil fiksasi oleh bakteri ke dalam media dan menginduksi pembentukan fitohormon oleh bakteri. Selain bakteri itu sendiri, N tersedia dan fitohormon ini merupakan komponen penting untuk mempertahankan fungsi tanah sebagai media pertumbuhan tanaman.

2.      Teknologi kompos bioaktif
Kompos bioaktif adalah kompos yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulotik unggul yang tetap bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan berdasarkan filosopi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih. Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif dalam kompos. Ketika kompos itu diberi ke tanah, mikroba akan berperan mengendalikan mikroba patogen penyebab penyakit tanaman.
Salah satu masalah yang sering ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik dan status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Kedua jenis pupuk itu adalah limbah organik yang telah mengalami penghancuran sehingga menjadi tersedia bagi tanaman. Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak tidak bisa langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan atau dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat diserap tanaman. Proses pengomposan alami memerlukan waktu yang sangat lama antara enam bulan hingga setahun sampai bahan organik tersebut menjadi tersedia bagi tanaman.
Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya SuperDec, OrgaDec, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, dll.

3.      Biofertilizer
Biofertilizer adalah zat yang berisi mikroorganisme hidup yang bila diterapkan pada bibit, permukaan tanaman atau tanah, dapat berkolonisasi dengan rhizosfer atau interior tanaman dan meningkatkan pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan atau ketersediaan nutrisi utama tanaman inang. Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia,  untuk memenuhi kebutuhan hara tanamannya. Petani organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya kandungan hara kompos rendah. Kompos matang, kandungan haranya kurang lebih: 1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain 100 g kompos setara dengan 1.69% Urea, 0.34%SP 36, dan 2.81% KCl. Misalnya untuk memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka membutuhkan sebanyak 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman, yaitu nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (Leguminosa). Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum sp dan Azotobacter sp. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminosa saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh) namun hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P umumnya juga berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah mikoriza yang bersimbiosis pada akar tanaman. Dikenal dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp. Beberapa mikroba tanah mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon tanaman, antara lain Pseudomonas sp dan Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba bermanfaat tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara tanaman.

4.      Bioremediasi
Menurut US-EPA, bioremediasi adalah teknologi pengolahan limbah dengan memanfaatkan agen biologi seperti mikroorganisme dan tumbuh-tumbuhan sebagai proses utamanya. Cookson (1995) menjelaskan bahwa bioremediasi dapat diaplikasikan untuk membersihkan lahan yang terkontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya. Bioremediasi menjadi salah satu pilihan teknologi untuk mengembalikan kondisi tanah yang terkontaminasi limbah hidrokarbon minyak bumi yang dihasilkan dari minyak dan gas. Teknik ini merupakan teknik aplikasi berdasarkan prinsip-prinsip proses biologis untuk membersihkan atau mengurangi senyawa-senyawa polutan berbahaya di dalam tanah, air tanah dan perairan. Adapun agen biologis yang berperan dalam proses bioremediasi ini antara lain bakteri actinomycetes, yeast, fungi, algae dan tumbuh-tumbuhan.
Keberhasilan aplikasi bioremediasi di lapangan sangat bergantung pada aktivitas mikroorganisme serta pemeliharaan instalasi yang akan menciptakan kondisi yang tepat untuk pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, sehingga proses pemulihan tanah dari kondisi tercemar akan lebih cepat dilakukan.
Terdapat dua cara melakukan bioremediasi adalah bioremediasi in-situ dan bioremediasi ex-situ. Bioremediasi in-situ yaitu proses perbaikan tanah terkontaminasi yang dilakukan pada tempat atau lokasi dari tanah - tanah tercemar itu berada, sedangkan bioremediasi ex-situ yaitu perbaikan tanah tercemar dengan mengangkat atau memindahkan tanah-tanah tercemar tersebut ke suatu tempat khusus yang secara teknis telah dipersiapkan untuk membersihkan tanah tercemar tersebut.
Konsep dasar proses bioremediasi meliputi empat proses yaitu:
a)      Biodegradasi:     dekomposisi suatu senyawa menjadi sub unit kimia yang lebih kecil/sederhana melalui aktivitas organisme, khususnya mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.
b)      Transformasi:     konversi suatu kontaminan toksik menjadi berkurang sifat toksiknya atau/dan menjadi bentuk kurang mobil (mobilitas berkurang), contoh mikroba yang dapat melepaskan ion sulfida dapat mengendapkan/mengikat beberapa jenis logam berat.
c)      Bioakumulasi:    akumulasi kontaminan di dalam jaringan organisme, yang dapat dieksploitasi menjadi  konsentrat kontaminan dalam biomasa.
d)      Mobilisasi      :    mobilisasi senyawa kontaminan dari tanah terkontaminasi menjadi bentuk larutan atau gas, yang selanjutnya dapat dipisahkan dari tanah/area terkontaminasi kemudian diproses/dihancurkan.
5.      Biopori
Biopori merupakan salah satu teknologi berbasis biologis sebagai pengendali banjir yang inovatif dan sederhana. Secara alami, biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang terbentuk akibat aktivitas  organisme dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar tanaman dalam tanah. Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air sehingga air hujan tidak langsung masuk ke dalam saluran pembuangan air, tetapi meresap ke dalam tanah melalui lubang tersebut. Melalui kreasi inovatif  berdasarkan bioteknologi, dikembangkan teknik biopori dengan bentuk desain sebagai lubang kecil yang berdiameter 10 sampai 30 cm dengan panjang 30 sampai 100 cm dan ditutupi dengan sampah organik.  Rancangan ini berfungsi untuk menjebak air yang mengalir di sekitarnya sehingga dapat menjadi sumber cadangan air bawah tanah, tumbuhan di sekitarnya serta dapat membantu pelapukan sampah organik menjadi kompos yang boleh dipakai untuk pupuk organik pada tumbuh-tumbuhan.
Pembuatan lubang resapan biopori dapat memberi manfaat:
a)            Meningkatkan Laju Peresapan Air dan Cadangan Air Tanah.
Peresapan air ke dalam tanah dapat dilancarkan oleh adanya biopori yang diciptakan oleh fauna tanah dan akar tanaman. Untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di dalam tanah, lubang resapan biopori perlu diisi sampah organik sebagai sumber makanan bagi biodiversitas fauna tanah.
Pada tanah yang telah rusak di mana lapisan atas tanah (top soil) tipis atau sudah hilang oleh erosi, lubang resapan biopori dapat membantu mempercepat laju peresapan air ke dalam lapisan bawah tanah (sub soil) yang relatif padat, serta memudahkan pemasukan bahan organik ke dalam tanah.
b)            Memanfaatkan Sampah Organik Menjadi Kompos.
Lubang resapan biopori dapat membantu memudahkan pemasukan bahan organik ke dalam tanah meskipun pada permukaan yang tertutup lapisan kedap. Kumpulan sampah organik yang tidak terlalu banyak dalam lubang silindris akan menjadi habitat yang baik bagi fauna tanah terutama cacing tanah yang memerlukan perlindungan dari panas matahari dan kejaran pemangsanya. Selain itu, melalui proses dekomposisi terhadap sampah-sampah  organik tersebut, organisme tanah ini memperoleh makanan, kelembaban dan oksigen yang cukup, yang dijadikan sebagai sumber energi untuk melakukan kegiatannya.
c)            Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca CO2 dan Metan
Pembuatan lubang resapan biopori pada setiap jenis tanah, dapat memudahkan pemanfaatan sampah organik dengan memasukkannya ke dalam tanah. Dengan demikian setiap pengguna lahan dapat memanfaatkan tanahnya masing-masing sebagai penyimpan karbon  (carbon sink) untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir. Karbon yang tersimpan di dalam tanah dalam bentuk humus dan biomasa dalam tubuh beraneka ragam biota tanah tidak mudah diemisikan. Perbaikan struktur dan kesuburan tanah dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sebagai pengguna/penyerap karbon dari atmosfir. Pengurangan emisi karbon dari dalam tanah dan penyerapan CO2  oleh tanaman dari atmosfer akan dapat mengurangi efek rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global.
d)           Meningkatkan Peran Biodiversitas Fauna Tanah dan Akar Tanaman
Sampah organik yang dimanfaatkan untuk mengisi lubang resapan biopori dapat memacu biodiversitas fauna tanah masuk ke dalam lubang untuk memperoleh tempat perlindungan dari kejaran pemangsanya. Dengan kondisi suhu, kelembaban dan sumber makanan yang cukup dari sampah organik di dalam lubang, biodiversitas fauna tanah dapat berkembang. Aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah bekerja membentuk biopori dan menghasilkan kotoran cacing (casting) yang dapat memperbaiki struktur dan kesuburan tanah. 
Perbaikan struktur dan kesuburan tanah dapat mempercepat perkembangan akar di dalam tanah yang berakibat dapat meningkatkan pembentukan biopori. Peningkatan pembentukan biopori tersebut dapat memperluas ruangan yang dapat dihuni oleh biodiversitas fauna tanah. Selain itu dapat pula melancarkan laju peresapan air dan udara ke dalam tanah, sehingga proses pengomposan terjadi secara aerobik (cukup oksigen).
Selain manfaat di atas, keuntungan lain yang ditimbulkan oleh biopori adalah:
a)    Melindungi cadangan air tanah,
b)    Mencegah terjadinya keamblesan (subsidence) dan keretakan tanah,
c)     Menghambat instrusi air laut,
d)    Meningkatkan kesuburan tanah,
e)     Menjaga keanekragaman hayati dalam tanah,
f)     Mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh adanya genangan air seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah.

6.      Daftar Pustaka:

a.             Ahmad, A. S. 2010. Bioteknologi Dengan Menggunakan Jaringan Tumbuhan.    http://www.syiham.co.cc/.19/10/2010.

 

b.      Anonim. 2008. Bioteknologi Tanaman. http://sasitechno.wordpress.com/> 19/10/2010

 

c.      ----------. 2009. Bioteknologi Hewan. http://www.crayonpedia.org/Penerapan_Bioteknologi.

 

d.      ----------. 2009. Rekayasa Genetika. http://id.wikipedia.org/wiki/Rekayasa-Genetika.

 

e.      ----------.   2010.   Bertindak Terhadap Rekayasa dan Perubahan Iklim.

          http://www.google.co.id.

 

f.       Wirawan, I. G. P. 2009. Rekayasa Genetika. http://www.cybertokoh.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=915.

g.      Margawati, E. T. 2009. Transgenic Animals: Their Benefits To Human Welfare. http://www.actionbioscience.org/biotech/margawati.html#learnmore.

h)            Mariska, I. 2002. Perkembangan Penelitian Kultur In Vitro pada Tanaman     Industri, Pangan, dan Hortikultur. Buletin AgroBio Vol 5.

i.       Rusfidra. 2007. Aplikasi Bioteknologi dalam Pemuliaan Ternak. http://rusfidra.multiply.com/Aplikasi_Bioteknologi_dalam_Pemuliaan_Ternak.


j.       Triwibowo, Y. 2006. Bioteknologi Pertanian. Yokyakarta: Gadjah Mada University  Press.

k.      Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. M-Brio Press. Bogor
4.    EKSPLOITASI MIKROORGANISME




Bioteknologi didefinisikan sebagai penggunaan organisme hidup, sistem biologi atau berbagai proses untuk keuntungan manusia. Aktivitas tersebut membangkitkan  industri baru yang merubah konsep produktivitas. Penggunaan mikroorganisme pada bioteknologi menjadi penting sebab mikroorganisme mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan dapat cepat tumbuh di bawah kondisi yang sederhana dan murah. Masa depan proses produksi dengan menggunakan mikroorgansime dan teknologi DNA menjadi suatu yang tak terbatas. Mikroorganisme dapat digunakan sebagai biokatalis untuk sintesis bahan kimia, produksi enzim atau sumber protein. Penggunaan mikroorganisme pada pengelolaan limbah cair terutama bioeliminasi bahan kimia dan logam berat juga dapat dilaksanakan.

1.            Mikroorganisme sebagai Penghasil Makanan dan Minuman
Perhatian utama dari penggunaan mikroalga dalam bioteknologi berkaitan dengan aspek metabolismenya. Sejak penemuan alga hijau (Dunaliellasalina) pada tahun 1960, yaitu salah satu mikroorganisme yang merupakan sumber alami  β-karoten, menyebabkan bioteknologi mikroalga menjadi salah satu studi penelitian biologi. Penemuan penting lainnya dalam bioteknologi mikroalga adalah penggunaan Spirulina untuk menghasilkan produk makanan bergizi tinggi. Mikroalga dapat mengkonversi energi matahari menjadi biomassa melalui fotosintesis, fotorespirasi, asimilasi nitrogen anorganik dan sulfur. Karbon yang dapat difiksasi melalui fotosintesis hampir 1011 ton dan nitrogen sebesar 2 x 1016 ton. Energi kimia yang diakumulasi sebesar 3 x 1024 J, yang merupakan 10 kali total energi yang dikonsumsi seluruh dunia selama satu tahun. Dengan demikian, fotosintesis merupakan sumber energi terbesar yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Pada konteks ini, sistem fotosintesis dipelajari untuk produksi energi dengan menggunakan sel mikroalga, khloroplas atau tilakoid pada fotobioreaktor. Mikroalga mampu memproduksi hidrogen, hidrogen peroksida, amonium, polisakarida dan hidrokarbon.
Selain mikroalga, banyak mikroorganisme yang digunakan untuk memproduksi bahan makanan ataupun minuman, misalnya dalam pembuatan tempe, oncom, tape, tuak, cuka, kecap, yoghurt, keju, roti, nata de coco, dll. Beberapa jamur dapat digunakan untuk menghasilkan zat warna. Misalnya warna merah dan orange dapat dihasilkan oleh jamur Neurospora sitophila, jenis jamur yang banyak digunakan untuk membuat oncom. Selain jamur, ada juga bakteri yang dapat menghasilkan vitamin. Misalnya E. coli dapat membantu pembentukan vitamin K di usus, Clostridium thermoaceticum, dapat membantu produksi vitamin B12 melalui fermentasi.

2.            Mikroorganisme sebagai Penghasil Protein Sel Tunggal (PST)
Protein sel tunggal (PST) adalah protein yang diproduksi oleh mikroorganisme, baik itu alga, jamur maupun bakteri. Protein tersebut berada di dalam sel dengan prosentasenya  mencapai 80% dari berat total sel. Bandingkan protein yang terkandung dalam kedelai yang hanya mencapai 45% dan ragi 50%. Jadi protein tersebut bukan merupakan bahan yang disekresikan oleh sel mikroorganisme tetapi berada di dalam sel itu sendiri.
Saat ini beberapa PST sudah diproduksi untuk dikonsumsi manusia. PST tersebut antara lain dibuat dari Fusarium dan proteinnya disebut mikroprotein. PST ini dibuat oleh hifa jamur bukan oleh sel tunggal. Walaupun demikian, mikroprotein ini digolongkan sebagai PST. Media tumbuh yang digunakan dapat berasal dari sampah organik. Mikroprotein yang dihasilkan dapat diolah menjadi kue atau potongan ‘daging’ yang rasanya mirip daging ayam. Mikroprotein merupakan makanan yang sangat baik, kadar proteinnya 45%, sedikit lemak, bebas kolesterol dan banyak mengandung serat yang berasal dari miselium jamur.

3.            Mikrooragnisme sebagai Penghasil Zat Organik
Berbagai mikroorganisme dapat dipelihara dalam kondisi tertentu meskipun tidak dalam steril, dan dapat menghasilkan zat-zat organik seperti etanol, asam cuka, asam sitrat, aseton dan gliserol. Zat-zat organik itu dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Saat ini sedang diupayakan produksi etanol sebagai bahan bakar mobil yang bebas polusi dan dihasilkan dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Untuk memproduksi etanol (alkohol), diperlukan sel-sel ragi dengan bahan baku berupa karbohidrat (misalnya ketela pohon, limbah tebu, jarak, nira, dll) dan selanjutnya dilakukan proses fermentasi. Bahan bakar sebagai produksi bioteknologi, memberi harapan lebih baik di masa datang.

4.            Mikroorganisme sebagai Penghasil Energi
Energi yang dikembangkan saat ini misalnya produksi biogas oleh mikroorganisme. Biogas merupakan gas metana yang diproduksi oleh mikroorganisme di dalam media kotoran ternak pada suatu tangki penampung. Mikroorganisme mencerna kotoran tersebut menjadi gas metana yang dapat dialirkan ke rumah-rumah sebagai penghasil energi pembangkit listrik dan gas, sedangkan limbahnya dapat digunakan sebagai pupuk. Dari kotoran enam ekor sapi, dapat dihasilkan energi bersih untuk memasak, penerangan lampu, dan memanaskan air untuk 3 orang dewasa. Sudah banyak contoh penggunaan biogas di pedasaan (misalnya di Batu/Malang dan di Kabupaten Gorontalo pada beberapa kecamatan yang dijadikan sebagai percontohan). Pengembangan dan pemasyarakatannya hingga saat ini masih terbatas. Hal ini mungkin disebabkan banyak orang merasa jijik terhadap kotoran hewan tetapi pada dasarnya api yang ditimbulkan oleh energi ini tidak menyebarkan bau apa-apa.

5.            Mikroorganisme sebagai Penghasil Obat
Bioteknologi modern yang melibatkan teknik modifikasi sifat genetis suatu organisme, telah banyak dipakai terutama di bidang kedokteran dan farmasi. Contohnya:

a.            Pembuatan obat-obatan
Pada mulanya Alexander Fleming mengamati  adanya jamur Penicilium  yang tumbuh liar di dalam kultur pembiakan bakteri. Disebut liar karena jamur ini tidak ditanam secara sengaja. Setelah jamur liar tumbuh, bakteri yang dipelihara mati. Setelah dilakukan penelitian ternyata jamur Penicillium itu menghasilkan zat antibiotik yang mematikan mikroorganisme lain. Zat antibiotik tersebut disebut penisilin. Penemuan antibiotik penisilin sangatlah penting bagi umat manusia karena penisilin dapat mengobati berbagai penyakit infeksi.
Penemuan antibiotik diiringi pula dengan peningkatan kekebalan tubuh mikroorganisme. Misalnya beberapa jenis bakteri dapat menghasilkan enzim yang dapat menghambat kerja penisilin. Bakteri tersebut akhirnya kebal terhadap penisilin. Artinya, meskipun diberi penisilin, bakteri tersebut tetap tidak terbasmi sehingga penyakit penderita tidak dapat disembuhkan. Oleh karena itu para pakar mencoba untuk menemukan obat lain untuk melawan bakteri yang kebal penisilin.
Jamur Cephalosporium selanjutnya diketahui menghasilkan zat antibiotik sefalosporin yang dapat membunuh bakteri yang kebal terhadap penisilin. Akan tetapi, beberapa jenis mikroorganisme kemudian ada pula yang menjadi kebal terhadap antibiotik sefalosporin. Kemudian ditemukan antibiotik streptomisin yang dihasilkan oleh bakteri Streptomyces griscus, guna melawan bakteri yang kebal terhadap penisilin dan sefalosporin. Penderita TBC seringkali mendapatkan antibiotik streptomisin ini. Gabungan antara penisilin dan streptomisin sering disebut sebagai penstrep singkatan dari penisilin dan streptomisin. Contoh bakteri lainnya yang mengahsilkan antibiotik adalah Bacillus polymyxa menghasilkan polimiksin, B. subtilis menghasilkan basitarin, dan Streptomyces menghasilkan tetrasiklin.
Demikianlah secara alami terdapat berbagai jamur dan bakteri yang mengeluarkan racun (antibiotik) ke lingkngannya sehingga dapat membunuh mikroorganisme lain. Racun itu dikeluarkan oleh mikroorganisme karena berkompetisi dengan mikroorganisme lain di lingkungannya. Untuk mendapatkan antibiotik, mikroorganisme penghasilnya dikultur pada media tertentu, dan produknya dipanen dan diperdagangkan.

b.            Pembuatan antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal diproduksi selain untuk melawan gen dalam tubuh manusia, dapat pula diproduksi untuk mendiagnosis penyakit, mengisolasi molekul toksin dan untuk tes diagnostik misalnya tes kehamilan.

c.             Terapi gen manusia
Rekayasa genetika berpotensi untuk memperbaiki kelainan genetik individu. Perbaikan kelainan genetik dengan memperbaiki gen disebut dengan terapi gen. Kelainan genetik yang diakibatkan oleh tidak berfungsinya satu alel secara teoritis dapat diperbaiki dengan mengganti gen yang tidak normal dengan gen normal melalui teknik rekombinan DNA. Alel baru yang normal dapat disisipkan ke dalam sel-sel somatis pada anak-anak atau orang dewasa, atau pada sel-sel germ (sel-sel yang memproduksi gamet), atau pada sel-sel embrio. Terapi gen ini cocok untuk memperbaiki suatu kelainan karena tidak adanya satu enzim yang mengakibatkan adanya satu alel yang tidak normal. Dalam kasus ini alel normal dapat dimasukkan ke dalam kromosom sel somatis sehingga sel somatis tersebut kembali mampu memproduksi enzim yang tadinya tidak ada.
Terapi gen telah berhasil dicobakan untuk memperbaiki rusaknya sistem kekebalan karena tidak adanya enzim adenosin deaminase (ADA). Dilakukan dengan dua cara yaitu:
Terapi cara pertama:
a)      Menyiapkan retrivirus (virus DNA) dan menyisipkan alel ADA normal ke dalam asam nukleat retrovirus. Dari tahap ini terbentuklah retrovirus rekombinan yaitu retrovirus yang telah disisipi dengan gen ADA normal.
b)      Limfosit T yang telah diambil dari pasien, dikultur secara in vitro (di luar tubuh) bersama dengan vektor retrovirus rekombinan.
c)      Retrovirus rekombinan menginfeksi sel limfosit T dan menyisipkan genomnya pada genom sel limfosit T, menghasilkan sel limfosit T normal.
d)     Sel limfosit T normal yang telah mengandung alel ADA normal dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien dengan cara disuntikkan.
Terapi cara ke dua adalah dengan memasukkan retrovirus rekombinan ke dalam sel sumsum tulang pinggul, sehingga genom retrovirus akan menyisip ke dalam kromosom sel-sel tersebut. Mengapa disisipkan pada sel-sel di sumsum tulang pinggul? Sumsum tulang pinggul memproduksi sel-sel lomfosit T. Dengan demikian sel-sel limfosit T yang dihasilkan menjadi normal.

d.            Pembuatan vaksin
Sampai dengan saat ini, penyakit yang diakibatkan oleh virus  belum dapat diobati sehingga dilakukan pencegahan dengan menggunakan vaksin untuk melawan penyakit. Ada dua tipe vaksin tradisional untuk penyakit yang disebabkan oleh virus; pertama, vaksin yang berasal dari partikel virus yang virulen, yang dikurangi keganasannya secara kimiawi maupun fisik; kedua, vaksin yang berasal dari virus aktif tetapi tidak patogen. Kedua tipe vaksin ini merangsang tubuh menghasilkan antibodi untuk melawan penyakit.
Kini melalui bioteknologi telah berhasil dikembangkan teknik untuk memodifikasi vaksin atau menyediakan vaksin baru. Pertama, DNA rekombinan dapat menggerakkan pembuatan suatu protein khusus dalam jumlah besar dari seludung protein virus, bakteri atau mikroba lainnya. Protein ini dapat menjadi pemicu terbentuknya respons kekebalan untuk melawan penyakit. Oleh karena itu protein ini dapat digunakan sebagai vaksin. Kedua, rekayasa genetika dapat digunakan untuk memodifikasi genom patogen sehingga menjadi lemah. Vaksinasi dengan makhluk hidup yang lemah lebih efektif dari pada protein vaksin, karena hanya dengan memasukkan sedikit saja akan menghasilkan respon kekebalan yang besar. Patogen yang dilemahkan dengan teknik gen splicing (penyisipan gen) lebih aman daripada mutan alami yang digunakan secara tradisional.
Bioteknologi melalui teknik rekombinan DNA yang dapat digunakan untuk mengembangkan produk-produk peternakan. Produk tersebut misalnya vaksin dan antibodi untuk mencegah penyakit hewan, serta hormon pertumbuhan yang merangsang pertumbuhan hewan ternak. Sebagai contoh adalah penyuntikan hormon pertumbuhan sapi (BGH= bovine growth hormone) pada sapi perah. Hormon ini dibuat dengan menyisipkan gen somatotropin dari sel sapi ke dalam plasmid bakteri E. coli. Penyuntikan BGH pada sapi perah ternyata dapat meningkatkan produksi susu selain meningkatkan produksi daging.
Rekombinasi DNA yang mengarah pada pembentukan organisme transgenik dapat dikembangkan dalam bidang peternakan. Organisme transgenik adalah organisme hasil rekayasa genetika yang mengandung gen dari species lain. Untuk menghasilkan organisme transgenik, dilakukan penyuntikan DNA asing pada sel-sel telur ataupun pada sel-sel embrio awal. Dengan teknologi ini, kita dapat menggabungkan hewan-hewan yang bernilai ekonomi misalnya ikan, sapi, kambing dan domba.
Proses penambahan DNA asing pada bakteri merupakan teknik rekombinasi DNA yang memiliki prospek untuk memproduksi hormon atau obat-obatan di dunia kedokteran. Misalnya produksi hormon insulin, hormon pertumbuhan, protein kekebalan, anti kanker dan zat anti virus yang disebut interferon. Orang yang mengalami kelainan diabetes melitus membutuhkan suplai insulin dari luar tubuh. Dengan menggunakan teknik rekombinasi DNA, insulin dapat dipanen dari bakteri. Contoh lainnya adalah fusi gen manusia dengan gen tikus untuk menghasilkan obat serangan jantung.

6.            Mikroorganisme sebagai Pencerna Limbah
Di alam terdapat berbagai mikroorganisme yang dapat mencerna karbohidrat, lemak, protein, selulosa, minyak dan plastik. Berbagai species mikroorganisme liar tersebut dapat dimanfaatkan untuk keperluan tertentu. Para ilmuwan meneliti dan menangkap mikroorganisme liar tersebut untuk dikultur di laboratorium. Beberapa bakteri pencerna selulosa dan pencerna minyak telah berhasil diperoleh. Selama itu juga pernah diteliti campuran mikroorganisme yang dapat mencerna sampah secara lebih efektif. Penelitian-penelitian seperti ini juga telah dilakukan di Indonesia. Mikroorganisme yang diperoleh didaftarkan untuk mendapatkan hak paten. Mikroorganisme tersebut dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk mengolah limbah  sebelum limbahnya dibuang ke lingkungan. Misalnya industri yang limbahnya mengandung lemak dapat memanfaatkan mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai. Pengolahan limbah ini biasanya dilakukan melalui Unit Pengolah Limbah (UPL). Dalam UPL biologis, bakteri pencerna dimasukkan ke bak berisi limbah, yang diberi aerator (alat pemasok udara) untuk memasukkan oksigen pada pernapasan bakteri secara aerobik. Limbah akan terurai dan dapat dibuang ke lingkungan setelah air dipisahkan dari endapan limbah yang tidak berbahaya lagi. UPL biologis ini telah digunakan untuk mengolah limbah minyak dan limbah industri tertentu. Meskipun biaya pengoperasiannya murah namun biaya investasinya yang relatif mahal. Oleh karena itu belum semua industri mau menggunakannya.
Beberapa penelitian menemukan adanya bakteri yang dapat mencerna plastik. Meskipun masih dalam tahap awal, hasil penelitian ini kelak diharapkan akan dapat memecahkan permasalahan sampah plastik yang tak terurai. Jika sampah plastik dibiarkan 300-400 tahun yang akan datang, plastik masih tetap berwujud plastik.
Limbah yang mengandung logam kromium merupakan limbah beracun. Limbah tersebut dihasilkan oleh pabrik logam yang melakukan pelapisan logam dengan kromium. Bakteri Enterobacter cloacae mampu mereduksi kromium menjadi tidak beracun.
Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu menguraikan limbah tertentu. Pada dasarnya di alam telah terdapat berbagai macam bakteri yang memiliki berbagai kemampuan. Para peneliti melakukan pencarian dengan mengisolasi bakteri dari limbah, kemudian dikulturkan dan selanjutnya diuji kemampuannya dalam menguraikan limbah. Bakteri yang telah teruji dikembangbiakkan  untuk diberi tugas menguraikan limbah.
Mikroorganisme fotosintetik juga menghasilkan metabolit sekunder dan primer dan bioeliminasi kontaminan dan limbah cair. Merupakan suatu hasil penelitian yang mengetengahkan pentingnya mikroalga terutama alga hijau Chlamydomonas reinhardtii, yang meliputi proses produktif dalam pengelolaan limbah cair.

7.            Mikroorganisme sebagai Pemisah Logam dari Bijihnya
Bakteri kemolitotrof adalah baktei yang hidup dari zat-zat anorganik, misalnya besi dan belerang dan memperoleh energi dari pemecahan bahan kimia tersebut. Energi yang diperoleh digunakan untuk mengubah karbondioksida dan air untuk disintesis menjadi zat-zat organik. Prosesnya disebut kemosintesis.
Bakteri pemisah logam ini juga merupakan bakteri yang secara alami terdapat di batuan dan bijih logam. Salah satu contohnya adalah bakteri Thiobacillus ferrooxidans yang digunakan untuk mengekstraksi tembaga dan bijih tembaga. Bakteri tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan tanpa zat organik. Bijih logam tembaga yang berkualitas rendah ditimbun, yang dikenal sebagai larutan peluluh. Di sinilah banyak dijumpai banyak bakteri. Ke dalam larutan peluluh itu ditambahkan larutan asam sulfat (CuSO4). Setelah itu ditambahkan logam besi ke dalam larutan peluluh tersebut. Besi akan bereaksi dengan tembaga sulfat untuk melepaskan tembaga tersebut sehingga diperoleh tembaga murni yang telah terpisah dari bijihnya. Seluruh proses itu dibantu oleh bakteri Thiobacillus ferrooxidans. Selain itu terdapat pula bakteri yang dapat memisahkan logam mangan dan uranium dari bijihnya.
Suatu penelitian pada bidang bioteknologi tanah  telah berhasil mentransfer gen endotoksin dari Bacillus thuringiensis ke dalam genom bakteri pemacu tumbuh tanaman, Pseudomonas fluorescens. Dari hasil rekayasa genetis tersebut diharapkan bakteri yang bersangkutan dapat digunakan sebagai inokulan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman sekaligus berperan pula sebagai biopestisida untuk membunuh ulat Lepidoptera, Diptera  dan Coleoptera. Selain ke bakteri, gen endotoksin tersebut telah pula berhasil ditransfer ke tanaman.
Untuk memperbaiki sifat bakteri tanah yang digunakan dalam Bioteknologi Penambangan Minyak Bumi (MEOR), beberapa peneliti menyarankan  pula untuk menggunakan teknologi DNA walaupun sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Kesulitan besar masih dihadapi oleh para peneliti karena banyaknya gen dan faktor-faktor lain yang mengendalikan sifat ‘termofil’ (kemampuan hidup pada suhu tinggi) dan ‘halofil’ (kemampuan hidup pada kepekaan garam tinggi) suatu bakteri. Pada tahun 1981 gen yang mengkode enzim termostabil isopropylmalat dehydrogenase telah berhasil ditransfer ke bakteri E. coli. Bakteri  yang telah terekayasa genetik tersebut mampu menghasilkan enzim termostabil tetapi sifatnya masih mesofil. Kendala yang sama juga dihadapi oleh peneliti yang menginginkan untuk memindahkan gen tertentu dari bakteri lain ke bakteri termofil atau halofil. Untuk beberapa bakteri termofil aerob, transformasi DNA memungkinkan misalnya pada Bacillus stearothermophilus, sedangkan untuk termofil anaerob serta halofil hingga sekarang belum ditemukan sistem transformasi DNA yang cocok.
Bioteknologi tanah merupakan cabang ilmu tanah baru yang bertujuan untuk memanfaatkan aspek-aspek biologis terutama tanah untuk diterapkan di bidang pertanian maupun non-pertanian. Beberapa dari teknologi ini yang sudah dikenal di antaranya adalah penggunaan inokulum Rhyzobium dan Bradyrhizobium untuk meningkatkan pembentukan bintil efektif pada tanaman kacang-kacangan, penggunaan ganggang biru hijau, Azotobacter, Azospirillum, serta penambat N2 lainnya yang hidup bebas untuk meningkakan produksi tanaman bukan kacang-kacangan. Pemakaian mikroorganisme pelarut fosfat dan mikoriza untuk meningkatkan penyerapan P oleh tanaman merupakan salah satu aspek dari teknologi tersebut.
Bioteknologi ini juga dinantikan untuk membantu memecahkan persoalan pencemaran lingkungan karena penggunaan pestisida, logam-logam berat serta tercemarnya tanah serta perairan oleh minyak bumi. Di bidang industri terapan, teknologi ini dinantikan untuk upaya menghasilkan biopestisida dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis, untuk menghasilkan enzim-enzim termostabil, serta untuk menghasilkan ‘bakteriorhodopsin’ yang pada saat mendatang digunakan sebagai teknologi terbaru penyimpan data.
Salah satu aspek bioteknologi tanah yang paling banyak diteliti adalah penambatan N2 oleh beberapa bakteri tanah. Penambatan N2 merupakan proses alam terpenting ke dua setelah penambatan CO2. Proses reduksi N2 dari udara menjadi amonium dan penyusun protein, terjadi dengan bantuan enzim nitrogenase. Enzim nitrogenase ini merupakan suatu sistem enzim yang sangat kompleks. Untuk menyusun enzim tersebut dalam bentuk aktif terlibat 20 gen. Tiga gen terpenting adalah nif-D­ dan nif-K yang mengkode enzim dinitrogenase serta nif-H untuk enzim dinitrogenase reduktase. Fungsi beberapa nif-Gen dalam sistem tersebut sampai saat ini masih belum diketahui yaitu nif-X, nif-I, nif-W dan nif-Z.



8.         DAFTAR PUSTAKA

a.      Anonymous. 2008a. Klasifikasi Mikroba. (online) (http//www.pustaka.co.id).
b.      --------------.2008b. Identifikasi Mikroba. (online) (http//www.Pustaka.co.id).
c.      Budiyanto, M. 2008. Hand Out dan Klasifikasi Mikroba. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
d.      Dwijoseputro. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
e.      Suriawira, U. 1995. Pangantar Mokrobiologi Umum. Bandung: Angkasa 





























5.    BIOTEKNOLOGI DAN HUBUNGANNYA DENGAN
 DISIPLIN ILMU LAIN



1.            Ilmu Fisika
Ilmu fisika berkembang sejak ada penemuan ilmu optik atau gubungan cahaya dan lensa, berkembangnya teori unsur, konsep atom oleh Dalton, listrik, hubungan reaksi kimia dengan gejala listrik, listrik dan magnet, serta hubungan antara cahaya dengan gejala magnet. Perkembangan selanjutnya adalah ditemukannya elektron, hubungan antara elektron dengan cahaya yang melahirkan teori kuantum, partikel cahaya (foton), proton dan neutron, dst.
Di bidang biologi, ilmu fisika sangat bermanfaat sejak penemuan pertama stetoskop di bidang kedokteran yang diawali dengan percobaan oleh R. T. H. Laennec bahwa apabila salah satu ujung dari sepotong kayu digores dengan jarum, suara yang timbul akan dapat didengar dengan jelas jika ujung kayu yang lain ditempelkan ke telinga. Hasilnya sangat dramatis dan mendorong Laennec menyempurnakan alatnya. Akhirnya ia menciptakan suatu silinder kayu berongga dengan panjang 30 cm dan diameter bagian dalamnya sekitar 1 cm serta diameter bagian luarnya 4 cm. Ia menyebut alat ini sebagai stetoskop, yang berarti “melihat dada”. Dalam bukunya, ia melaporkan risetnya mengenai stetoskop dan interpretasinya tentang bunyi alami dan patologis dari paru, jantung, dan suara. Stetoskop yang saat ini digunakan didasarkan pada karya asli Laennec. Bagian-bagian utama pada stetoskop modern adalah sungkup (bell), yang mungkin terbuka atau tertutup oleh membran tipis, dan earpieces berfungsi untuk menyesuaikan/menyamakan impedansi antara kulit dan udara. Bagian ini menghimpun suara dari daerah yang berkontak. Kulit pasien yang bersentuhan dengan sungkup terbuka berfungsi seperti diafragma. Kulit pasien memiliki frekuensi resonan alami yang efektif untuk menghantarkan bunyi jantung.
Cabang fisika nuklir merupakan dasar bagi pusat listrik tenaga nuklir sebagai sumber energi alternatif selain minyak terkait dengan langkanya sumber tenaga minyak dan gas bumi.  Pengembangan reaksi fusi terkendali,  pemanfaatan tenaga matahari dan pemanfaatan tenaga angin akan menjadi  riset  andalan. Studi di bidang inti atom merupakan basis penggunaan radioaktif dalam bidang kedokteran terutama pendeteksian jenis kelainan di dalam tubuh dan untuk penyembuhan kanker yang sangat sukar dioperasi menggunakan metode lama. Pada industri  kedokteran yang  dipacu oleh ilmu fisika, maka MRI (Magnetic Resonance Imaging), PET (Positron Emission Tomography), CAT (Computer Axial Tomography)  dan ultra sound telah berkembang berdasarkan kelakuan atom-atom yang kontras di bawah medan magnetik. MRI  mampu membuat bayangan dari struktur bagian dalam tubuh seperti otak, jantung dsb.  PET   yang awalnya adalah alat untuk fisika partikel, mampu  mengukur aktifitas otak dan melihat jika ada kerusakan dalam otak. CAT (computer axial tomography) menggunakan sinar X untuk mengetahui  keadaan tubuh manusia. Sedangkan  ultra sound untuk melihat keadaan bayi  sebelum lahir ataupun untuk mengetahui kedalaman laut. Pemanfaatan lampu UV dalam ruangan entkas atau laminar air flow yang dinyalakan dalam waktu satu jam sebelum digunakan, bermanfaat untuk mensterikan ruangan tersebut.
Dalam bioteknologi, pemetaan genom yang digunakan untuk pengobatan genetika, pemuliaan tanaman atau hewan serta kloning makhluk hidup akan lebih berhasil jika menggunakan  komputer yang kemampuannya ratusan kali lebih cepat dari komputer PC yang ada sekarang. Revolusi bioteknologi diarahkan pada bagaimana skrining DNA dapat mencegah berbagai penyakit, terapi gen bisa menyembuhkan dan, berkat-tumbuh organ laboratorium, tubuh manusia bisa diperbaiki semudah mobil, dengan suku cadang tersedia. Polimer material yang susunan molekulnya panjang, digunakan untuk membuat engsel buatan, kulit buatan, tulang buatan, katup buatan  dan lebih dari 5000 alat kedokteran serta berbagai produk yang menggunakan biomaterial. Pada akhirnya, proses penuaan dapat diperlambat atau bahkan dihentikan melalui pemanfaatan material yang mampu menahan kulit dari sengatan matahari.

2.     Ilmu Kimia
Manfaat ilmu kimia sangat jelas terkait dengan produksi berbagai bahan yang menjadi kebutuhan praktis manusia. Peranannya sangat besar berhubungan dengan bidang-bidang industri seperti halnya industri zat warna, bahan pembersih, sabun, detergen, obat-obatan dan sektor indutsri lainnya. Produk lain yang semakin giat dihasilkan adalah bahan polimer dan keramik sebagai pengganti dari peralatan kayu dan logam dengan memiliki sifat-sifat materi yang berbeda dari materi alami.
Banyak penemuan baru yang dihasilkan di laboratorium yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia. Bahan yang dapat ditemukan dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah berbagai kelompok yang tergolong dalam antibiotik. Antibiotik merupakan zat kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme lainnya. Pembuatan antibiotik harus dalam lingkungan steril agar terhindar dari kontaminasi yang mungkin terjadi, sehingga pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dapat optimal dan menghasilkan produk yang optimal pula.
Mikroorganisme memiliki ukuran renik serta perilaku dan kemampuan yang beraneka ragam, oleh karena itu sejak lama digunakan untuk memproduksi bahan kimia misalnya asam amino, protein, enzim, vitamin, asam lemak, pigmen maupun polisakarida. Tabel 5.1 menunjukkan contoh asam amino yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

Tabel 5.1.  Produksi Asam Amino oleh Mikroorganisme
Asam Amino
Mikroorganisme
Alanin
Brevitabacterium Flavum
Arginin
Brevitabacterium Flavum
Sitrulin
Bacillus Subtilis
Asam Glutamate
Brevitabacterium Flavum
Histidin
Corynebacterium Glutamicum
Isoleusin
Brevitabacterium Flavum

Enzim merupakan biokatalis dalam reaksi kimia sehingga reaksi tersebut dapat berlangsung lebih cepat. Dalam bioteknologi, enzim digunakan dalam bahan makanan, industri kimia dan farmasi (sintesis asam amino dan antibiotik). Pada produk makanan dan minuman, enzim telah lama digunakan untuk membuat keju, bir, pemanis dan anggur. Di Amerika Serikat, sirup berkadar gula tinggi dari jagung merupakan produk terbesar yang dibuat dengan menggunakan teknologi enzimatis. Selain itu, enzim renin yang dihasilkan dari lambung anak sapi bermanfaat untuk menghasilkan susu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keju. Pada industri minuman, enzim digunakan untuk membuat minuman sari buah, anggur dan bir agar tahan terhadap dingin, dan bahan ini pula dapat dipakai untuk membuat permen dengan rasa manis sedang.
Pada pembuatan keju, kelompok bakteri yang dipergunakan adalah bakteri asam laktat. Bakteri ini berfungsi memfermentasikan laktosa dalam susu menjadi asam laktat sebagaimana ditunjukkan pada reaksi berikut.

C12H22O11 + H2O   → 4CH3CHOHCOOH
Laktosa     + Air    →      Asam laktat

Mikroorganisme dapat mengubah nilai gizi makanan atau minuman dalam proses fermentasi. Proses fermentasi merupakan perubahan enzimatik secara anaerob dari senyawa organik menjadi produk organik yang lebih sederhana. Aktivitas mikroorganisme dalam fermentasi antara lain mengubah ampas tahu atau kacang kedelai menjadi oncom, kacang kedelai menjadi tempe atau putih menjadi arak hitam atau putih.
Mikroorganisme pada proses fermentasi dapat menyebabkan:
a)      Perubahan senyawa-senyawa kompleks pada makanan atau minumam menjadi senyawa yang lebih sederhana.
b)      Peningkatan cita rasa dan aroma makanan atau minuman. Misalnya oncom dapat dibuat dari ampas tahu, kelapa atau kacang tanah dengan penambahan mikroorganisme berupa Neuspora. Neuspora mengeluarkan enzim amilase, lipase, dan protease yang aktif selama proses fermentasi, juga menguraikan bahan-bahan dinding sel ampas kacang kedelai atau kelapa. Fermentasi pada pembuatan oncom juga menyebabkan terbentuknya sedikit alkohol dan berbagai ester yang beraroma
sedap.
Mikroorganisme dapat dijadikan langsung sebagai sumber pembuatan makanan. Hal ini disebabkan oleh:
a)      Massa mikroorganisme tumbuh menjadi dua kali lipat dalam waktu satu jam, sedangkan massa tumbuhan atau hewan memerlukan waktu  berminggu-minggu.
b)      Massa mikroba minimal mengandung 40% protein serta mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang tinggi. Protein yang dihasilkan setiap hari dari 1000 biomassa (kg) bakteri mencapai nilai tertinggi dibandingkan produksi protein oleh hewan ternak, tanaman kacang kedelai, dan khamir.
Bioteknologi terkait dengan ilmu kimia terus berkembang dengan bukti-bukti penemuan yang terus saja bermunculan seperti halnya ditemukannya enzim pemotong DNA yaitu enzim restriksi endonuklease, ditemukannya pengatur ekspresi DNA yang diawali dengan penemuan operon laktosa pada prokariota, ditemukannya perekat biologi yaitu enzim ligase, ditemukannya medium untuk memindahkan gen ke dalam sel mikroorganisme, dan lainnya.
Perkembangan lainnya terjadi pada ilmu biokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari makhluk hidup dari aspek kimianya. Biokimia menganggap hidup adalah menyangkut proses kimia, sehingga dengan pengetahuan biokimia maka ahli bioteknologi memperlakukan makhluk hidup sebagai bahan kimia yang dapat dipadukan dan direaksikan.


3.      Daftar Pustaka:

a.             Jensen, H. M., A. E. Alberts., K. R. Malley., Y. Londer., B. E. Cohen., B. A. Helms., P. Weigele., J. T. Groves and C. M. Ajo-Franklin. 2010. Engineering of a Synthetics Electron Conduct in Living Cells. Proceedings of the National Academy of Science. 10:1073. pnas, 1009645107.

b.            Sri. L., M. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Bogor: IPB.

c.             Turella, R. 2006. Kimia Lingkungan. Jakarta: KPD, Bandung.

d.            Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor: M-Brio Press.

6.     KONSEP DASAR REKAYASA GENETIKA



A.    Rekayasa Genetika
1.      Pengertian
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup maupun produk dari makhluk hidup untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat digunakan untuk kesejahteraan manusia. Bioteknologi secara umum dapat meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi yang dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme, dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Perubahan sifat biologis melalui rekayasa genetika tersebut menyebabkan lahirnya organisme baru produk bioteknologi dengan menunjukkan sifat-sifat yang menguntungkan bagi manusia.
Rekayasa genetika adalah prosedur dasar dalam menghasilkan suatu produk bioteknologi dengan cara melakukan modifikasi pada makhluk hidup melalui transfer gen dari suatu organisme kepada organisme lain. Sandi-sandi genetik pada gen (DNA) dapat dimanfaatkan sebagai penentu urutan asam amino pembentuk protein (enzim). Pengetahuan ini memungkinkan manipulasi sifat makhluk hidup atau manipulasi genetik untuk menghasilkan makhluk hidup dengan sifat-sifat yang diinginkan. Manipulasi atau perakitan materi genetik dengan menggabungkan dua DNA dari sumber yang berbeda akan menghasilkan DNA rekombinan. Penggunaan DNA dalam rekayasa genetika dalam hal penggabungan sifat makhluk hidup tersebut bertolak dari asumsi bahwa DNA-lah yang mengatur sifat-sifat makhluk hidup tersebut sehingga dapat diturunkan dan memiliki struktur yang sama.
Rekayasa genetika merupakan transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya yang bersifat antar gen  atau dapat pula lintas gen sehingga mampu menghasilkan produk. Gen yang telah direkayasa susunannya tersebut dapat menyebabkan suatu makhluk hidup menghasilkan suatu senyawa/produk tertentu yang diinginkan. Teknologi rekayasa genetika merupakan inti dari bioteknologi yang didefinisikan sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan injeksi langsung DNA ke dalam sel atau organel, atau fusi sel di luar keluarga taksonomi yang dapat menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan bukan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional. Prinsip dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan perubahan susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat berasal dari organisme apa saja misalnya gen dari pankreas manusia yang kemudian diklon dan dimasukkan ke dalam E. coli yang bertujuan untuk mendapatkan insulin.

2.      Tujuan Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika pada tanaman mempunyai target antara lain untuk meningkatkan produksi, meningkatkan mutu produk agar tahan lama dalam penyimpanan pascapanen, peningkatan kandungan gizi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu (serangga, bakteri, jamur atau virus), tahan terhadap herbisida, sterilitas dan fertilitas (untuk produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan, penundaan kematangan buah, kualitas aroma dan nutrisi, perubahan pigmentasi. Rekayasa genetika pada mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba tersebut (misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara, meningkatkan kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan makanan ternak, mikroba prebiotik untuk makanan olahan) dan untuk menghasilkan bahan obat-obatan dan kosmetika.

3.      Manfaat Rekayasa Genetika
Secara umum rekayasa genetika bermanfaat untuk:
a)   Meningkatkan derajat kesehatan manusia, melalui produksi berbagai hormon manusia seperti insulin dan hormon pertumbuhan.
b)   Tersedianya sumber energi yang terbaharui.
c)   Tersedianya bahan makanan yang lebih melimpah.
d)   Proses industri yang lebih murah.
e)   Berkurangnya polusi.
4.      Prosedur Rekayasa Genetika secara umum meliputi:
a)      Isolasi gen,
b)      Memodifikasi gen sehingga fungsi biologisnya lebih baik,
c)      Mentransfer gen tersebut kepada organisme baru,
d)     Membentuk produk organisme transgenik.

5.      Penerapan Rekayasa Genetika
a.   Bidang pertanian dan bahan pangan:
a)      Ditemukannya tomat Flavor Savor yang dapat tahan beberapa minggu lebih lama dibandingkan dengan tomat biasa atau dikenal dengan penundaan pematangan pada tanaman tomat,
b)      Ditemukannya sapi dengan produksi susu yang meningkat hingga 20%,
c)      Ditemukannya kopi super,
d)     Ditemukannya tanaman ber-pestisida/insektisida yaitu tanaman yang dapat mensintesis protein kristal insektisidal (insectisidal crystal protein = ICP) yang berasal dari Bacillus thuringensis. Protein kristal insektisida mempengaruhi usus hama seperti ulat atau serangga tertentu yang makan tanaman ini sehingga hama mati,
e)      Ditemukannya jagung dengan protein yang tinggi.
f)       Ditemukannya tanaman yang resistensi terhadap kondisi lingkungan misalnya tanaman yang tahan kering karena mempunyai lapisan kutikula yang lebih tebal sehingga tumbuh baik di daerah kering,
g)      Ditemukannya tanaman yang tahan terhadap angin misalnya tanaman kedelai yang telah dimanipulasi agar mempunyai batang yang lebih kuat dengan tinggi yang seragam sehingga tahan terhadap angin kencang.

b.   Bidang kesehatan dan farmasi:
a)      Diproduksinya insulin dengan cepat dan murah,
b)      Adanya terapi genetik,
c)      Diproduksinya interferon,
d)     Diproduksinya beberapa hormon pertumbuhan.

c.   Bidang industri:
a)      Terciptanya bakteri yang mampu membersihkan lingkungan tercemar,
b)      Bakteri yang dapat mengubah bahan tercemar menjadi bahan tidak berbahaya
c)      Bakteri pembuat aspartenik.

6.      Proses pembentukan organisme transgenik melalui dua cara yaitu:
a.   Melalui  proses introduksi gen
b.   Melalui proses mutagenesis

a.      Proses introduksi gen
Beberapa langkah dasar proses introduksi gen adalah:
a)      Membentuk sekuen gen yang diinginkan yang ditandai dengan penanda yang spesifik,
b)      Mentransformasi sekuen gen yang sudah ditandai ke jaringan,
c)      Mengukur jaringan yang sudah mengandung gen yang ditransformasi,
d)     Uji coba kultur tersebut di lapangan.

b.      Proses mutagenesis
Memodifikasi gen pada organisme tersebut dengan mengganti sekuen basa nitrogen pada DNA yang ada untuk diganti dengan basa nitrogen lain sehingga terjadi perubahan sifat pada organisme tersebut. Contoh, semula sifatnya tidak tahan hama menjadi tahan hama. Beberapa contoh mutagen yang umum dipakai adalah sinar gamma (mutagen fisika) dan etil metana sulfonat (mutagen kimia).
              
7.      Transfer Gen
Transfer gen horizontal atau transfer gen lateral merupakan proses masuknya bahan - bahan genetik suatu organisme kepada organisme lain tanpa melalui proses reproduksi. Istilah ini dipertentangkan dengan transfer gen vertikal yang terjadi apabila suatu organisme menerima bahan genetik dari tetuanya. Transfer gen horizontal buatan merupakan salah satu bentuk rekayasa genetika yang mempunyai peranan sangat penting  dalam perkembangbiakan tanaman dan peningkatan mutu tanaman. Teknologi ini memungkinkan para pemulia tanaman memasukkan gen asing ke dalam sel atau jaringan tanaman, baik secara langsung maupun tak langsung tanpa merujuk kepada tingkat hubungan genetik atau kompatibilitas suatu jenis.
Transfer gen dilakukan dengan DNA baru yang dimasukkan ke dalam sel organisme yang biasanya dilakukan dengan bantuan mikroorganisme yang bertugas sebagai vektor. Jadi gen yang sudah diubah atau gen biasa yang normal, dimasukkan ke dalam sel untuk menggantikan gen yang rusak karena apabila gen rusak bisa menyebabkan fungsi gen tersebut lenyap. DNA dapat dipotong jadi pendek dengan memakai enzim restriksi. Enzim tersebut semacam protein yang mempercepat reaksi kimia. Ujung dari potongan ini memiliki kecenderungan untuk menempel pada ujung potongan DNA lainnya. Begitu dilepaskan, ia akan mencari dan mengejar ujung potongan DNA yang dapat sebagai tempat ia menempel. Dengan melihat ukuran potongan yang dibuat oleh enzim restriksi, ilmuan dapat menentukan apakah gen tersebut memiliki sandi genetik yang pantas. Teknik ini telah dipakai dalam menganalisa struktur genetik sel janin dan mendiagosa penyakit darah tertentu seperti anemia sel sabit.
 Transfer gen sebagai alat untuk menghasilkan keragaman genetik tanaman mulai dikembangkan sejak tahun 1980-an, setelah orang menemukan enzim endonuklease restriksi dan mengetahui cara menyisipkan fragmen DNA organisme asing ke dalam kromosom penerima, dan diciptakannya alat sekuensing DNA. Tekhnik transfer gen juga memerlukan keterampilan dalam budidaya jaringan untuk mendukung proses ini.
Dalam transfer gen, fragmen DNA dari organisme lain (baik mikroba, hewan atau tanaman) atau dapat pula gen sintetik, disisipkan ke dalam tanaman penerima dengan harapan gen “baru” ini akan terekspresi dan meningkatkan keunggulan tanaman tersebut. Strategi pemuliaan ini banyak mendapat pertentangan dari kelompok-kelompok lingkungan karena kultivar yang dihasilkan dianggap membahayakan lingkungan jika dibudidayakan secara bebas di alam.
Penyisipan gen dilakukan melalui berbagai cara yaitu (1) transformasi dengan perantara bakteri penyebab puru tajuk Agrobacterium (terutama untuk tanaman non-monokotil), (2) elektroporasi terhadap membran sel, (3) biobalistik (penembakan partikel), dan (4) transformasi dengan perantaraan virus.

B.     DNA Rekombinan
Teknik yang paling dikenal untuk mengubah makhluk hidup secara genetik adalah DNA rekombinan (rDNA). DNA adalah singkatan dari Deoksiribonukleat Acid, suatu molekul yang mengkode intruksi biologis. DNA bertanggungjawab menentukan sifat makhluk hidup dan DNA tersebut mempunyai susunan yang khas untuk setiap organisme. Untaian DNA ini dapat diubah susunannya, sehingga diperoleh untaian baru yang mengekspresikan sifat-sifat yang diinginkan. Perubahan susunan DNA ini diperoleh melalui teknik rekombinan.
Teknologi DNA rekombinan banyak melibatkan bakteri atau virus sebagai vektor (perantara). Proses DNA rekombinan dilakukan melalui tiga tahapan  yaitu:
a)   Manipulasi DNA in vitro (luar sel organisme/isolasi DNA).
b)   Memotong dan menyambung DNA (transplantasi gen/DNA) atau menggabungkan/ merekombiansi DNA suatu organisme dengan DNA bakteria dalam plasmid atau bakteriofag.
c)   Pengklonan (memasukkan DNA ke dalam sel hidup) yaitu teknik mereplikasi progeni yang membawa DNA rekombinan.

Proses-proses di atas pertama kali dilakukan oleh Paul Berg dan A. D. Kaiser pada tahun 1972. Mereka berjaya memasukkan DNA prokariot ke dalam bakteria, kemudian oleh S. N. Cohen dan Herbert Boyer yang berjaya menggabungkan DNA organisme eukariot bersama plasmid bakteria. Pada tahun 1978 beberapa ahli seperti Werner Arber, Hamilton Smith, dan Daniel mendapatkan hadiah nobel untuk penemuannya tentang Endonuklease restriksi, yaitu enzim yang dapat memotong DNA. Dengan enzim tersebut, kini manusia dapat memotong-motong dan mengeluarkan gen dari tempatnya pada kromosom, dan memindahkannya ke sel individu lain atau jenis makhluk lain, dan dapat bekerja normal dalam tubuh penerima atau yang mengalami rekayasa itu.
Perlengkapan yang diperlukan untuk rekayasa genetika adalah  (1) enzim pemotong gen yaitu endonuklease restriksi, (2) enzim penyambung gen yang dikehendaki yaitu Ligase, (3) vektor yang membawa gen yang akan disisipi/dititipkan dapat berupa plasmid bakteri (gen di luar kromosom bakteri) atau virus, dan (4) inang. Adapun tahap-tahap rekayasa genetika adalah (1) mendapatkan gen yang diinginkan (gen yang diinginkan dari suatu individu dipotong dengan enzim endonuklease restriksi), (2) gen disambung kembali dengan enzim ligase, (3) vektor yang sudah membawa gen titipan dimasukkan ke dalam inang, (4) vektor dalam sel inang ditumbuhkan, (5) isolasi produk dari inang, dan (6) penyempurnaan produk.
Secara jelasnya adalah isolasi DNA dilakukan untuk memilih dan memisahkan DNA maupun gen yang dikehendaki dengan cara mengekstrak kromosom dari organisme donor. DNA dalam kromosom yang dipilih harus dipotong terlebih dahulu. Pemotongan gen dalam satu untaian DNA menggunakan enzim endonuklease restriksi yang berperan sebagai gunting biologi. Dengan menggunakan enzim tersebut DNA dari suatu organisme dapat diisolasi dengan memotongnya menjadi segmen-segmen kecil. Segmen DNA yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam suatu vektor dan vektor ini harus berikatan dengan gen, mampu memperbanyak dan mengekspresikan gen tersebut. Vektor (pembawa) pada proses ini berupa plasmid atau virus. Plasmid adalah rantai DNA melingkar di luar kromosom bakteri.
Plasmid maupun gen virus harus dipotong terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai vektor. Pemotongan ini juga menggunakan enzim endonuklease restriksi. Gen atau DNA yang telah diisolasi kemudian dicangkokkan ke dalam plasmid. Proses ini dikenal dengan transplantasi gen. Transplantasi dilakukan dengan cara mencangkokkan (menyambung gen yang telah diisolasi ke dalam DNA plasmid vektor). Penyambungan menggunakan enzim ligase yang mampu menyambung ujung-ujung nukleotida dan berperan sebagai lem biologi. Setelah penyambungan ini, maka vektor mengandung DNA asli dan DNA sisipan (asing). Dengan demikian diperoleh organisme dengan rangkaian DNA gabungan atau kombinasi baru sehingga rantai DNA ini disebut DNA rekombinan.
DNA baru yang telah membawa segmen DNA cangkokan selanjutnya memasuki tahap akhir, yaitu dimasukkan ke dalam vektor sel bakteri maupun virus. Pemasukan ini melalui pemanasan dalam larutan NaCl atau melalui elektroporasi. Selanjutnya bakteri ini melakukan replikasi dengan cara membelah diri. Melalui proses ini, diperoleh plasmid-plasmid hasil transplantasi gen (DNA rekombinan) dalam jumlah banyak.
Adapun tahap-tahap DNA rekombinan untuk mendapatkan gen yang diinginkan ditunjukkan pada gambar berikut:  

Ada beberapa cara untuk mendapatkan DNA rekombinan melalui rekayasa genetika, di antarnya adalah teknologi plasmid, fusi sel (teknologi hibridoma) dan transplantasi inti.

1.            Teknologi plasmid
Molekul DNA berbentuk sirkular yang terdapat dalam sel bakteri atau ragi disebut plasmid. Plasmid merupakan molekul DNA nonkromosom yang dapat dipindahkan dari bakteri satu ke bakteri yang lain, dan mempunyai sifat keturunan bakteri sama dengan induknya. Selain itu, plasmid juga dapat memperbanyak diri melalui proses replikasi sehingga dapat terjadi pengklonan DNA yang menghasilkan plasmid dalam jumlah banyak. Karena sifat-sifat plasmid yang menguntungkan, maka plasmid digunakan sebagai vektor atau pembawa gen untuk memasukkan gen ke dalam sel target.  Contoh  teknologi plasmid yang sudah dilaksanakan adalah produksi insulin, tumbuhan yang lebih resisten dari penyakit, kekeringan dan kondisi tanah yang jelek.

2.            Fusi sel (teknologi hibridoma)
Fusi sel (teknologi hibridoma) merupakan proses peleburan atau penyatuan dua sel dari jaringan atau species yang sama atau berbeda sehingga dihasilkan sel tunggal yang mengandung gen-gen dari kedua sel yang berbeda tersebut. Sel tunggal ini dinamakan hibridoma yang mempunyai sifat-sifat kedua sel. Contoh penggunaan teknologi hibridoma adalah produksi antibodi dalam skala besar. Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B atau sel T yang bertugas melawan setiap benda asing (anti gen) yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi tertentu akan melawan antigen tertentu pula. Dalam proses fusi sel, sel B atau sel T dijadikan sebagai sel sumber gen yang memiliki sifat yang diinginkan yaitu mampu memproduksi antibodi. Sedangkan sel wadah, atau sel target digunakan sel mieloma atau sel kanker yang mampu membelah diri dengan cepat dan tidak membahayakan manusia. Kemudian, sel B atau sel T difusikan dengan sel mieloma. Untuk mempercepat fusi sel, digunakan fusi gen (zat yang mempercepat terjadinya fusi). Contoh fusi gen adalah CSCl++, polietilenglikol (PEG), virus dan NaNO3. Hasil fusi antara sel limfosit B dengan sel mieloma menghasilkan hibridoma yang memiliki gen penghasil antibodi seperti induknya (sel B) dan dapat membelah dengan cepat seperti sel mieloma.

3.            Transplantasi inti
Transplantasi inti (nukleus) ialah pemindahan inti dari sel satu ke sel yang lain sehingga diperoleh individu baru yang mempunyai sifat sesuai dengan inti yang diterima. Transplantasi nukleus contohnya pada sel domba. Nukleus dari sel-sel kambing/domba yang diploid dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti sehingga terbentuk ovum berinti diploid dari kambing/domba tersebut. Selanjutnya ovum melakukan pembelahan mitosis berulangkali menghasilkan morula, kemudian blastula. Lebih lanjut blastula dikloningkan menjadi banyak sel dan inti dari setiap sel diambil untuk dimasukkan ke dalam ovum tak berinti yang berbeda sehingga terbentuk ovum diploid dalam jumlah banyak. Masing-masing ovum dikultur secara in vitro dan akhirnya setiap ovum menjadi individu baru yang memiliki sifat dan jenis kelamin yang sama. E. coli dipilih sebagai sel target karena E. coli mudah diperoleh dan dipelihara, tidak mengandung gen yang membahayakan dan dapat membelah diri setiap 20 menit sekali. 

4.      Kloning Gen
Kloning gen terjadi pada gen-gen yang telah direkomendasi  untuk dikembangkan. Kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari bahasa Yunani yaitu “klon” yang artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Kata ini digunakan dalam dua pengertian yaitu (1) klon sel adalah sekelompok sel yang identik sifat-sifat genetiknya, semua berasal dari satu sel, dan (2) klon gen atau molekular adalah sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasikan dari satu gen yang dimasukkan dalam sel inang.
Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama (populasi) yang identik secara genetik. Kloning merupakan proses reproduksi aseksual yang biasa terjadi di alam dan dialami oleh banyak bakteria, serangga, atau tumbuhan. Macam-macam teknik kloning dapat dilakukan terhadap semua makhluk hidup baik tumbuhan, hewan maupun manusia. Pada tumbuhan, kloning dapat dilakukan dengan teknik okulasi yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas tanaman dan meningkatkan produktivitasnya, sedangkan pada hewan dan manusia ada beberapa teknik yang dapat dilakukan  diantaranya dapat berupa kloning embrio. Kloning pada hewan atau manusia itu sendiri bertujuan untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba, onta, kuda dll. Dibolehkan juga memanfaatkan proses kloning untuk meningkatkan produktivitas hewan dan perkembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi berbagai penyakit manusia terutama penyakit-penyakit yang kronis.
Kloning manusia dilaksanakan dengan cara mengambil inti sel tubuh seseorang lalu dimasukkan ke dalam sel telur yang diambil dari seorang perempuan. Dengan bantuan cairan kimiawi khusus dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak diri, berkembang, berdiferensiasi dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini memiliki kode genetik sama dengan induknya yakni orang yang menjadi sumber inti sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
Kultur jaringan tumbuhan merupakan salah satu teknik kloning tumbuhan. Suatu klon tumbuhan merupakan populasi tumbuhan yang diproduksi secara aseksual dari satu induk. Kultur jaringan tumbuhan (mikropropagasi) adalah bentuk perbanyakan (propagasi) tumbuhan secara vegetatif dengan cara memanipulasi jaringan somatik (jaringan tubuh) tumbuhan di dalam kultur aseptik (bebas kuman) dengan lingkungan terkontrol.
Kultur jaringan tumbuhan utuh dapat dihasilkan dari bagian atau potongan akar, batang atau daun yang disebut eksplan yang masih hidup. Eksplan dapat membentuk tumbuhan yang utuh (plantet) karena adanya sifat totipotensi. Totipotensi pada tumbuhan merupakan kemampuan sel tumbuhan untuk berkembang menjadi tumbuhan yang utuh. Semua sel-sel tumbuhan yang masih muda dan aktif, misalnya ujung akar, ujung batang, dan meristem sekunder (kambium) merupakan sel totipoten.
Potongan jaringan tumbuhan yang terdiri atas sejumlah kecil sel-sel yang ditumbuhkan pada medium kultur yang sesuai dan dibiarkan tumbuh menjadi massa sel yang belum terdiferensiasi disebut sebagai kalus. Medium kultur membutuhkan gula, garam-garam anorganik, nitrogen organik dan unsur-unsur mikro. Di dalam medium, ditambahkan juga hormon pertumbuhan untuk tumbuh yaitu auksin dan sitokinin. Komposisi yang tepat dari medium kultur tergantung pada species tumbuhan yang akan diklon.
Beberapa langkah dasar dalam kloning gen yaitu:
a)Untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan, maka suatu fragmen DNA yang mengandung gen yang akan diklon dimasukkan ke dalam molekul DNA sirkular yang disebut vektor.
b)            Vektor bertindak sebagai wahana yang membawa gen masuk ke dalam sel host yang biasanya berupa bakteri, walaupun sel-sel jenis lain dapat digunakan.
c)            Di dalam sel host, vektor mengadakan replikasi menghasilkan banyak kopian atau turunan yang identik, baik vektornya sendiri maupun gen yang dibawanya.
d)           Ketika sel host membelah, duplikat (kopian) molekul DNA rekombinan diwariskan pada progeni dan terjadi replikasi vektor selanjutnya.
e)            Setelah terjadi sejumlah besar pembelahan sel, maka dihasilkan koloni atau klon sel host yang identik.

Tiap-tiap sel dalam klon mengandung satu kopian atau lebih molekul DNA rekombinasi, sehingga dapat dikatakan bahwa gen yang dibawa oleh molekul rekombinan tersebut telah mengalami kloning. Molekul DNA plasmid dan bakteriofage mempunyai sifat-sifat dasar yang ditentukan sebagai wahana kloning, namun sifat ini tidak berguna tanpa adanya teknik eksperimen untuk manipulasi molekul  DNA dalam laboratorium.
Secara sederhana, keterampilan dasar untuk melakukan kloning adalah:
a)            Preparasi sampel DNA murni,
b)            Pemotongan DNA murni,
c)            Analisis ukuran fragmen DNA,
d)           Penggolongan molekul DNA,
e)            Memasukkan molekul DNA ke dalam sel host,
f)             Identifikasi sel yang mengandung molekul DNA rekombinasi.

C.     Penyusunan Bank Gen
Kekayaan keragaman genetik species yang merupakan kekayaan sumber daya hayati Nasional perlu dikelola sebaik-baiknya. Setelah ratifikasi Convention on Biological Diversity (CBD) yang mana diakui hak National Sovereignity Right of Plant Genetic Resources, maka Indonesia wajib melindungi, melestarikan, mengatur dan mendukung pemanfaatan plasma nutfah secara optimal. Keanekaragaman genetik pada koleksi plasma nutfah merupakan modal dasar dalam merakit varietas unggul. Peluang keberhasilan pembentukan varietas unggul menjadi lebih besar dengan meningkatnya jarak genetik kedua parentnya. Artinya, dengan tingkat keragaman yang tinggi akan lebih mudah tercipta suatu individu tanaman yang unggul/super. Namun demikian, dengan berkembangnya varietas unggul maka varietas-varietas lokal menjadi tererosi karena jarang atau bahkan tidak dibudidayakan sama sekali. Kenyataan tersebut akan merugikan karena keragaman sifat yang dimiliki varietas-varietas tersebut akan ikut tereliminasi. Mungkin dari tanaman yang tidak dipedulikan saat ini tersimpan sifat-sifat menarik yang dapat dikembangkan.
Upaya pengumpulan varietas lokal tanaman sudah lama dilakukan namun belum dikelola secara optimal karena persediaan prasarana pendukung seperti alat pengering, kemasan, cold storage dll, belum memadai adanya. Alih fungsi lahan pertanian, ladang, kebun dan pekarangan menjadi fasilitas pemukiman dan industri juga mengakibatkan kehilangan plasma nutfah berbagai tanaman, hewan dan mikroba pertanian. Oleh karena itu, upaya konservasi plasma nutfah menjadi penting termasuk plasma nutfah yang saat ini belum tampak manfaatnya atau belum mempunyai nilai komersial yang tinggi.
Tindakan pengumpulan, penyelamatan, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah merupakan kebutuhan yang sangat mendesak apabila Indonesia ingin menyelamatkan kekayaaan sumber daya genetik untuk kemajuan pertanian bagi generasi yang akan datang. Mengingat bahwa Indonesia belum memiliki kelembagaan sistem pengelolaan plasma nutfah nasional, maka merupakan kebutuhan yang sudah sangat mendesak bagi Indonesia untuk membangun Unit Bank Gen Pertanian (UBGP) sebagai wahana koordinasi dan model pengelolaan plasma nutfah nasional di Badan Litbang Pertanian.
Dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan plasma nutfah secara luas, UBGP memiliki peran yang sangat strategis. Oleh karena itu, managemen bank gen haruslah terpusat dalam bentuk bank gen nasional yang memiliki fungsi berikut:
a)      Menyusun kebijaksanaan pengelolaan plasma nutfah sekaligus melaksanakannya atas dasar prioritas.
b)      Mengelola plasma nutfah tanaman pertanian dalam wawasan jangka panjang secara lestari.
c)      Menjadi clearing house dalam kebijakan pengeluaran dan pemasukan plasma nutfah melalui satu pintu.
d)     Mengkoordinasi, mengalokasikan dana, sarana dan peralatan, memberikan garis kebijaksanaan, pedoman dan ketentuan teknis terhadap unit pengelolaan plasma nutfah tanaman pertanian lingkup Badan Litbang Pertanian.
e)      Membina, mengevaluasi dan memonitor pelaksanaan pada Unit kerja pengelola plasma nutfah dan bertanggung jawab atas pengelolaan secara optimal.
f)       Mengkoordinasi perencanaan eksplorasi, inventarisasi dan koleksi plasma nutfah tanaman, hewan dan mikroba secara serempak dari berbagai species tanaman dan mikroba sekaligus dari habitat aslinya.
g)      Mengkoordinasi dan mengelola informasi yang berasal dari karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah agar mudah tersedia bagi para pengguna.
h)      Melakukan pengelolaan plasma nutfah dan mikroba secara keseluruhan, terutama dari subsistem konservasi jangka panjang dan reproduksi.
i)        Melakukan evaluasi, bioprospeksi dan penelitian dasar pada tingkat molekular tentang karakter dan manfaat plasma nutfah.
j)        Melakukan kerja sama internasional dalam berbagai hal berkaitan dengan pengelolaan plasma nutfah.
k)      Memberikan masukan kepada KPNP dalam rangka koordinasi pelaksanaan penelitian dan pelestarian plasma nutfah.
l)        Melakukan evaluasi perkembangan pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah.
m)    Mempromosikan pentingnya plasma nutfah dan konservasi plasma nutfah termasuk pemanfaatannya.
n)      Melaporkan pelaksanaan kegiatannya pada KPNP.
o)      Menyampaikan saran kepada KPNP mengenai pelaksanaan dan pengaturan pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah.
p)      Mengkoordinasikan perencanaan tahunan pengelolaan plasma nutfah kepada unit pengelola plasma nutfah.
q)      Membina sumber daya manusia pengelola plasma nutfah dan sarana/fasilitas yang diperlukan melalui KPNP.

Rancang bangun bank gen akan dibuat sesuai dengan fungsi bank gen pertanian, yaitu untuk menyimpan dan melestarikan plasma nutfah pertanian. Kelompok fasilitas yang diperlukan yaitu  Konservasi Benih, Konservasi In-Vitro Tanaman, Konservasi Mikroba Pertanian, Konservasi Hama dan Serangga Pertanian, dan Konservasi SDG Ternak. Di dalam kawasan Unit Bank Gen akan diisi dengan berbagai fasilitas yang diperlukan yaitu Fasilitas Penerimaan, Fasilitas Pengelolaan Benih, Fasilitas Penyimpanan, Fasilitas Konservasi In-Vitro, Fasilitas Rumah Kaca dan fasilitas lainnya termasuk jaringan utilitas, drainase dan jalan.
Konservasi dengan penyimpanan benih dalam bank gen merupakan cara yang paling mudah, murah dan praktis. Sayangnya, tidak semua tanaman dapat disimpan dengan cara demikian. Cara tersebut cocok diterapkan pada tanaman yang berbenih ortodoks (benih yang dapat disimpan pada suhu dan kelembaban rendah tanpa berkurang viabilitasnya) seperti padi,  jagung dan kacang hijau. Namun cara ini tidak cocok untuk tanaman yang berbenih rekalsitran (benih yang tidak dapat disimpan pada suhu dan kelembaban rendah) seperti tanaman buah-buahan, juga pada tanaman yang berbenih semi rekalsitran (benih yang tahan kelembaban rendah tetapi tidak mampu disimpan pada suhu rendah), serta tanaman yang diperbanyak secara vegetatif yang biasa disimpan di lapang. Oleh karena itu perlu diterapkan teknologi alternatif. Teknologi kultur in vitro (jaringan) merupakan pilihan alternatif untuk konservasi tanaman yang berbenih rekalsitran dan yang diperbanyak secara vegetatif. Selain untuk mengatasi kendala tersebut di atas, penerapan penyimpanan in vitro juga dapat menghemat tempat, tenaga dan biaya serta lebih memudahkan dalam pertukaran plasma nutfah.
Pada ubi kayu, pertukaran plasma nutfah dengan stek akan sangat sulit karena sangat berat dan memerlukan ruangan yang besar dan biaya yang mahal. Berbeda bila pengiriman bahan tanaman tersebut dalam tabung-tabung kecil yang berisi kultur in vitro. Teknik yang biasa diterapkan adalah penyimpanan dengan pertumbuhan minimal (dengan menambahkan zat penghambat tumbuh). Mengingat pentingnya plasma nutfah, maka perlu untuk melakukan upaya konservasi melalui bank gen termasuk konservasi in vitro. Contoh beberapa tanaman yang disimpan secara kultur in vitro adalah talas, ubi kayu, kentang hitam, ubi kelapa dan gembili.

1.      Dampak negatif rekayasa genetika
Bioteknologi memberikan banyak manfaat bagi manusia, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa seiring dengan proses perkembangan dan penerapan bioteknologi ini terdapat pula berbagai permasalahan yang ditimbulkannya karena menyebabkan bahaya bagi manusia dan lingkungannya. Produk-produk rekayasa genetika yang menyebabkan dampak negatif tersebut terutama dirasakan pada bidang-bidang berikut:
a.             Dampak terhadap kesehatan
Resiko potensial sebagai hasil rekayasa genetika yaitu:
a)      Gen sintetik dan produk gen baru yang berevolusi dapat menjadi racun dan atau imunogenik untuk manusia dan hewan.
b)      Rekayasa genetika tidak terkontrol dan tidak pasti terhadap genom yang bermutasi dan bergabung. Adanya kelainan bentuk generasi karena racun atau imunogenik  dapat disebabkan oleh tidak stabilnya DNA rekayasa genetika.
c)      Virus di dalam sekumpulan genom yang menyebabkan penyakit mungkin diaktifkan oleh rekayasa genetika.
d)     Penyebaran gen tahan antibiotik pada patogen oleh transfer gen horizontal, membuat tidak menghilangkan infeksi.
e)      DNA rekayasa genetik dibentuk untuk menyerang genom dan kekuatan sebagai promoter sintetik yang dapat mengakibatkan kanker dengan pengaktifan oncogen (materi dasar sel-sel kanker).
f)       Meningkatkan transfer gen horizontal dan rekombinasi, merupakan jalur utama penyebab penyakit.
g)      Tanaman rekayasa genetika tahan herbisida mengakumulasikan herbisida dan meningkatkan residu herbisida sehingga meracuni manusia dan binatang seperi pada tanaman.

b.            Dampak terhadap lingkungan
Saat ini, umat manusia telah mampu memasukkan gen ke dalam organisme lain dan membentuk “makhluk hidup baru” yang belum pernah ada. Pengklonan, transplantasi inti dan rekombinasi DNA dapat memunculkan sifat baru yang belum pernah ada sebelumnya. Pelepasan organisme-organisme transgenik ke alam telah menimbulkan dampak berupa pencemaran biologis di lingkungan kita. Seperti halnya introduksi suatu jenis tumbuh-tumbuhan baru atau jasad renik yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru terhadap tanaman, introduksi suatu jenis hewan baru dapat mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada. Selain itu pelepasan makhluk hidup hasil rekayasa genetika jika tidak terkendali akan mencemari species asli bahkan dapat menimbulkan kepunahan jika species tersebut memiliki jumlah yang terbatas.
Sejalan dengan perkembangannya, banyak kekhawatiran yang muncul misalnya suatu produk hasil bioteknologi yang dilepas ke alam bebas kemudian menimbulkan mutasi gen terhadap jenis-jenis species asli  sehingga akan menimbulkan dampak negatif bagi sistem ekologi. Hal demikian dapat dicontohkan pada jenis ikan mas, lele, trout dan salmon yang direkayasa dengan sejumlah gen manusia, sapi dan tikus. Jika ikan salmon hasil rekayasa genetika ini dilepas ke lautan, maka akan menimbulkan perubahan penting dan merugikan lingkungan laut yaitu dapat mencemari jenis-jenis ikan alami. Species alami yang sebenarnya merupakan bahan pangan yang cocok dengan kondisi daerah tersebut akan terancam dan dapat menghilang. Akibatnya diperlukan penyesuaian atau adaptasi terhadap perubahan pola pangan yang kadang-kadang memerlukan proses yang lama serta dana yang tidak kecil. Oleh karena itu, setelah 30 tahun Organisme Hasil Rekayasa Genetik (OHRG) atau Genetically Modify Organism (GMO), sudah lebih dari cukup kerusakan yang ditimbulkannya sebagaimana sudah terdokumentasi dalam laporan International Speciality Products. Di antaranya:
a)      Tidak ada perluasan lahan, tetapi sebaliknya lahan kedelai rekayasa genetik menurun sampai 20% dibandingkan dengan kedelai non-rekayasa genetik. Bahkan kapas Bt di India gagal sampai 100%.
b)      Tidak ada pengurangan penggunaan pestisida namun sebaliknya penggunaan pestisida tanaman rekayasa genetik meningkat 50 juta pound dari tahun 1996 sampai 2003 di Amerika Serikat.
c)      Tanaman rekayasa genetika merusak kehidupan liar sebagaimana hasil evaluasi pertanian Kerajaan Inggeris.
d)     Bt tahan pestisida dan roud-up tahan herbisida yang merupakan dua tanaman rekayasa genetik terbesar, praktis tidak bermanfaat.
e)      Area hutan yang luas hilang menjadi kedelai rekayasa genetik di Amerika Latin, sekitar 15 hektare di Argentina sendiri, mungkin memperburuk kondisi karena adanya permintaan untuk biofuel. Meluasnya kasus bunuh diri di daerah India meliputi 100.000 petani antara 1993-2003 dan selanjutnya 16.000 petani meninggal dalam waktu setahun.
f)       Pangan dan pakan rekayasa genetik berkaitan dengan adanya kematian dan penyakit di lapangan dan di dalam tes laboratorium.
g)      Herbisida roud-up mematikan katak, meracuni plasenta manusia dan sel embrio. Round-up digunakan lebih dari 80% semua tanaman rekayasa genetik yang ditanam di seluruh dunia.
h)      Kontaminasi transgenik tidak dapat dihindarkan. Ditemukan penyerbukan tanaman rekayasa genetik pada non-rekayasa genetik sejauh 21 km.

c.             Dampak terhadap etika moral
Penyisipan gen makhluk hidup lain yang tidak berkerabat dianggap telah melanggar hukum alam dan kurang dapat diterima oleh masyarakat. Pemindahan gen manusia ke dalam tubuh hewan dan sebaliknya sudah mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Permasalahan produk-produk transgenik tidak berlabel, membawa konsekuensi bagi kalangan agama tertentu. Terlebih lagi teknologi kloning yang akan dilakukan pada manusia.
Bioteknologi yang berkaitan dengan reproduksi manusia sering membawa masalah baru, karena masyarakat belum menerimanya. Berikut ini contoh mengenai masalah ini:
a)      Seorang nenek melahirkan cucunya dari embrio cucu yang dibekukan dalam tabung pembeku karena ibunya tidak mampu hamil karena penyakit tertentu. Dalam masyarakat timbul sebuah pertanyaan “anak siapa bayi tersebut?
b)      Pasangan suami istri menunda kehamilan. Sperma suami dititipkan di bank sperma. Beberapa tahun setelah suami meninggal, sang janda ingin mengandung anak dari almarhum suaminya. Dia mengambil sperma yang dititipkan di bank sperma. Bagaimanakah status anak tersebut? Bolehkan wanita tersebut mengandung anak dari suami yang telah meninggal?
c)      Meminta sperma orang lain di bank sperma untuk difertilisasi di dalam rahim wanita merupakan pelanggaran atau bukan?

d.            Dampak ekonomi
Terdapat suatu kecenderungan bahwa bioteknologi tidak terlepas dari muatan ekonomi. Muatan ekonomi tersebut terlihat dari adanya hak paten bagi produk-produk hasil rekayasa genetika, sehingga penguasaan bioteknologi hanya pada lembaga-lembaga tertentu saja. Hal ini memaksa petani-petani kecil untuk membeli bibit kepada perusahaan-perusahaan yang memiliki hak paten. Produk bioteknologi dapat merugikan peternak-peternak tradisional seperti pada kasus penggunaan hormon pertumbuhan sapi hingga naik sebesar 20%. Hormon tersebut hanya mampu dibeli oleh perusahaan peternakan yang bermodal besar. Hal tersebut menimbulkan suatu kesenjangan ekonomi.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka beberapa ketentuan etik yang dikeluarkan oleh FIGO antara lain:
a)      Preconceptional sex selection untuk maksud diskriminasi seks dilarang, tetapi untuk menghindari penyakit tertentu misalnya sex-linked genetic disorders, penelitiannya dapat dilanjutkan.
b)      Reproductive cloning atau kloning pada manusia, dilarang.
c)      Theraupetic cloning (stem cell) dapat disetujui.
d)     Penelitian pada embrio manusia, sampai 14 hari pasca fertilisasi (pre-embrio), tidak termasuk periode sampai beku:
·         Diperbolehkan apabila tujuannya bermanfaat untuk kesehatan manusia.
·         Harus mendapat izin dari pemilik pre-embrio.
·         Harus disyahkan oleh komisi atau badan khusus yang mengatur hal tersebut.
·         Tidak boleh ditransfer ke dalam uterus, kecuali untuk mendapatkan outcome kehamilan yang lebih baik.
·         Tidak untuk tujuan komersial.

Etika teknologi reproduksi buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku Kode Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi dalam addendum 1, dalam buku tersebut terdapat penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi Koreksi Hasil Mukernas Etik Kedokteran III, April 2002. Untuk kepentingan kloning dijelaskan bahwa pada hakekatnya menolak kloning pada manusia, karena menurunkan harkat, derajat dan martabat manusia sampai setingkat bakteri, dst., Menghimbau ilmuwan khususnya kedokteran untuk tidak mempromosikan kloning pada manusia, mendorong agar ilmuwan tetap menggunakan teknologi kloning pada 1) sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan manusia untuk pembuatan zat antigen monoklonal, 2) sel atau jaringan hewan untuk penelitian klonasi organ, hal ini untuk melihat kemungkinan klonasi organ pada diri sendiri.


2.      Daftar Pustaka:

a.             Andersson, L., A. L. Archibald., M, Ashbuner., S, Audum., S, Bancodse., J, Bitguard, and J, Warwick. 1996. Comparative Genome Organization of Vertebate. The first International workshop on comparative genome Organization.  Mammalian Genome. 7:717-734.

b.            Anonim. Tanpa Tahun. Dampak Penggunaan Hasil Rekayasa Genetika. http://agorsiloku.wordspress.com.

c.      Barber, V. B., S, Aviv., A, Purnomo. 1997. Meluruskan Arah Pelestarian Kanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor,

d.      Huzaifah, H. Tanpa Tahun. Genetika Dasar. http://zaibio.wordpress.com.

e.             Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor. M-Brio Press.
7.      ASPEK SOSIAL DAN HUKUM



1.            Moral dan Etika Pengembangan dan Pemanfaatan Bioteknologi
Masalah yang dihadapi dunia dalam mengadaptasikan pengembangan bioteknologi terutama bioteknologi modern dapat dikelompokkan dalam empat masalah besar yaitu masalah etika, legal, sosial dan implikasi, yang mana istilah-istilah ini disingkat menjadi ELSI. Nilai moral dan etika pengembangan dan pemanfaatan bioteknologi sangat erat hubungannya dengan tanggung jawab para ilmuwan terkait rekayasa genetika sebagai implementasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. James Gustafson mengusulkan beberapa model terkait dengan tanggung jawab ilmuwan terhadap rekayasa genetika, yaitu:
a)      Para ilmuwan berhak untuk melakukan apa saja yang mungkin dapat dilakukan. Keingintahuan intelektual merupakan suatu nilai khusus dan juga naluri yang melekat pada manusia untuk memecahkan persoalan atau problema dalam hidup. Dalam model ini, batasan terletak pada tidak adanya kemampuan teknis.
b)      Para ilmuwan tidak berhak untuk mencampuri dalam alam. Larangan yang tegas itu didasarkan atas keyakinan bahwa alam itu suci atau anggapan bahwa setiap penelitian melanggar setiap sebuah batas yang ditetapkan oleh alam. Karena banyak orang yang tidak menggunakan prinsip ini secara absolut, maka prinsip ini dipahami sebagai dorongan kuat untuk mempraktekkan tangung jawab yang sudah ada sebelumnya.
c)      Ilmuwan tidak berhak mengubah ciri-ciri manusia yang khas. Model tanggung jawab ini menganggap intervensi dalam alam dibatasi oleh suatu faktor yang khusus, yaitu ciri-ciri manusia. Dengan demikian, bertentangan dengan model ke dua bahwa di sini orang dapat mencampuri alam tetapi yang menjadi pembatasnya adalah kodrat manusia bukan ketidaksanggupan teknis seperti dalam model pertama. Teknologi rekayasa genetika sebagai teknologi yang taat nilai di mana ada pihak-pihak tertentu yang mengintervensi perkembangan teknologi ini.
Model-model tersebut di atas sebagai contoh tanggungjawab para ilmuwan yang seharusnya dipahami dalam profesinya. Bukan untuk mengintervensi, namun model-model tersebut dapat dijadikan acuan untuk memahami alam dan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya sehingga ilmuwan dapat mengerti apa yang harus dilakukan dan bagaimana tanggapan masyarakat umum terhadap produk ilmunya.
Nilai-nilai sosial, budaya dan agama yang berlaku di suatu masyarakat akan selalu mempengaruhi manfaat suatu teknologi oleh masyarakat tersebut. Sebaliknya, teknologi tersebut juga dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pandangan dan nilai, serta sampai batas tertentu juga berpengaruh pada budaya masyarakat pemakainya. Adakalanya saling menunjang dan bahkan saling berbenturan, apalagi jika sudah menyangkut diri manusia itu sendiri.
Perkembangan teknologi tidak akan dapat dihentikan, karena selain perkembangan sains yang begitu pesat, teknologi itu sendiri menjadi kebutuhan manusia karena hasil-hasil yang dicapainya sangat bermanfaat bagi peningkatan mutu hidup manusia. Agar teknologi tersebut tidak menjadi liar yang tentunya berimplikasi pada pelecehan martabat kemanusiaan dan nilai-nilai religius, maka perlu pengawasan melalui nilai-nilai etika. Etika di sini dapat diartikan sebagai kesadaran moral manusia untuk senantiasa mendasari setiap tindakan teknologinya dengan nilai-nilai atau kesadaran filter dalam setiap gagasan yang dicoba untuk dikembangkan. Oleh karena itu etika dapat dijadikan sebagai suatu penuntun dan pengendali dalam pengembangan teknologi tersebut. Terdapat dua pandangan berbeda terkait dengan etika tersebut yaitu:
a)      Pandangan yang menganggap bahwa etika tidak boleh terpengaruh pada perkembangan teknologi, dan
b)      Pandangan yang menganggap bahwa etika harus berkembang dan perubahannya disesuaikan dengan laju perkembangan teknologi.
Kedua pandangan ini sangat jelas belum menunjukkan fungsi etika itu sendiri secara hakiki sebagai pengendali dan penuntun, karena pandangan pertama menganggap bahwa etika menjadi sesuatu aturan yang kaku dan teknologi tidak akan pernah berkembang. Sebaliknya, pandangan kedua justru dapat mengabaikan makna etika itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka perlu suatu pandangan alternatif sebagai suatu pandangan yang menggabungkan kedua pandangan tersebut di atas dengan bertolak pada dua prinsip yaitu:
a)      Etika mampu mengantisipasi perkembangan teknologi, dan
b)      Etika tetap berlandaskan pada nilai idealnya.
Etika alternatif inilah yang dapat dijadikan pijakan dalam pengembangan teknologi khususnya bioteknologi, karena bagaimanapun juga bioteknologi tidak terlepas dari tanggung jawab manusia sebagai perilaku sekaligus makhluk etis. Oleh karena itu, refleksi etis terhadap apa yang sedang dilakukan manusia menjadi sangat diperlukan dan manusia hendaknya dapat merefleksikan prinsipnya sendiri dalam seluruh aktivitasnya.
Bioetika merupakan suatu kajian  yang berisi tentang pengaruh moral dan etika sosial terkait teknik-teknik yang dikembangkan oleh bioteknologi sebagaimana halnya yang banyak mengundang kontroversial dewasa ini. Dengan demikian bioetika merupakan penuntun terhadap etika yang berciri menampung segala pemikiran dan aliran tentang kehidupan, yang bersumber pada kala, budi, filsafat, agama, tradisi tanpa harus terikat dengan agama tertentu.
Secara ideal, bioetika mempunyai kekuatan untuk mengkritisi setiap perkembangan ilmu pengetahuan terutama bioteknologi, namun pada saat yang sama bioetika tidak bersikap antipati sehingga tidak berkesan menghambat bahkan menghalangi laju perkembangan ilmu pengetahuan teknologi. Ilmu kedokteran dan bioteknologi berkembang dengan begitu sangat pesat. Kajian-kajian terhadapnya menghasilkan pandangan yang berbeda-beda sehingga tak mudah untuk memutuskan secara mutlak boleh atau tidak boleh, atau halal dan tidak halal suatu produk yang dikeluarkan. Misalnya pada cangkok organ tubuh atau penyisipan gen makhluk hidup lain yang tidak berkerabat dianggap telah melanggar hukum alam dan kurang dapat diterima oleh masyarakat. Pemindahan gen manusia ke dalam tubuh hewan dan sebaliknya sudah mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Permasalahan produk-produk transgenik tidak berlabel, membawa konsekuensi bagi kalangan agama tertentu terlebih lagi teknologi kloning yang akan dilakukan pada manusia. Namun demikian, masih banyak para ulama berbeda pendapat tentang masalah-masalah ini karena ada yang menolak tetapi ada pula yang menerimanya.
Selain masalah di atas, terjadi juga pro dan kontra terhadap penggunaan tanaman transgenik misalnya pada kapas transgenik. Pihak yang pro, terutama mereka sebagai petinggi dan wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas transgenik sebagai mimpi yang menjadi kenyataan, sedangkan pihak yang kontra sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik.
Tidak saja kapas tetapi penggunaan jagung yang telah direkayasa genetik untuk keperluan pakan unggas juga menjadi kontroversi. Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas akan mengandung genetically modified organism (GMO). Masalah lain yang menjadi kekhawatiran  berbagai pihak adalah potensinya dalam mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung di alam bebas dapat menyerbuki gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang sulit dibasmi. Sebaliknya mereka yang pro mengatakan bahwa dengan jagung yang dihasilkan dengan rekayasa genetik mempunyai kualitas yang hebat, kebal terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida.

2.            Legalitas (Payung Hukum) Pengembangan dan Pemanfaatan Bioteknologi
Dalam beberapa tahun mendatang nampaknya perkembangan bioteknologi lebih meningkat lagi dengan pesatnya, namun resiko terhadap lingkungan hidup masih belum diketahui secara pasti mengingat hal ini masih tergolong baru. Berbagai perangkat hukum dan kelembagaan yang menangani masalah bioteknologi masih sangat terbatas. Peraturan hukum internasional serta lembaga internasional yang khusus mengatur masalah bioteknologi belum memadai dan hukum nasional di berbagai negara masih menerapkan kebijakan yang berbeda-beda. Perbedaan ini akibat dari adanya arus informasi yang menyangkut bidang bioteknologi masih sangat terbatas diterima terutama oleh sebagian  besar negara-negara berkembang.
Dalam perkembangannya, bioteknologi juga memiliki resiko yang cukup tinggi. Ketidakjelasan serta belum mampunya ilmu pengetahuan untuk mengetahui dan mengatasi resiko yang terjadi, menyebabkan bioteknologi dapat menimbulkan dampak yang berbahaya. Resiko timbulnya industri bioteknologi umumnya terjadi pada kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Karena itu, prinsip-prinsip dalam hukum internasional mengenai pembangunan berkelanjutan (International Law of Sustainable Development) yang diantaranya adalah prinsip kehati-hatian, prinsip pencegahan, prinsip pertukaran informasi nampaknya harus diterapkan dalam perkembangan bioteknologi modern. Hal ini menjadi rujukan dalam pengambilan kebijakan, mengingat seiring dengan berjalannya waktu maka terdapat banyak peluang yang menyebabkan bioteknologi berkembang meskipun juga banyak hambatan yang ditemui dalam proses perkembangan tersebut. Peluang dan hambatan yang dihadapi terkait perkembangan bioteknologi meliputi aspek teknis  dan aspek hukum. Peluang dan hambatan tersebut adalah:
a.            Peluang pada aspek teknik adalah:
a)      Pengembangan peta genom untuk tanaman dan hewan.
b)      Pengembangan tanaman dan hewan sebagai pangan yang tahan dan mampu beradaptasi pada perubahan iklim.
c)      Pengembangan bioteknologi yang lebih efektif dalam upaya penyerapan gas-gas rumah kaca (GRK) melalui tanaman.
d)     Pengembangan mikroorganisme hasil rekayasa genetika yang mampu menyerap GRK.
e)      Pengembangan tanaman-tanaman melalui rekayasa genetika agar tercapai produktivitas yang tinggi.
f)       Mengatasi dampak yang muncul dari kegiatan pertanian, peternakan yang terpengaruh akibat perubahan iklim dengan memanfaatkan bioteknologi.
g)      Pengembangan bioteknologi yang didasarkan pada sumberdaya laut seperti upaya peningkatan penyerapan GRK di laut.
h)      Peningkatan peran lahan dan tanah sebagai bahan penyerap GRK melalui proses bioteknologi.
i)        Peningkatan percepatan pertumbuhan tanaman yang mampu menyerap GRK melalui proses bioteknologi.

b.            Hambatan pada aspek teknis adalah:
a)      Kebijakan teknis bioteknologi dan biosafety belum terharmonisasi.
b)      Isu-isu lintang bidang (Cross Cutting Issues) masih belum banyak dipahami dan dikaji lebih mendalam.
c)      Bioteknologi masih merupakan bidang baru dan banyak yang belum mengetahui dan menguasai.
d)     Mekanisme, prosedur dan tata cara di bidang bioteknologi yang terkait dengan perubahan iklim dan pangan serta bidang lainnya masih belum berkembang.
e)      Infrastruktur dan sumberdaya manusia masih sangat terbatas.
f)       Pendanaan belum disediakan secara memadai.
g)      Riset bioteknologi masih banyak yang belum dapat diaplikasikan dan masih sebatas publikasi.
h)      Pengetahuan dan kesadaran masyarakat dan semua pihak masih sangat rendah.

c.             Peluang pada aspek hukum lingkungan Internasional adalah:
a)      Beberapa perjanjian internasional telah memberikan peluang dalam menerapkan bioteknologi seperti UNCBD, Protokol Cartagena, UNFCCC, dll. Pada dasarnya ketentuan-ketentuan dalam perjanjian internasional tersebut telah meletakkan hak dan kewajiban pada negara-negara atau badan-badan internasional untuk mengembangkan kehidupan dan peradaban manusia agar menjadi lebih baik.
b)      Beberapa prinsip hukum yang telah digunakan dalam menerapkan bioteknologi. Terdapat peluang yang telah diberikan misalnya melalui prinsip kerjasama internasional, prinsip pertukaran informasi, prinsip pembagian keuntungan (benefit sharing), dll.
c)      Selama ini kebiasaan internasional terkait dengan pengembangan bioteknologi sudah berlangsung cukup lama dengan melakukan pertukaran sampel melalui syarat-syarat yang disepakati antar negara atau badan internasional.
d)     Pertukaran soft law seperti declaration, guidelines, action plan, dll, banyak memberikan pengaruh besar bagi perkembangan bioteknologi. Bahkan sebagian besar ketentuan mengenai bioteknologi masih berbentuk soft law.
e)      Isu-isu lintas bidang (cross cutting issues) telah berkembang menjadi norma/kaidah yang banyak diterima oleh negara-negara atau badan-badan internasional seperti koordinasi berbagai bidang perjanjian internasional melalui Multilateral Environmental Agreements (MEAs).

d.            Hambatan pada aspek hukum adalah:
a)      Perangkat hukum internasional di bidang bioteknologi masih berkembang namun belum memiliki kepastian (uncertanty) dikarenakan secara teknis sebagian masih menjadi perdebatan.
b)      Perangkat hukum nasional yang terkait bioteknologi, perubahan iklim dan ketahanan pangan juga belum berkembang dan masih terbatas pada penanganan bidang-bidang tertentu.
c)      Peraturan perundang-undangan yang ada belum banyak yang mengatur secara detail terutama untuk bioteknologi.
d)     Peraturan perundang-undangan masih banyak bersifat sektoral, belum banyak yang menyentuh kegiatan lintas bidang (cross cutting).
e)      Pengetahuan hukum tentang bioteknologi, perubahan iklim dan ketahanan pangan masih terbatas dan belum meluas.
f)       Kesadaran hukum masyarakat mengenai bidang-bidang baru seperti bioteknologi masih belum berkembang.
g)      Aparat hukum dan penegakan hukum masih sangat terbatas dalam memahami teknologi baru seperti bioteknologi.
h)      Pendanaan penelitian hukum terkait bidang-bidang baru seperti bioteknologi masih sangat rendah.

Mengingat aspek bioteknologi masih merupakan bidang baru meskipun peluang dan hambatan dalam perkembangannya ke depan tergolong terbentang luas, menyebabkan perangkat hukum dan kelembagaan yang menangani masalah bioteknologi masih sangat terbatas. Peraturan hukum internasional serta lembaga internasional yang khusus mengatur masalah bioteknologi belum memadai dan hukum nasional di berbagai negara masih menerapkan kebijakan yang berbeda-beda. Perbedaan ini diakibatkan oleh adanya arus informasi yang menyangkut bidang bioteknologi masih sangat terbatas diterima terutama oleh sebagian besar negara-negara berkembang.
Resiko yang menimbulkan dampak merugikan akibat penerapan dan perkembangan bioteknologi telah dibahas adalam forum international sejak negosiasi KKH tahun 1990. KKH mengatur ketentuan mengenai keamanan penerapan bioteknologi modern yaitu di dalam klausul Pasal 8 huruf (g), Pasal 17 dan Pasal 19 ayat (3 dan 4) yang mengamanatkan penetapan suatu Protokol di dalam KKH untuk mengatur pergerakan lintas batas, penanganan dan pemanfaatan OHMG sebagai produk bioteknologi modern.
Pada tahun 1992 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil, KKH diadopsi secara formal oleh negara-negara peserta KTT. Salah satu dokumen hasil KTT Bumi 1992 yaitu agenda 21 dan bioteknologi telah terprogram terutama dalam Bagian 2 Bab 16. Program bioteknologi ini meliputi 5 bidang program, yaitu:
a)      Meningkatkan ketersediaan pangan dan bahan mentah yang dapat diperbaharui,
b)      Meningkatkan kesehatan manusia,
c)      Meningkatkan perlindungan lingkungan,
d)     Meningkatkan keamanan dan mengembangkan mekanisme kerjasama internasional.
e)      Mengembangkan mekanisme yang memungkinkan untuk mengembangkan dan menerapkan bioteknologi yang berwawasan lingkungan.
Dalam beberapa peraturan regional yang masih bersifat soft law, negara-negara maju yang tergabung dalam OECD tahun 1986 pernah mengeluarkan guideline yang dinamakan OECD. Recombinant DNA Safety Consideration safety for Industrial, Agricultural and Environmental Application of Organisms derived by Recombinant DNA techniques. Tahun 1992 dikeluarkan juga Safety Considerations for Biotechnology yang di antaranya berisi penilaian keamanan pangan terhadap test Genetic Modified Organism (GMO). Namun khusus mengenai percobaan yang dilakukan terhadap hewan, Uni Eropa lebih maju dengan telah ditandatanganinya European Convention for the Proreaction of Vertebrat Animals Used for Experimental and Other Scientific Purpose tahun 1986 di kota Strabourg (Perancis). Konvensi Eropa ini berkaitan erat dengan produk soft law yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa yaitu Directive 86/609 on the Protection of Animal used experimental and other Scientific Purpose. Selain ini juga banyak persoalan baru diatur oleh peraturan ini seperti masalah hak patent, GMO serta bioteknologi untuk tujuan komersial. Pada tahun 1988 diusulkan kembali suatu draft directive mengenai paten terhadap makhluk hidup yang setelah 7 tahun menjadi perdebatan sengit.
Pada pertemuan di tahun 1986 menghasilkan suatu dokumen yang menyatakan bahwa undang-undang nasional tertentu yang tidak memberikan perlindungan hak paten pada tanaman, hewan serta proses hayati sudah merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Karena itu semua penemuan bioteknologi layak untuk mendapatkan perlindungan paten.
Mengenai masalah hak paten terhadap penemuan di bidang bioteknologi telah diatur Undang-undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten pada Pasal 7 yang menyatakan bahwa “ Paten tidak dapat diberikan untuk invensi tentang:
a)      proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas, agama, ketertiban umum atau kesusilaan,
b)      metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan,
c)      teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika, atau
d)     semua makhluk hidup, kecuali jasad renik,
e)      proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses mikrobiologis”.

Indonesia kaya akan sumberdaya alam baik yang hayati maupun non hayati. Salah satu kekayaan sumberdaya alam ini berupa plasma nutfah dan menjadi bahan penting untuk pengembangan di bidang bioteknologi. Di Indonesia, perangkat hukum di bidang bioteknologi selama ini masih tersebar dan bersifat sektoral. Status pengaturan bidang bioteknologi mulai nampak jelas dengan diratifikasinya Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention on Biological diversity/UNCBD) melalui Undang-undang No. 5 tahun 1994. Dalam pertimbangan persetujuan pengesahan konvensi bagian Penjelasan Umum sub Bab Manfaat Konvensi Butir 6 yang menyatakan: bahwa ‘salah satu manfaat pengesahan konvensi ini adalah pengembangan dan penanganan bioteknologi agar Indonesia tidak dijadikan ajang uji coba pelepasan GMO oleh negara-negara lain.”
Undang-undang No. 5 tahun 1994 secara tegas mengatur masalah bioteknologi yang dicantumkan dalam Pasal 2, Pasal 8 (g), Pasal 16 dan Pasal 19. Ketentuan ini umumnya menyangkut berbagai masalah seperti definisi, GMO, akses dan alih teknologi, kerjasama internasional dan perlunya pengaturan lebih lanjut melalui suatu protokol. Tindak lanjut dari UU ini adalah UU No. 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on Biosafety to the Convention on Biological Diversity. Sedangkan peraturan lainnya berupa UU atau Peraturan Pelaksanaan yang secara tidak langsung mengatur beberapa aspek di bidang bioteknologi. Dengan berpegang pada amanat yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut, para pihak konvensi mulai menegosiasikan Protokol tentang Keamanan Hayati sejak tahun 1995 hingga Protokol tersebut diadopsi pada tahun 2000 dalam sidang kelima Konferensi Para pihak (Converence of the Parties) KKH di Nairobi.
Protokol Cartagena adalah kesepakatan antara berbagai pihak yang mengatur tatacara gerakan lintas batas negara-negara (termasuk penanganan dan pemanfaatan), yang mana secara sengaja suatu organisme hidup yang dihasilkan oleh bioteknologi modern (OHMG) berpindah atau dipindahkan dari suatu negara ke negara lain oleh seseorang atau suatu badan. Tujuan dari Protokol Cartagena ini adalah untuk menjamin tingkat proteksi yang memadai dalam hal persinggahan (transit), penanganan dan pemanfaatan yang aman dari pergerakan lintas batas OHMG. Tingkat proteksi dilakukan untuk menghindari pengaruh merugikan terhadap kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, serta resiko terhadap kesehatan manusia.
Beberapa dasar pertimbangan pentingnya pengaturan lintas batas OHMG dengan protokol khusus tersebut adalah:
a)      Perlu pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) yang terkandung dalam Prinsip 15 Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Rio Declaration on Environment and Develipment).
b)      Menyadari pesatnya kemajuan bioteknologi modern dan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap potensi pengaruhnya yang merugikan terhadap keanekaragaman hayati, dan juga mempertimbangkan resikonya terhadap manusia,
c)      Mengakui bahwa teknologi memiliki potensi yang besar bagi kesejahteraan umat manusia jika dikembangkan dan dipergunakan dengan perlakuan yang aman bagi lingkungan hidup dan kesehatan manusia,
d)     Mengakui bahwa sangat pentingnya pusat-pusat alami (Centre of origin) dan keanekaragaman genetik (Centre of Genetic Diversity) bagi umat mnausia,
e)      Mempertimbangkan terbatasnya kemampuan banyak negara, khususnya negara-negara sedang berkembang, untuk dapat menangani sifat dan skala resiko potensial dan resiko yang telah diketahui dari OHMG.

Dengan berbagai pertimbangan di atas dan mengingat Indonesia sebagai salah satu dari negara yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, maka pada tanggal 16 Agustus 2004 Indonesia telah meratifikasi Protokol Cartagena melalui UU No. 21 tentang Pengesahan Cartagena Protocol  on Biosafety to the Convention  on Biological Diversity (Protokol Catrtagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi tentang Keanekeragaman Hayati). Negara-negara yang telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Cartagena  disebut Para Pihak dan sampai saat ini telah berjumlah 134 negara.
Melalui pengesahan Protokol Cartagena ini Indonesia memperoleh manfaatnya dengan cara mengadopsi Protokol tersebut sebagai hukum nasional untuk dijabarkan dalam kerangka peraturan dan kelembagan sehingga dapat:
a)      Mengakses informasi mengenai OHMG,
b)      Meningkatkan pelestarian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan,
c)      Memperoleh manfaat secara optimal dari penggunaan bioteknologi modern secara aman yang tidak merugikan keanekaagaman hayati dan kesehatan manusia,
d)     Memperkuat landasan pengawasan perpindahan lintas batas OHMG mengingat Indonesia memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia yang berpotensi sebagai tempat keluar dan masuknya OHMG secara ilegal,
e)      Mempersiapkan kapasitas daerah untuk berperan aktif dalam melakukan pengawasan dan pengambilan keputusan atas perpindahan lintas batas OHMG,
f)        Mewujudkan kerja sama antar negara di bidang tanggap darurat untuk menanggulangi bahaya yang terjadi akibat perpindahan lintas batas OHMG yang tidak disengaja,
g)      Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang keamanan hayati baik di pusat maupun di daerah,
h)      Memperkuat koordinasi nasional dan daerah khususnya pemahaman secara lebih komprehensif bagi seluruh lembaga pemerintahan terkait terhadap lalu lintas OHMG yang merugikan bagian atau komponen keanekaragaman hayati Indonesia. Koordinasi juga mencakup perwakilan Republik Indonesia di luar negeri sebagai bagian terdepan dan jembatan bagi lalu lintas informasi mengenai perkembangan bioteknologi.
i)        Menggalang kerja sama  internasional untuk mencegah perdagangan produk OHMG.
Protokol Cartagena disusun berdasarkan pada prinsip kehati-hatian (Precautionary appoach) sebagaimana tercantum dalam prinsip ke-15 Deklarasi Rio yang berarti bila terdapat ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat dipulihkan, kekurangan  ilmu pengetahuan seharusnya tidak dipakai sebagai alasan untuk mencegah kerusakan lingkungan. Ruang lingkup Protokol ini meliputi perpindahan lintas batas, persinggahan, penanganan dan pemanfaatan semua OHMG yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati. Dalam pengaturan Protokol, OHMG dikategorikan menjadi tiga jenis pemanfaatan yaitu OHMG yang diintroduksikan ke lingkungan, OHMG yang ditujukan untuk pemanfaatan langsung sebagai pangan atau pakan atau untuk pengolahan, dan OHMG untuk pemanfaatan terbatas (penelitian).
Protokol Cartagena terdiri atas 40 pasal dan 3 Lampiran dengan materi-materi pokok yang terkandung didalamnya mengenai hal-hal berikut:
a)      Persetujuan Pemberitahuan Terlebih Dahulu (Advance Informed Agreements). Persetujuan ini merupakan prosedur yang harus diterapkan oleh para Pihak yang melakukan perpindahan lintas batas  OHMG yang sengaja diintroduksi ke dalam lingkungan oleh pihak pengimport pada saat pengapalan pertama dengan tujuan untuk memastikan bahwa Negara penerima mempunyai kesempatan dan kapasitas untuk mengkaji resiko OHMG.
b)      Prosedur Pemanfaatan OHMG secara Langsung. Prosedur ini berlaku untuk OHMG yang akan dimanfaatkan langsung sebagai pangan, pakan atau pengolahan, dengan ketentuan bahwa pihak Pengambil Keputusan (Pihak Pengimport) wajib memberi informasi sekurang-kurangnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II kepada Balai Kliring Keamanan Hayati (Biosafety Clearing House) dalam waktu 15 hari setelah keputusan diambil, sesuai dengan peraturan nasional yang konsisten dengan tujuan protokol.
c)      Kajian Resiko (Risk Assessment). Kajian resiko ini merupakan penerapan prinsip kehati-hatian yang dilakukan untuk mengambil keputusan masuknya OHMG yang akan diintroduksi ke lingkungan. Kajian resiko harus didasarkan pada kelengkapan informasi minimum di dalam notifikasi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan bukti ilmiah lain untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi kemungkinan dampak yang ditimbulkan OHMG terhadap konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan juga resiko terhadap kesehatan manusia.
d)     Managemen Resiko (Ris Management). Managemen resiko merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan kajian resiko yang mencakup penetapan mekanisme, langkah dan strategi yang tepat untuk mengatur, mengelola dan mengendalikan resiko yang diidentifikasi dalam kajian resiko. Kewajiban yang timbul dari penerapan managemen resiko kepada Para Pihak ini adalah untuk menetapkan dan mengimplementasikan suatu sistem peraturan beserta kapasitas yang cukup untuk mengelola dan mengendalikan resiko tersebut.
e)      Perpindahan Lintas Batas Tidak Disengaja dan Langkah-langah Darurat (Emergency Measures).  Perpindahan lintas batas tidak disengaja adalah perpindahan OHMG yang terjadi di luar kesepakatan Pihak Pengimport dan Pihat Pengeksport. Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah melalui notifikasi kepada Balai Kliring Keamanan Hayati (Biosafety Clearing House) apabila kemungkinan terjadi kecelakaan dan memberitahukan titik kontak yang dapat dihubungi serta berkonsultasi dengan Pihak yang mungkin dirugikan atas setiap pelepasan OHMG.
f)       Penanganan, Pengangkutan, Pengemasan dan Pemanfaatan. Pengaturan masalah penanganan, pengangkutan, pengemasan dan pemanfaatan OHMG merupakan bagian dari upaya menjamin keamanan pengembangan  OHMG sesuai dengan persyaratan Standard International.
g)      Balai Kliring Keamanan Hayati (Biosafety Clearing House). Badan ini dibentuk oleh Para Pihak berdasarkan Pasal 22 Protokol Cartagena untuk memfasilitasi  pertukaran informasi di bidang ilmiah, teknis, lingkungan hidup, dan peraturan mengenai OHMG, hasil keputusan AIA dalam melaksanakan Protokol.
h)      Pengembangan Kapasitas Untuk mengembangkan dan memperkuat sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan Negara berkembang dalam melaksanakan Protokol Cartagena. Pasal 22 Protokol Cartagena mengatur pengembangan kapasitas yang mewajibkan kerja sama dengan mempertimbangkan kebutuhan, kondisi serta kemampuan Negara berkembang dan Negara yang mengalami transisi ekonomi. Bantuan kerja sama dapat berupa pelatihan ilmiah dan teknis, alih teknologi dan keterampilan serta bantuan keuangan.
i)        Kewajiban Para Pihak Kepada Masyarakat. Protokol mewajibkan Para Pihak untuk:
·         Meningkatkan dan memfasilitasi kesadaran, pendidikan dan partisipasi masyarakat berkenaan dengan pemindahan, penanganan dan penggunaan OHMG secara aman,
·         Menjamin agar masyarakat mendapat akses informasi OHMG,
·         Melakukan konsultasi dengan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan menyediakan hasil keputusan kepada masyarakat.

3.            Daftar Pustaka:

a.       Anonim. 2008. Etika  dan Moral dalam Teknologi Sekarang Ini. http://michaelwangsa.wordspress.com/2008/10/14/etika-dan-moral-dalam-teknologi-sekarang-ini/.

b.      ----------. 2010. Etika  dan Moral Penggunaan dalam Teknologi Informasi dan Komunikasi. http://hadilucu.blogspot.com/2010/05/etika-dan-moral-penggunaan-teknologi/.

c.       Biotek/95439-uu_nomor_21_tahun_2004. htm

d.      Biotek/Cartagena_Protokol_Ratification_Law_ID.htm.

e.       Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor: M-Brio Press.

1 komentar: