1. SEJARAH PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI
1.
Pendahuluan
Bioteknologi
merupakan salah satu bentuk perkembangan ilmu biologi yang bekerja dalam
cakupan dan kajian pemanfaatan oganisme terkait dengan pendayagunaan teknik-teknik
tertentu guna menghasilkan suatu produk. Bioteknologi adalah cabang ilmu yang
mempelajari pemanfaatan makhluk hidup maupun produk dari makhluk hidup (enzim, dan
alkohol) dalam suatu proses yang memproduksi barang dan jasa. Bioteknologi
secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi
teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu
organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada
organisme tersebut.
Perkembangan
bioteknologi bergerak seiring dengan meningkatnya
kesadaran manusia atas pentingnya pemanfaatan prinsip-prinsip teknologi
terintegrasi dengan pemanfaatan mikroorganisme dalam menghasilkan suatu produk.
Penerapan teknologi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang sangat
pesat dan terdesak terutama yang terkait dengan produk-produk primer yaitu
dalam bidang budidaya, kesehatan maupun bidang pangan dan bidang-bidang
lainnya.
Sejak
ditemukannya teknik-teknik pemanfaatan mikroorganisme dan derivatnya, manusia
dalam perkembangan sejarah dan budayanya telah mulai melakukan intervensi
perlakuan yang sangat pesat dalam bidang kajian bioteknologi, yang berkembang
seiring dengan tingkat pemahaman dan penguasaan ilmu rekayasa yang semakin
canggih. Hal ini terbukti dari perkembangan teknik-teknik yang menghasilkan
produk yang dihasilkan dari pemanfaatan mikroorganisme tersebut mulai dari
bentuk yang paling sederhana sejak ribuan tahun silam hingga perkembangannya
yang semakin sempurna dalam perekayasaaan sel dan gen saat ini.
Manusia yang
hidup pada zaman modern sekarang ini telah banyak menikmati dan merasakan
manfaat yang sangat besar dari produk-produk bioteknologi yang dihasilkan.
Mulai dari peningkatan produksi pangan, peningkatan produk obat-obatan seperti
insulin dan antibiotika, hingga pada upaya menghasilkan bahan bakar alternatif
yang sedang dikembangkan dalam bentuk biofuel dan bioetanol. Seiring dengan
bergeraknya waktu, para ahli telah banyak melakukan penelitian dan terobosan
yang menyebabkan bioteknologi tersebut telah banyak mengalami perkembangan.
Perkembangan bioteknologi telah melalui beberapa tahapan mulai dari
bioteknologi konvensional sampai dengan bioteknologi modern.
2.
Pengertian Bioteknologi
Bioteknologi berasal dari bahasa latin
yaitu ‘bio’ yang berarti makhluk hidup, ‘teknos’ berarti penerapan dan ‘logos’
artinya ilmu. Berdasarkan padanan kata tersebut
bioteknologi dapat diartikan sebagai cabang biologi yang mempelajari penggunaan
organisme dengan bantuan teknologi untuk memproduksi/menyediakan barang atau
jasa bagi kepentingan manusia. The
European Federation of Biotechnology (1989) mendefinisikan bioteknologi
sebagai perpaduan dari ilmu pengetahuan alam dan ilmu rekayasa yang bertujuan
meningkatkan aplikasi organisme hidup, sel bagian dari organisme hidup, dan
atau analog molekuler untuk menghasilkan produk dan jasa.
Bioteknologi adalah suatu teknik modern
untuk mengubah bahan mentah melalui transformasi biologi sehingga menjadi
produk yang berguna. Supriatna (1992) memberi batasan tentang arti bioteknologi
secara lebih lengkap, yakni pemanfaatan prinsip-prinsip ilmiah dan perekayasaan
terhadap organisme, sistem atau proses biologis untuk menghasilkan dan atau
meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi
kepentingan hidup manusia.
Bioteknologi merupakan suatu disiplin ilmu
yang mengggabungkan beberapa cabang ilmu pengetahuan lainnya seperti
mikrobiologi, biokimia, genetika, ilmu fisika, dll, yang digunakan dengan
menerapkan teknik-teknik tertentu melalui penggunaan mikroorganisme (jamur,
bakteri, virus) atau sel-sel jaringan yang dibiakkan maupun produk dari makhluk
hidup itu (hormon dan enzim) untuk menghasilkan produk yang bermanfaat atau
menaikkan nilai tambah suatu produk. Pada hakekatnya bioteknologi memanfaatkan
organisme hidup dan komponennya dalam kepentingan berbagai bidang di antaranya
pertanian, pangan, kesehatan, proses industri, dll.
3.
Sejarah Perkembangan Bioteknologi
Sejarah perkembangan bioteknologi dapat diuraikan dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1.1. Perkembangan
bioteknologi dari tahun ke tahun.
Aktivitas Terkait Bioteknologi
|
Tahun
|
Pengumpulan benih untuk ditanam kembali.
Bukti bahwa bangsa Babilon, Mesir dan Romawi melakukan praktek
pengembangbiakan selektif (seleksi artifisial) untuk meningkatkan kualitas
ternak.
|
8000 sm
|
Pembuatan bir, fermentasi anggur, membuat
roti dengan bantuan ragi.
|
6000 sm
|
Bangsa Tionghoa membuat yoghurt dan keju
dengan bakteri asam laktat
|
4000 sm
|
Pengumpulan tumbuhan di seluruh dunia
|
1500
|
Penemuan sel oleh Robert Hooke (Inggris)
atas bantuan mikroskop
|
1665
|
Nikolai I. Vavilov melakukan penelitian
secara komprehensif tentang
pengembangbiakan hewan
|
1800
|
Penemuan mikroorganisme
|
1880
|
Gregor Mendel mengawali genetika tumbuhan rekombinan
|
1856
|
Gregor Mendel menemukan hukum-hukum dalam
penyampaian sifat induk keturunannya.
|
1865
|
Karl Ereky (Insinyur Hongaria) orang pertama
menggunakan istilah bioteknologi
|
1919
|
Peneliti AS berhasil menemukan enzim restriksi yang digunakan untuk pemotongan gen
|
1970
|
Metode produksi antibodi monoklonal dikembangkan oleh Kohler dan
Milstein.
|
1975
|
Para peneliti AS berhasil membuat insulin dengan menggunakan bakteri
yang terdapat pada usus besar.
|
1978
|
FDA menyetujui makanan GM pertama dari Calgene tomat “flavor saver”.
|
1992
|
Perampungan Human Genome Project
|
2000
|
Bioteknologi
sederhana sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh di bidang
teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah diterapkan
sejak abad ke-19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru
di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang
kedokteran, penerapan bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan
penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin walaupun masih dalam jumlah terbatas
akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi
setelah penemuan bioreaktor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi
antibiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Pada masa ini,
bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di negara-negara maju. Kemajuan
ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi seperti rekayasa
genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan, pengembangbiakkan sel induk,
kloning, dll. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan
penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang selama ini belum dapat
disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel
induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang
mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh
seperti sediakala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa
genetika, kultur jaringan dan DNA rekombinan, dapat dihasilkan tanaman dengan
sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih tinggi, lebih tahan
terhadap hama penyakit atau tekanan lingkungan dibandingkan tanaman biasa.
Penerapan
bioteknologi di masa sekarang juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan
hidup dan polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke
laut dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik (racun) di sungai atau laut dapat
dilakukan oleh bakteri. Kemajuan di bidang teknologi tidak terlepas dari
berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh
teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat
kecaman dari bermacam-macam golongan.
4.
Perkembangan Bioteknologi
Perkembangan
bioteknologi dapat dibagi dalam beberapa era yang meliputi:
a.
Era bioteknologi generasi
pertama/bioteknologi sederhana.
Penggunaan
mikroba masih secara tradisional dalam produksi makanan dan tanaman serta
pengawetan makanan. Contoh pembuatan tempe, tape, cuka, dll.
b. Era bioteknologi generasi
ke dua. Proses berlangsung dalam keadaan tidak steril. Contoh produksi bahan
kimia (aseton, asam sitrat), pengolahan air limbah dan pembuatan kompos.
c. Era bioteknologi generasi
ke tiga. Proses dalam kondisi steril. Contoh produksi antibiotik dan hormon.
d.
Era bioteknologi generasi baru.
Contoh produksi insulin, interferon, antibodi monoklonal.
Dalam
perkembangannya, bioteknologi dapat dibagi atas:
a.
Bioteknologi Konvensional
Bioteknologi
konvensional adalah bioteknologi yang mengandalkan jasa mikroba untuk
menghasilkan produk yang dibutuhkan manusia melalui proses fermentasi (proses
peragian). Di dalam pemanfaatan mikroba ini, manusia tidak melakukan manipulasi
atau proses rekayasa. Manusia hanya menciptakan kondisi dan bahan makanan yang
cocok bagi mikroba untuk berkembang secara optimal. Proses yang dibantu
mikroorganisme misalnya fermentasi yang hasilnya antara lain tempe, tape,
kecap, dll. Belum dikenal adanya pemanfaatan enzim yang merupakan salah satu
ciri khas yang membedakan bioteknologi konvensional dari bioteknologi modern.
Aplikasi
bioteknologi konvensional meliputi beberapa aspek, di antaranya:
1.
Pangan
Beberapa contoh
bioteknologi tradisional di bidang pangan misalnya tempe dibuat dari kedelai
menggunakan jamur Rhizopus, tape
dibuat dari ketela pohon atau pisang dengan menggunakan khamir Saccharomyces cereviceae, keju dan
yoghurt dibuat dari susu sapi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus.
2.
Pertanian
Beberapa contoh
bioteknologi tradisional dalam bidang pertanian, adalah:
1). Hidroponik, merupakan cara bercocok tanam
tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman.
2). Penyeleksian tanaman jenis mustard alami oleh
manusia, menghasilkan tanaman, kolabri, brokoli, kubis dan kembang kol.
3.
Peternakan
Bioteknologi di
bidang peternakan misalnya pada domba ankon
yang merupakan domba berkaki pendek dan bangkok, sebagai hasil mutasi alami
dari sapi Jersey yang diseleksi oleh
manusia agar menghasilkan susu dengan kandungan krim lebih banyak.
4.
Kesehatan dan pengobatan
Beberapa contoh
bioteknologi di bidang pengobatan misalnya antibiotik penisilin yang digunakan
untuk pengobatan, diisolasi dari bakteri dan jamur. Vaksin merupakan
mikroorganisme yang toksinnya telah dimatikan dan bermanfaat untuk meningkatkan
imunitas.
b.
Bioteknologi Modern
Bioteknologi
modern diawali sejak Stanley dari Stanford University dan Herbert dari
University of California pada tahun 1973 dapat menggabungkan gen katak ke genom
bakteri (rekombinan DNA atau rekayasa genetika). Pada era ini juga terdapat
penemuan enzim endonuklease restriksi oleh Dussix dan Boyer. Dengan adanya
enzim tersebut memungkinkan para ahli dapat memotong ADN pada posisi tertentu,
mengisolasi gen dari kromosom suatu organisme, dan menyisipkan potongan ADN
lain (dikenal dengan teknik ADN rekombinan).
Setelah penemuan
enzim endonuklease restriksi, penemuan selanjutnya adalah adanya program bahan
bakar alkohol dari Brazil, dan teknologi hibridoma yang menghasilkan antibodi
monoklonal (1976), serta diberikan izin untuk memasarkan produk jamur yang
dapat dikonsumsi manusia kepada Rank Hovis Mc. Dougall (1980). Peran teknologi
rekayasa genetika pada era ini semakin terasa dengan diizinkannya penggunaan
insulin hasil percobaan rekayasa genetik untuk pengobatan penyakit diabetes di
Amerika Serikat pada tahun 1982. Insulin buatan tersebut diproduksi oleh
perusahaan Eli Lily dan Company. Hingga saat ini, penelitian dan penemuan yang
berhubungan dengan rekayasa genetik terus dilakukan. Misalnya dihasilkannya
organisme transgenik melalui hasil penelitian genom makhluk hidup.
Pada era
bioteknologi modern, terbuka kesempatan untuk menghasilkan varietas baru
tanaman dan hewan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan metode
pemuliaan konvensional. Bioteknologi modern tidak terlepas dengan aplikasi
metode-metode mutakhir bioteknologi (current
methods of biotechnology) seperti rekayasa genetika dan kultur jaringan.
a)
Rekayasa genetika
Rekayasa genetika
disebut juga pencangkokan gen atau rekombinasi DNA yang merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk
menghasilkan makhluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Dalam rekayasa
genetika, digunakan DNA untuk menggabungkan sifat-sifat makhluk hidup. Prinsip
dasar kerja tersebut adalah karena DNA dari setiap makhluk hidup mempunyai
struktur yang sama, sehingga dapat direkombinasikan. Selanjutnya DNA tersebut
akan mengatur sifat-sifat makhluk hidup secara turun temurun. Pengubahan DNA
sel dapat dilakukan melalui banyak cara, misalnya melalui transplantasi inti,
fusi sel, teknologi plasmid dan rekombinasi DNA.
1)
Transplantasi inti
Transplantasi
inti adalah pemindahan inti dari suatu sel kepada sel lain agar diperoleh
individu baru dengan sifat yang sesuai dengan inti yang diterimanya.
Transplantasi inti pernah dilakukan terhadap sel katak. Inti sel yang
dipindahkan adalah inti dari sel-sel usus katak yang bersifat diploid. Inti sel
tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti, sehingga terbentuk ovum dengan
inti diploid. Setelah diberi inti baru, ovum membelah secara mitosis
berkali-kali sehingga terbentuklah morula yang berkembang menjadi blastula.
Blastula tersebut selanjutnya dipotong-potong menjadi banyak sel dan diambil
intinya. Kemudian inti-inti tersebut dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti yang
lain. Pada akhirnya terbentuk ovum berinti diploid dalam jumlah banyak.
Masing-masing ovum akan berkembang menjadi individu baru dengan sifat dan jenis
kelamin sama.
2)
Fusi sel
Fusi sel adalah
peleburan dua sel baik dari species yang sama maupun berbeda supaya terbentuk
sel bastar atau hibridoma. Fusi sel diawali oleh peleburan membran dua sel
serta diikuti oleh peleburan sitoplasma (plasmagoni) dan peleburan inti sel
(kariogani). Manfaat fusi sel, antara lain untuk pemetaan kromosom, membuat
antibodi monoklonal, dan membentuk species baru. Di dalam fusi sel diperlukan
adanya:
a.
Sel sumber gen (sumber sifat
ideal),
b.
Sel wadah (sel yang mampu membelah
cepat),
c.
Fusi gen (zat-zat yang mempercepat
fusi sel).
3)
Teknologi plasmid
Plasmid adalah
molekul DNA berbentuk sirkular yang terdapat di dalam sel bakteri. Plasmid
merupakan DNA nonkromosom. Jadi selain kromosom, di dalam sel terdapat pula
plasmid. Sifat-sifat yang dimiliki plasmid adalah:
a)
merupakan molekul DNA yang mengandung
gen tertentu,
b)
dapat memperbanyak diri melalui
proses replikasi,
c)
dapat berpindah ke sel bakteri
lain,
d)
sifat plasmid pada keturunan
bakteri sama dengan plasmid induk.
Berdasarkan
sifat-sifat tersebut di atas, plasmid digunakan sebagai vektor atau perintah
gen ke dalam sel target.
4)
Rekombinasi DNA
Suatu metode yang
digunakan untuk merekayasa genetik dengan cara menyisipkan (insert) gen yang dikehendaki ke dalam
suatu organisme. Rekombinasi DNA dapat dilakukan karena alasan-alasan berikut:
a)
Struktur DNA setiap species
makhluk hidup sama, dan
b)
DNA dapat disambungkan.
5)
Polymerase Chain Reaction (PCR) atau Reverse Transciption PCR (rT-PCR)
Merupakan metode
yang sangat efektif digunakan untuk mendeteksi dan menganalisis sekuen asam
nukleat. rT-PCR untuk memperbanyak (amplifikasi) rantai RNA menjadi DNA.
Tissue/cells
extracted
RNA/mRNA rT-PCR copy DNA (cDNA)
b)
Kultur jaringan
Kultur jaringan
merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperbanyak sel/jaringan yang
berasal dari jaringan asli (original)
tumbuhan atau hewan setelah terlebih dahulu mengalami pemisahan (disagregasi) secara mekanis atau kimiawi
(enzimatis) dan dilakukan secara in vitro.
Metode kultur jaringan merupakan pengembangan dari teori sel yaitu dengan
menumbuhkan sel atau sekumpulan sel
(jaringan) pada medium yang mengandung zat hara yang sesuai dengan kebutuhan
sel atau jaringan tanaman. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dan dipenuhi
adalah kondisi aseptik (sterilisasi tinggi) dan ketersediaan nutrisi cukup dan
seimbang untuk memenuhi semua kebutuhan sel tanaman.
5. Daftar Pustaka:
a.
Thieman., William, J. and Michael,
A. P. 2004. Introduction to Biotechnology. New York: Benjamin Cummings.
b.
Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor. M-Brio
Press.
2. BIOTEKNOLOGI
DAN BERBAGAI
PERMASALAHAN
MANUSIA
1.
Pendahuluan
Dalam era bioteknologi, pandangan
terhadap semua bidang ilmu adalah sederajat, karena sesungguhnya bioteknologi
adalah multisiplin ilmu. Tidak akan ada bioteknologi jika hanya bekerja sendiri
tanpa berpasangan dengan disiplin ilmu lain. Bioteknologi merupakan kumpulan
dari berbagai bidang keahlian yakni biokimia, mikrobiologi, biologi molekular
dan seluler, genetika, embriologi, immunologi, biologi reproduksi, ahli
komputer, dll. Semua orang yang menguasai bidang-bidang ilmu tersebut harus
dapat bekerja dalam satu tim untuk memecahkan masalah-masalah yang berkembang
secara bersama. Dengan demikian, aktivitas bioteknologi dapat dilakukan untuk
memberi nilai tambah bagi industri yang
telah memanfaatkan bioteknologi. Menghadapi pesatnya kemajuan bioteknologi ini,
tindakan apa sebenarnya yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak
negatif yang ditimbulkannya. Pengkajian mendalam melalui dasar-dasar
pengetahuan, penalaran, logika, moral, agama serta kriteria kebenarannya, tentu
akan sangat membantu menuntun kita pada tujuan pengembangan IPTEK yang sebenarnya.
Pada hakekatnya bioteknologi
merupakan upaya para ilmuwan untuk menemukan sesuatu baik barang maupun jasa dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan manusia melalui pemanfaatan mikroorganisme yang
dibantu dengan teknologi-teknologi tertentu. Sebenarnya, istilah bioteknologi
tidak harus dikaitkan dengan teknologi mutakhir dengan berbagai mesin canggih
tetapi dapat juga dikaitkan dengan teknologi yang telah digunakan masa lalu,
seperti halnya pemberian ragi pada kedelai yang sudah direbus sehingga menjadi
tempe, atau pembuatan manisan yang berasal dari buah-buahan.
Bioteknologi memiliki karakteristik
tertentu dalam hal kemungkinan transfer ciri-ciri organisme melalui proses
rekayasa biologi yang tidak terjadi secara alamiah. Masyarakat akan merasakan
manfaat secara maksimal jika bioteknologi dikembangkan dan diterapkan secara
bijaksana. Bioteknologi secara strategis berpotensi dan sangat penting untuk
berkontribusi dalam berbagai bidang yaitu pertanian, pangan, kesehatan,
sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Selaras dengan kemajuan peradaban,
bioteknologi dapat dijadikan tolok ukur perkembangan pemikiran manusia yang luar
biasa pesatnya saat ini. Berdasarkan hal tersebut timbullah pertanyaan apakah
benar semakin cerdas manusia berpikir maka makin pandai pula manusia menemukan
kebenaran dan makin baiklah perbuatannya? Terintegrasi dengan berbagai
perkembangan tersebut, maka penguasaan manusia
terhadap teknologi hendaknya menuntun perkembangan moral manusia itu
juga. Tanpa landasan moral, manusia yang sudah beranjak menjadi ilmuwan akan
mudah sekali tergelincir dalam melakukan prostitusi intelektual.
2.
Bioteknologi dalam Bidang Kesehatan
Aplikasi bioteknologi kedokteran
sudah lama diterapkan oleh manusia, hanya saja masih dalam bentuk konvensional.
Sebagai contoh, 100 tahun yang lalu hewan melata sejenis lintah pada umumnya
digunakan manusia untuk menyembuhkan penyakit dengan cara membiarkan lintah
tersebut menyedot darah pasien. Hal ini dipercaya dapat menghilangkan darah
yang sudah terjangkiti penyakit. Pada saat ini, telah ditemukan bahwa lintah
memiliki kelenjar saliva yang dapat memproduksi enzim yang mampu menghancurkan gumpalan darah.
Gumpalan darah tersebut jika tidak dihancurkan dapat menyebabkan strok dan
serangan jantung.
Penerapan
bioteknologi bidang kesehatan dalam kehidupan sehari-hari meliputi diagnosis, pengobatan
dan pencegahan penyakit. Bioteknologi
baik dari segi manipulasi gen ataupun rekayasa, keduanya dapat dimanfaatkan
untuk menyempurnakan cara-cara diagnosis, pengobatan dan pencegahan penyakit. Penggunaan rekayasa genetika atau teknik memanipulasikan DNA yaitu DNA
dari suatu organisme digabungkan kembali dengan DNA dari organisme lain dalam
sebuah tabung dan membentuk DNA rekombinan. Dengan jalan ini gen dari satu
bakteri dapat ditambahkan kepada bakteri lain untuk menggabungkan sifat-sifat
yang berguna dari kedua bakteri itu. Perkembangbiakan bakteri sangat cepat dan
waktu pembiakan sangat pendek yaitu kira-kira dua puluh menit. Hal demikian
berarti bahwa bakteri dapat dibiakkan dengan mudah dalam laboratorium sehingga
memungkinkan untuk memperoleh sejumlah besar gen yang telah dipindahkan kepada
bakteri. Cara ini cukup potensial untuk memproduksi vaksin secara besar-besaran.
Teknik memanipulasikan sel
mempunyai beberapa aspek yang berbeda ialah merubah isi bagian dalam sel,
menanam gen baru ke dalam sel atau menambah protein dan bahan-bahan lain untuk
melihat sifat-sifatnya. Jika sebuah sel (untuk
membuat suatu produk yang penting) tidak dapat berkembang cepat, kemudian sel
itu dilebur dengan sel lain di dalam kondisi laboratorium tertentu, maka suatu
bentuk hibrida mungkin diperoleh untuk membuat produk yang diperlukan. Teknik
hibrida ini menghasilkan antibodi monoklonal yang sangat berguna untuk
mengembangkan produk diagnostik, immuno terapetik dan uji kehamilan.
Pemanfaatan teknologi vaksin,
antibiotik, interferon, antibodi monoklonal dan pengobatan melalui terapi gen
telah lama diterapkan dalam dunia kedokteran. Penyakit diabetes yang pada
mulanya hanya dapat diobati dengan insulin yang berasal dari manusia, saat ini
insulin manusia tersebut telah berhasil diproduksi secara massal dengan
menggunakan perantara bakteri yang terdapat pada usus besar. Kemampuan bakteri
untuk memproduksi insulin manusia ini ditemukan oleh para ahli dengan cara
memasukkan dan mengintegrasikan gen yang menyandikan insulin manusia ke dalam
genom bakteri. Gambar 1 menampilkan proses produksi
insulin manusia melalui serangkaian rekayasa genetika.
Suatu terobosan baru telah dilakukan
di Colorado AS. Pasangan Jack dan Lisa melakukan program bayi tabung bukan
semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu donor bagi puterinya
Molly yang berusia 6 tahun yang sedang menderita penyakit fanconi anemia. Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum tulang belakang sebagai penghasil
darah, dan jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit leukimia. Satu-satunya
pengobatan adalah melakukan pencangkokan sumsum tulang dari saudara sekandung
tetapi yang menjadi permasalahan bahwa Molly adalah anak semata wayang.
Teknologi bayi tabung diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari
penyakit fanconi anemia. Melalui
teknik “Pra Implantasi Genetik Diagnosis” dapat dideteksi sebelumnya embrio-embrio yang membawa gen
fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1 embrio yang terbebas
dari gen fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio
lainnya dimusnahkan. Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000, dan beberapa jam
setelah lahir, diambillah sampel darah dari umbilical
cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan placenta) untuk
ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan
merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.
Gambar 2.1. Proses Produksi Insulin Manusia
dengan Rekayasa Genetika
3.
Bioteknologi dalam Bidang Pertanian
Beberapa produk bioteknologi di bidang
pertanian misalnya tanaman kedelai tengger dan kedelai hijau cumar yang berumur
pendek dengan produktivitas tinggi yang diperoleh dari radiasi seleksi
biji-biji kedelai. Bioteknologi yang diterapkan pada bidang pertanian adalah:
1)
Tumbuhan yang mampu mengikat
nitrogen
Nirrogen (N2) merupakan
unsur essensial dari protein DNA dan RNA. Pada tumbuhan polong-polongan sering
ditemukan nodul pada akarnya. Di dalam nodul tersebut terdapat bakteri Rhizobium yang dapat mengikat nitrogen
bebas dari udara, sehingga tumbuhan polong-polongan dapat mencukupi kebutuhan
nitrogennya sendiri. Dengan bioteknologi, para peneliti mencoba mengembangkan
agar bakteri Rhizobium dapat hidup di
dalam akar selain tumbuhan polong-polongan. Di samping itu juga, mereka
berupaya meningkatkan kemampuan bakteri dalam mengikat nitrogen. Kedua upaya di
atas dilakukan untuk mengurangi atau meniadakan penggunaan pupuk nitrogen an
organik yang sekarang ini banyak digunakan di lahan pertanian meskipun dapat
menimbulkan efek samping yang merugikan.
2)
Tumbuhan tahan hama
Tumbuhan yang tahan hama dapat
dibuat melalui rekayasa genetika dengan rekombinasi gen dan kultur sel. Perakitan tanaman yang resisten terhadap hama tertentu
dapat mengurangi secara signifikan penggunaan pestisida dan biaya perawatan.
Contoh tanaman transgenik yang resisten terhadap hama adalah jagung Bt dan kapas
Bt, yaitu tanaman yang telah memiliki gen Cry IA yang mematikan jenis
hama tertentu. Demikian halnya dengan tanaman kentang yang kebal
penyakit, diperlukan gen yang menentukan sifat kebal penyakit. Gen tersebut
kemudian disisipkan pada sel tanaman kentang. Sel tanaman kentang tersebut
kemudian ditumbuhkan menjadi tanaman kentang yang tahan penyakit dan
selanjutnya tanaman kentang tersebut dapat diperbanyak dan disebarluaskan.
Tanaman produk bioteknologi telah
diperdagangkan di berbagai negara. Tanaman hasil rekayasa genetika tersebut
menyerupai tanaman asalnya, tetapi memiliki sifat-sifat tertentu yang
menyebabkan tanaman tersebut lebih baik. Tanaman tersebut memberikan keuntungan
bagi petani dan konsumen. Petani memperoleh hasil yang lebih tinggi dan peningkatan
keleluasaan dalam pengelolaan tanaman, sedangkan konsumen memperoleh hasil yang
lebih menyehatkan antara lain penggunaan pestisida yang lebih sedikit dan
kandungan nutrisi tanaman yang lebih menyehatkan. Pertanian
organik merupakan salah satu sistem produksi pertanian yang holistik dan
terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara
alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas,
dan berkelanjutan. Salah satu produk pertanian organik Indonesia yang telah
diakui dan memiliki pasar international adalah kopi dan teh. Gayo Mountain
Coffee yang diproduksi oleh petani kopi di Aceh telah mendapatkan
sertifikasi dari Skal International dan telah diekspor ke negara Eropa,
Amerika, dan Jepang. Pada saat ini PT Astra Agro Lestari sedang menyiapkan
sistem pengelolaan kebun kelapa sawit secara organik.
Tanaman produk bioteknologi yang telah
disetujui untuk pangan merupakan tanaman yang dimodifikasi untuk memiliki
sifat-sifat seperti ketahanan terhadap penyakit, ketahanan terhadap herbisida,
perubahan kandungan nutrisi dan peningkatan daya simpan. Beberapa contoh
tanaman produk bioteknologi adalah:
a.
Golden Rice
Golden rice dikenal pada tahun 2001 yang
diharapkan dapat membantu penyakit kebutaan dan kematian akibat kekurangan
vitamin A dan zat besi. Vitamin A sangat penting untuk penglihatan, respon
kekebalan, perbaikan sel, pertumbuhan tulang, reproduksi, penting untuk
pertumbuhan embrionik dan regulasi pendewasaan gen.
Nama Golden rice diberikan karena butiran beras yang dihasilkan berwarna
kuning menyerupai emas. Rekayasa genetika merupakan metode yang digunakan untuk
memproduksi Golden rice karena tidak
ada plasma nutfah padi yang mampu mensintesis karotenoid. Berdasarkan pendekatan
transgenik, maka teknologi transformasi agrobacterium dapat dilakukan dan
informasi molekuler mengenai biosintesis karotenoid yang lengkap pada bakteri
dan tanaman menjadi tersedia. Para ahli telah
berhasil memasukkan dan mengekspresikan dua gen penting dalam pembentukan provitamin
A di dalam endosperma padi sehingga dihasilkan padi berwarna kuning karena
mengandung ß-Karoten dan dikenal dengan ” Golden Rice ”.
b.
Kedelai Biotek
Kedelai merupakan tanaman penghasil
minyak yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bijinya mengandung asam amino
esensial lebih tinggi dibanding dengan daging, sehingga merupakan tanaman
pangan yang sangat penting saat ini. Varietas kedelai toleran herbisida
mengandung gen yang memberikan ketahanan terhadap satu atau dua herbisida
berspektrum luas yang ramah lingkungan. Tanaman kedelai hasil modifikasi
genetika ini memberikan pengendalian gulma lebih baik dan mengurangi kerusakan
tanaman, serta meningkatkan efisiensi budi daya dengan optimalisasi hasil
melalui pemanfaatan lahan yang efisien, menghemat waktu tanam dan peningkatan
keleluasaan pergiliran tanaman. Penggunaan tanaman kedelai ini juga mendorong
adopsi sistem tanam tanpa olah tanah (TOT), yang merupakan bagian penting dari
konservasi lahan.
Tanaman hasil modifikasi genetika
mengandung asam oleat yang tinggi, yang merupakan asam lemak tak jenuh tunggal.
Menurut ahli gizi, lemak tak jenuh tunggal merupakan lemak yang lebih baik
dibanding lemak jenuh yang terdapat pada sapi, babi, keju dan produk ternak
lainnya. Minyak yang diproses dari tanaman kedelai ini sama seperti minyak
kacang tanah dan minyak zaitun. Kandungan asam oleat pada kedelai umumnya 24%,
namun kandungan asam oleat pada kedelai hasil modifikasi genetika melebihi 80%.
c.
Jagung Biotek
Jagung merupakan salah satu dari
tiga tanaman pangan utama. Jagung toleran herbisida menguntungkan petani
karena petani mendapat keleluasaan dalam
menggunakan herbisida tertentu untuk mengendalikan gulma yang merusak tanaman.
Jagung tahan hama ini dimodifikasi untuk mampu menghasilkan protein insektisida
yang biasa dihasilkan oleh mikroba tanah yang terdapat di alam (Bt), yang
memberikan perlindungan tanaman jagung sepanjang musim dari hama penggerek
jagung. Jagung Bt juga mengurangi kontaminasi toksin yang dihasilkan oleh
serangan jamur pada biji yang rusak.
d.
Kanola Biotek
Kanola merupakan variasi genetik
dari represeed yang dimodifikasi
untuk toleran terhadap herbisida. Kanola memiliki kadar laurat tinggi, dan
minyak yang diproses dari tanaman ini sama dengan minyak kelapa dan kelapa
sawit. Minyak kanola ini baru saja dijual pada industri pangan untuk digunakan
sebagai pelapis kembang gula coklat, pemutih kopi, campuran pelapis kue,
campuran penutup atas. Bahan ini juga digunakan dalam industri kosmetik. Kanola
asam oleat, mengandung asam oleat tinggi.
e.
Kapas Biotek
Kapas tahan hama menghasilkan suatu
protein yang memberikan perlindungan sepanjang musim tanam terhadap ulat
penggerek buah kapas. Kebutuhan pemberian insektisida tambahan untuk
pemberantasan hama dikurangi bahkan ditiadakan. Demikian halnya dengan kapas
toleran herbisida.
f.
Kentang Biotek
Tanaman pangan yang tidak kalah
pentingnya adalah kentang. Teknik bioteknologi yang telah banyak digunakan
dalam produksi kentang seperti teknik penyediaan bibit dan pemuliaan kentang
yang merupakan teknik rekayasa genetika untuk meningkatkan sifat-sifat unggul
kentang.
Teknik kultur jaringan digunakan
untuk menyediakan bibit dalam jumlah besar yang identik dengan induknya dan
untuk menghasilkan umbi mikro (mikrotuber).
Selain itu juga, kultur jaringan bermanfaat untuk preservasi in vitro, fusi protoplas dan membantu
dalam seleksi pada pemuliaan tanaman. Untuk mengatasi kendala utama produksi
kentang dari serangan penyakit yang tinggi adalah pemuliaan yang diarahkan pada
peningkatan ketahanan tanaman terhadap penyakit melalui teknik seleksi awal
dengan teknik in vitro atau melalui marker assisted breeding (MAS) atau
melalui pendekatan rekayasa genetika yaitu melalui fusi protoplas dan
transformasi genetik.
Contoh pemanfaatan teknik
transformasi agrobacterium pada tanaman kentang adalah dengan menyisipkan gen
dari spesies liar yaitu Rpi-blb, Rpi-blb2 yang dapat meningkatkan ketahanan
terhadap Phytopthora infestans.
Kentang tersebut diberi nama kultivar Kathadin. Contoh lain adalah kentang
dengan kandungan pati yang tinggi yang dapat menghasilkan kentang goreng dan
kripik kentang dengan kualitas lebih baik karena mengurangi serapan minyak
goreng. Kentang ini dirakit dengan rekayasa genetika dengan menginsert gen dari
bakteri ke kentang Russet Burbank. Gen tersebut dapat meningkatkan kandungan
pati umbi. Kentang tahan hama memberikan perlindungan tanaman terhadap kumbang
kembang Colorado. Beberapa varietas kentang juga telah dimodifikasi untuk
ketahanan terhadap virus daun menggulung dan virus Y kentang yaitu melalui
inokulasi vaksin pencegah virus tersebut.
g.
Squahs Biotek
Squash tahan virus, squash kuning
berleher panjang hasil modifikasi genetika memiliki ketahanan terhadap virus
mosaik semangka dan virus mosaik kuning zucchini.
Varietas baru ini memiliki protein selubung dari kedua virus tersebut.
h.
Pepaya Biotek
Pepaya tahan virus dikembangkan di
Hawaii, memiliki gen virus yang mengkode protein selubung dari virus bercak
cincin pepaya. Protein tersebut memberikan perlindungan tanaman pepaya terhadap
virus .
4. Bioteknologi dalam Bidang Industri
Bioteknologi industri adalah
aplikasi metode dan produk bioteknologi dalam skala luas (industri) yang di
antaranya dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati tanaman dan hewan. Beberapa
alasan mendasar pemanfaatan mikroorganisme pada kepentingan industri adalah:
(1) cepat berkembang biak, (2) memerlukan media pertumbuhan yang relatif murah,
dan (3) tidak memerlukan area/tempat produksi yang luas.
Terdapat mikroorganisme yang
memiliki sifat-sifat yang tidak normal misalnya tahan hidup dalam lingkungan
alam yang sangat ekstrim namun sangat berharga bagi suatu industri
bioteknologi. Contohnya Bacillus yang
diambil dari danau yang memiliki sifat air alkali (pH basa) dan rasanya pahit,
telah dimodifikasi untuk menciptakan suatu produk penghilang noda pada cucian
laundry yang dikenal sebagai Puradax. Industri besar lainnya
seperti industri petroleum BP yang melibatkan produksi bakteri exotic yang
mampu menjernihkan lubang-lubang sumur minyak dari pengeboran minyak.
Tabel
2.1. Senyawa yang Diproduksi oleh Mikroba yang
Direkayasa
No
|
Nama Senyawa
|
F u n g s
i
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Interferon
Interleukin 2 (dulu di kenal sebagai
faktor pertumbuhan T-sel).
Insulin
Hormon pertumbuhan
Aktivator plasminogen
Faktor nekrosis
tumor
Eritropoietik
Beta endorfins
Enzim
Vaksin protein
|
Melawan infeksi yang disebabkan oleh
virus, meningkatkan sistem kekebalan; mungkin efektif untuk melawan melanoma
(kanker kulit) dan beberapa bentuk leukimia; dapat membantu menyembuhkan
reumatik tulang.
Mengaktifkan sistem
kekebalan dan karena itu dapat membantu mengobati kanker dan kerusakan atau
gangguan sistem kekebalan.
Mengontrol
gejala-gejala sakit gula atau diabetes melitus.
Melawan kekerdilan
akibat ketidaknormalan kelenjar putiari (kelenjar endokrin di bawah otak);
juga meningkatkan penyembuhan.
Melarutkan
pembekuan darah, mengurangi kemungkinan “stroke” dan serangan jantung.
Menyerang dan
membunuh tumor (penyembuhan kanker).
Memacu produksi sel
darah merah dan dengan demikian dapat digunakan untuk melawan anemia.
Mengurangi rasa
sakit (nyeri). Merupakan morfin alami dalam tubuh.
Melakukan berbagai
macam pelayanan, dari menggerakan atau memacu reaksi-reaksi kimia untuk
industri sampai kepada penambahan enzim-enzim makanan (diet) manusia.
Memacu kekebalan
tubuh terhadap satu atau dua antigen patogen tanpa resiko yang berkaitan
dengan vaksin konvensional.
|
Industri Cargill Dow (AS) adalah
industri besar yang melibatkan khamir (yeast)
dan memodifikasinya untuk merubah gula jagung menjadi asam laktat. Proses ini
merupakan tahapan reaksi kimia kunci dalam pembuatan Nature Works PLA yaitu suatu bahan polimer yang dapat digunakan
untuk pembuatan segala jenis dan berbagai bentuk produk baru seperti kantung
pembungkus plastik ataupun fleece jacket. Nature work adalah suatu produk
plastik yang lebih mudah dan cepat terdegradasi secara biologis dibandingkan
plastik pada umumnya yang dikenal sebagai bahan yang sulit terdegradasi.
Lahirnya Cargill-Dow ditujukan
untuk menggunakan bakteri GMO yang dapat merubah gula
tanaman secara langsung menjadi polyhydroksil alkanoats (PHAs), suatu gugus
dari ecopolymerase yang ramah lingkungan misalnya untuk mentransfer atau
merubah jagung langsung menjadi plastik yang ramah lingkungan. Nature Work Pellet telah disuplai ke
industri Autobar yang memproduksi berbagai peralatan makan, gelas, piring,
sendok yang sekali pakai langsung dibuang (disposable) yang ramah lingkungan.
Pemanfaatan mikroorganisme berskala
industri juga telah beroperasi untuk memproduksi senyawa yang beraroma (bau
harum) dan penyedap rasa. Contohnya senyawa benzil alkohol diproduksi oleh Phellinus tremulus menimbulkan rasa
buah, senyawa sironelol oleh Tremetes
odorata penghasil bau mawar, senyawa geranial oleh Ceratocystis variospora penghasil bau mawar, senyawa
6-pentil-alphapiron oleh Trichoderma
viridae penghasil rasa kelapa, senyawa tetrametilpirazin oleh Corybacterium glutamicum penghasil rasa
kemiri, senyawa metifenilasetat oleh Tramates
odorata penghasil rasa madu, dll. Selain itu terdapat beberapa senyawa
penting untuk bidang kesehatan yang diproduksi oleh mikroba sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 2.1 di atas.
Selain beberapa
produksi dengan bahan baku mikroorganisme di atas, produksi lain yang tidak
kalah pentingnya adalah:
a) Protein
sel tunggal yaitu sel mikroba kering
seperti daging, bakteri, ragi, kapang, dan jamur tinggi
yang ditumbuhkan dalam kultur skala besar. Protein ini dikonsumsi manusia
atau hewan, karena berisi bahan nutrisi seperti karbohidrat, lemak,
vitamin dan mineral. Produksi protein sel
tunggal dapat melalui proses fotosintesis (untuk
mikroorganisme yang berklorofil), dapat pula melalui
fermentasi (mikroorganisme yang tidak berklorofil).
b) Produksi Protein Asing yang
diekstrak dari sel-sel
tubuh manusia dapat digunakan sebagai
antikanker dan antivirus, salah
satu diantaranya adalah interferon. Contoh
protein lain adalah
hormone pertumbuhan manusia.
c) Jasad renik juga mampu memproduksi
bahan kimia lainnya seperti asam amino,
protein enzim, vitamin,
asam lemak, pigmen atau polisakarida.
d) Produksi surfaktan adalah suatu
bahan yang bekerja mengemulsikan makanan atau bahan lain yang tidak larut dalam
air.
5. Bioteknologi dalam Bidang Lingkungan
Sejalan dengan perkembangan
bioteknologi, manusia mulai mengembangkan penggunaan mikroorganisme untuk
membantu melindungi lingkungan dari kerusakan atau gangguan lingkungan yang
serius, seperti kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari penyemprotan areal
pertanian dengan menggunakan pestisida. Rekayasa genetika diharapkan
dapat menghasilkan mikroba yang mampu membersihkan lingkungan yang tercemar
oleh limbah beracun. Banyak polutan beracun seperti senyawa-senyawa sintesis yang
baru, dimana mikroorganisme tidak mampu menghancurkan bahan-bahan kimia ini.
Akibatnya senyawa-senyawa tersebut terakumulasi atau mengumpul sampai ke
tingkat yang membahayakan lingkungan. Perekayasa genetika berusaha mempercepat
evolusi di laboratotium untuk mengembangkan bakteri yang dengan cepat dapat
menurunkan beberapa bentuk senyawa beracun. Mikroba-mikroba yang memiliki potensi untuk kepentingan ini misalnya Methanobacterium, Methanobacillus,
Methanosarcina, dan Methanococcus.
Aktivitas
mikroba juga dapat mengubah keasaman dan kandungan oksigen tanah dan air, merubah
sifat kimia logam dan menyediakan bahan nutrisi bagi tumbuhan. Karena
produktivitas suatu ekosistem tergantung pada penghancuran
bahan organik dan pendauran bahan nutrisi
oleh mikroba, maka setiap gangguan terhadap komunitas mikroba akibat pemasukan
mikroba baru, dapat merubah keseluruhan ekosistem di tempat itu. Mikroba baru atau eksogenus dapat mempengaruhi lingkungan
secara langsung atau tak langsung.
Beberapa masalah
pencemaran lingkungan yang dapat diselesaikan dengan teknik bioteknologi
adalah:
a.
Pencemaran oleh minyak
Masalah pencemaran dapat diatasi
dengan bakteri Pseudomonas.
Strain-stain Pseudomonas dapat
mengkonsumsi hidrokarbon karena terbentuknya bakteri super yang mengandung
empat jenis plasmid pembawa gen untuk konsumsi hidrokarbon.
Keturunan bakteri lain dapat menyerang
minyak tanah (suatu tumpahan minyak dapat menjadi makanan besar bagi bakteri
ini). Sebagai biofilter, beberapa mikroorganisme mampu mengikat partikel atau
zat tertentu yang menyebabkan pencemaran. Bahan-bahan yang diserap ini kemudian
akan diuraikan oleh mikroorganisme tersebut menjadi bahan-bahan yang tidak
berbahaya bagi lingkungan. Jadi dalam penanganan limbah dengan menggunakan
mikroorganisme biofilter, limbah tersebut akan disaring oleh mikroorganisme
jenis ini dengan cara mengikat zat atau partikel limbah, kemudian diuraikan.
Contoh mikroorganisme ini adalah Spirulina maxima yang mampu mengikat
karbondioksida dari perairan, dan Candida lypitica yang mampu
menguraikan limbah minyak bumi.
b.
Limbah organik dapat diuraikan
oleh bakteri aerob atau anaerob
Ketika sampah yang menumpuk semakin
menjadi masalah, bioteknologi dapat memberikan solusi terhadap masalah
tersebut. Proses pengolahan limbah dapat dilakukan secara aerob maupun anaerob.
Bakteri yang dimasukkan ke dalam bak penampungan sampah akan mendegradasi
sampah yang ada. Sampah yang sudah terdegradasi dapat dibuang ke lingkungan
ketika air sudah dipisahkan dengan endapan limbah yang sudah tidak berbahaya
lagi.
6. Bioteknologi dalam Bidang Pangan
Mikroorganisme dapat
menjadi bahan pangan ataupun mengubah bahan pangan menjadi bentuk
lain. Oleh karena itu mengenal sifat dan cara hidup
mikroorganisme juga akan sangat bermanfaat dalam perbaikan teknologi pembuatan
makanan.
Diketahui bahwa tempat-tempat hidup mikroorganisme adalah di air, tanah, udara,
tubuh hewan, tubuh manusia, tubuh tumbuhan dan lain-lain, sehingga dikatakan
habitatnya kosmopolit. Terkait dengan sifatnya yang kosmopolit tersebut menyebabkan
bahan makanan mudah rusak bila bercampur berbagai bakteri karena peranan bahan
pangan selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan
bagi perkembangan mikroorganisme.
Selain merusak bahan makanan, ada
pula jenis mikroorganisme lain yang bersifat menguntungkan, misalnya melalui proses
fermentasi. Dalam hal perbaikan mutu gizi, perbaikan daya cerna atau citra rasa
bahan pangan, maka pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat menguntungkan pada bahan
pangan tersebut sangat diharapkan.
Teknik konvensional dalam hal
seleksi tanaman yang dilakukan melalui modifikasi materi genetik dari tanaman
pangan yang terjadi secara alamiah telah dikenal sejak zamannya Mendel, dan
teknik tersebut sering tidak akurat atau dengan presesi yang relatif, karena
mereka harus mencampur atau mencangkok ribuan gene dalam turunannya, agar
tanaman yang dihasilkan memiliki sifat-sifat seperti induknya. Kemudian tukang
kebun atau petani baru melakukan pemilihan yang ia kehendaki dari
keturunan-keturunan yang dihasilkan.
Dengan perkembangan ilmu dan
teknologi khususnya bioteknologi, ternyata suatu gene dapat “digunting” dan
kemudian disisipkan ke dalam sel tanaman untuk menghasilkan tanaman baru dengan
sifat-sifat baru, dan tidak dengan cara mencampur adukkan seluruh gene dari
kedua tanaman yang dikawinkan. Hal demikian terjadi karena gene yang telah
disisipkan pada tanaman tersebut mulai aktif seperti halnya seluruh gene
lainnya, yaitu menentukan produksi suatu protein spesifik yang membuat tanaman
baru tersebut menjadi berbeda dengan tanaman aslinya.
Beberapa sifat yang dimiliki tanaman
sebagai aplikasi bioteknologi di bidang pangan melalui pengembangan tanaman
transgenik adalah:
a) Toleransi terhadap zat kimia tertentu (tahan
herbisida),
b) Tahan terhadap hama dan penyakit tertentu,
c) Mempunyai sifat-sifat khusus (misalnya tomat
yang matangnya lama, padi yang memproduksi beta-caroten dan vitamin A, kedelai
dengan lemak tak jenuh rendah, strawberry yang rasanya manis, kentang dan
pisang yang berkhasiat obat,
d) Dapat mengambil nitrogen sendiri dari udara
(gen dari bakteri pemfiksasi nitrogen disisipkan ke tanaman sehingga tanaman
dapat memfiksasi nitrogen udara sendiri),
e) Dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan
buruk (kekeringan, cuaca dingin dan tanah bergaram tinggi).
Permasalahan yang dihadapi manusia yang diakibatkan oleh hasil rekayasa genetika
pada bidang pangan adalah beberapa hal yang memiliki potensi resiko berikut:
a)
Gen sintetik dan produk gen baru
yang berevolusi dapat menjadi racun dan atau imunogen untuk manusia dan hewan.
b)
Rekayasa genetika yang tidak
terkontrol dan tidak pasti, adanya genom yang bermutasi dan bergabung, dan kelainan
bentuk generasi karena adanya racun atau imunogenik yang disebabkan oleh tidak
stabilnya DNA rekayasa genetik.
c)
Virus di dalam sekumpulan genom
yang menyebabkan penyakit, kemungkinan diaktifkan oleh rekayasa genetik.
d)
Penyebaran gen tahan antibiotik
pada patogen oleh transfer gen horizontal, membuat penyakit infeksi yang
menimpa manusia tidak mudah dihilangkan.
e)
Meningkatkan transfer gen
horizontal dan rekombinan, merupakan jalur utama penyebab penyakit.
f)
DNA rekayasa genetik dibentuk
untuk menyerang genom dan kekuatan sebagai promotor sintetik yang dapat
mengakibatkan kanker dengan pengaktifan ancogen (materi dasar sel-sel kanker).
g)
Tanaman rekayasa genetik tahan
herbisida mengakumulasikan herbisida dan meningkatkan residu herbisida sehingga
meracuni manusia dan binatang seperti pada tanaman.
7. Daftar Pustaka:
a. Anonim.
2010. Bertindak Terhadap Rekayasa dan
Perubahan Iklim.
b. Donald,
R. P. 2009. Ekspektasi, Realita
Dan Kendala Dalam Biotek. Cermin Dunia Kedokteran.
c. Erman, A. 2010. Perkembangan Penerapan Bioteknologi dan Rekayasa Genetik dalam Kesehatan.
Cermin Dunia Kedokteran No. 381985.
d. Jean, L. M. 1991. Revolusi Bioteknologi.
Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
e. Thieman.,
William. J, and Michael, A. P. 2004. Introduction to Biotechnology. New
York: Benjamin Cummings.
f. Triwibowo, Y. 2006. Bioteknologi
Pertanian. Yokyakarta: Gadjah
Mada University Press.
g. Winarno,
F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor: M-Brio Press.
3. BIOTEKNOLOGI DAN PERKEMBANGANNYA
A.
Bioteknologi Hewan
1. Pendahuluan
Dalam rangka meneruskan
keturunan suatu individu secara alamiah, diperlukan suatu proses perkawinan
antara jantan dan betina. Jantan akan menghasilkan sel kelamin jantan (sperma)
dan betina akan menghasilkan sel kelamin betina (sel telur). Pada hewan
menyusui, proses pembuahan dan perkembangannya selanjutnya terjadi di dalam
tubuh induk sampai proses kelahiran.
Program peningkatan
produksi dan kualitas pada hewan ternak (dalam hal ini sapi)
berjalan lambat bila proses reproduksi dilakukan secara alamiah. Melalui rekayasa
bioteknologi reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan antara lain
dengan teknologi inseminasi buatan (IB), transfer embrio (TE), pembekuan embrio
dan manipulasi embrio. Tujuan utama dari teknik inseminasi buatan adalah
memaksimalkan potensi pejantan berkualitas unggul. Sperma dari suatu pejantan
berkualitas unggul digunakan untuk beberapa ratus bahkan ribuan betina,
meskipun sperma tersebut dikirim ke suatu tempat yang jauh. Perkembangan
selanjutnya adalah teknik transfer embrio di mana bukan hanya potensi dari
jantan saja yang dioptimalkan, melainkan potensi betina berkualitas unggul juga
dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada sapi betina, sejak proses pembuahan
sampai dengan kelahiran anak hanya terjadi sekali dalam setahun dan sapi betina
hanya mampu melahirkan satu atau dua anak bila terjadi kembar. Tetapi dengan
teknik transfer embrio, sapi betina unggul tidak perlu melalui proses
pembuahan, mengandung sampai melahirkan anaknya tetapi sapi betina unggul ini
dipersiapkan untuk menghasilkan embrio dalam jumlah banyak yang kemudian embrio
tersebut ditransfer (dititipkan) pada induk sapi betina lain (resipien) dengan
kualitas yang tidak perlu bagus tetapi mempunyai kemampuan untuk mengandung dan
melahirkan anak.
Kematian bukan lagi
merupakan berakhirnya proses untuk meneruskan keturunan. Dengan teknik bayi
tabung (IVF), sel telur yang berada dalam ovarium betina berkualitas unggul
dapat diambil sesaat setelah mati dan diproses di luar tubuh sampai tahap
embrional. Selanjutnya embrio tersebut ditransfer pada sapi betina resipien
sampai dilahirkan. Produksi embrio dalam jumlah banyak (baik dengan teknik
transfer embrio maupun bayi tabung) ternyata juga dapat menghasilkan masalah
karena keterbatasan resipien yang siap menerima embrio. Untuk mengatasi masalah
tersebut dikembangkan metode pembekuan embrio. Selain teknik-teknik tersebut,
masih terdapat teknik lain yang dapat dioptimalkan yaitu teknik manipulasi
mikro, penentuan jenis kelamin tahap embrional, seksing sperma dan teknik
kloning.
2. Metode dan aplikasi bioteknologi hewan
Metode dan aplikasi
bioteknologi hewan dikenal dengan bioteknologi reproduksi hewan. Bioteknologi
reproduksi dikembangkan untuk meningkatkan konsistensi dan keamanan produk dari
ternak yang berharga secara genetik dan menyelamatkan spesies-spesies langka.
Bioteknologi reproduksi juga memudahkan segala kemungkinan yang dapat terjadi
pada industrialisasi yang mengarah pada produk dengan sifat-sifat genetik yang
bernilai ekonomis seperti pertumbuhan jaringan otot, produk rendah lemak, dan
ketahanan terhadap penyakit.
a.
Inseminasi buatan
Inseminasi buatan adalah
peletakan sperma ke folikel ovarium (intrafollicular),
uterus (intrauterine), cervix (intracervical), atau tuba fallopian (intratubal) betina dengan menggunakan
cara buatan atau teknik tertentu untuk memasukkan sel mani (sperma atau semen)
yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari
ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina. Seluruh proses tersebut
dilakukan dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination gen’.
Tujuan inseminasi buatan:
a)
Memperbaiki mutu genetika ternak,
b)
Tidak mengharuskan pejantan unggul
untuk dibawa ke tempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya,
c)
Mengoptimalkan penggunaan bibit
pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama,
d)
Meningkatkan angka kelahiran,
e)
Mencegah penularan/penyebaran
penyakit kelamin.
Keuntungan inseminasi buatan:
a)
Menghemat biaya pemeliharaan
ternak jantan,
b)
Dapat mengatur jarak kelahiran
ternak dengan baik,
c)
Mencegah terjadinya kawin sedarah
pada sapi betina (inbreeding),
d)
Dengan peralatan dan teknologi
yang baik, sperma dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama,
e)
Semen beku masih dapat dipakai
untuk beberapa tahun kemudian walaupun sumber semen berasal dari pejantan yang
telah mati,
f)
Menghindari kecelakaan yang sering
terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar,
g)
Menghindari ternak dari penularan
penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
b.
Pemisahan jenis kelamin/seksing sperma
Pada dasarnya tujuan awal
dari pemisahan spermatozoa manusia adalah untuk mengurangi kejadian gangguan
genetik yang terkait dengan jenis kelamin (sex
linked genetic disorders) yaitu gangguan resesif terkait sperma X yang
cenderung berpengaruh pada keturunan laki-laki. Kemudian usaha pemisahan
spermatozoa berkembang pada hewan domestik untuk mendapatkan produksi ternak
yang maksimal dari jenis kelamin yang dibutuhkan (Windsor, 1993).
Seksing sperma adalah
usaha penentuan jenis kelamin anak pada ternak yang diprogram pada inseminasi
buatan melalui teknik seksing sperma X dan Y. Terdapat dua teknik seksing
sperma yang biasa digunakan yaitu separasi albumin yang menghasilkan 75 sampai
80% sperma Y dan filtrasi sephadex yang menghasilkan 70-75% sperma X.
Tujuan seksing sperma:
a.
Memproduksi anak betina lebih
banyak dari induk superior untuk meningkatkan produksi susu, daging dan kulit,
b.
Menghasilkan lebih banyak anak
jantan untuk produksi daging dari betina-betina yang telah diculling,
c.
Mencegah intersex pada kelahiran
kembar anak sapi.
Proses pembentukan
spermatozoa menghasilkan 2 tipe sel spermatozoa yang berbeda dalam jumlah yang
sama banyaknya yaitu 50% spermatozoa X dan 50%
Y (1:1). Kenyataannya bahwa pada mamalia, fertilisasi oleh spermatozoa pembawa
kromosom Y menghasilkan keturunan jantan dan pembawa kromosom X menghasilkan keturunan betina. Hal tersebut
menimbulkan berbagai usaha untuk melakukan seleksi jenis kelamin sebelum
konsepsi untuk mengubah rasio X : Y dalam populasi spermatozoa.
Menurut Windsor (1993)
bahwa keberhasilan pemisahan spermatozoa pembawa kromosom X dan Y tergantung
dari adanya beberapa perbedaan dasar antara kedua tipe sel tersebut antara lain
perbedaan morfologi nukleus dan kepala, karakter pergerakan/motilitas, dan kandungan
DNA. Kromosom sex Y pada sapi mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan dengan
kromosom X. Hal ini merupakan petunjuk bahwa spermatozoa pembawa kromosom Y dan
pembawa kromosom X dapat dibedakan berdasarkan jumlah kandungan DNA.
Spermatozoa pembawa kromosom X mengandung 2.8 - 7.5% lebih banyak DNA daripada
pembawa kromosom Y (Gordon, 1997).
Berdasarkan perbedaan
tersebut telah dikembangkan teknologi pemisahan protozoa. Pada negara maju,
seksing sperma dilakukan melalui cell
sorting dengan Flow cytometry,
namun harganya relatif mahal, sehingga tidak sesuai dengan kondisi peternak
kita. Oleh karena itu kebutuhan prosedur pemisahan yang sederhana, murah, tepat
dan cepat sangat diperlukan.
Pemisahan spermatoza
dengan metode Sentrifugasi Gradien
Densitas Percoll dan metode Swim Up
dapat mengatasi kebutuhan tersebut. Percoll merupakan medium yang terdiri dari
partikel silika koloida dengan lapisan polyvinyl-pyrrolidone,
dapat dijadikan dasar untuk mengisolasi spermatozoa motil, terbebas dari
kontaminasi berbagai komponen seminal (Mc Clure, 1989). Penggunaan percoll
untuk tujuan pemisahan spermatozoa dinilai memenuhi syarat yang diperlukan.
Swim Up bertujuan untuk menganalisis
spermatozoa dengan memisahkan spermatozoa motil dari non-motil, seluler debris
dan menyingkirkan komponen seminal plasma yang mempengaruhi kualitas spermatozoa (Mc Clure, 1989).
Pengembangan metode Swim Up dengan
berbagai modifikasi, berpengaruh terhadap jenis kelamin anak yang dilahirkan
(Aitken, 1987). Pemisahan jenis kelamin dengan cara ini, mendasarkan diri pada
perbedaan karakter pergerakan spermatozoa. Spermatozoa berkromosom Y bergerak
lebih cepat ke permukaan media dibandingkan spermatozoa berkromosom X.
Spermatozoa yang berada pada lapisan atas setelah inkubasi mengandung populasi spermatozoa
berkromosom Y. Kondisi tersebut ditegaskan pula oleh Schilling dan Thormahlen
(1976) bahwa spermatozoa berkromosom Y mempunyai kemampuan bermigrasi lebih
cepat dibandingkan spermatozoa berkromosom X, sehingga apabila dilakukan
sentrifugasi, maka spermatozoa berkromosom X cenderung lebih cepat membentuk endapan
(Mohri, 1987).
c. Transfer embrio
Transfer embrio (TE)
merupakan teknologi yang memungkinkan induk betina unggul memproduksi anak
dalam jumlah banyak tanpa harus mengandung anak dan melahirkannya. Secara
alamiah, hewan betina hanya dapat mengandung dan melahirkan sekali dalam
setahun dan hanya mampu menghasilkan satu atau dua ekor anak dalam sekali
melahirkan. Dengan menggunakan teknologi TE, betina unggul tidak perlu
mengandung tetapi hanya berfungsi menghasilkan embrio yang selanjutnya dapat
ditransfer/dititipkan pada induk lain (resipien) yang memiliki kemampuan untuk
mengandung.
d.
Bayi tabung
Secara alamiah sapi betina
berkualitas unggul dapat menghasilkan sekitar 7 ekor anak selama hidupnya.
Jumlah tersebut dapat berkurang atau menjadi nol apabila ada gangguan fungsi
reproduksi atau kematian karena penyakit. Untuk menyelamatkan keturunan dari
betina berkualitas unggul tersebut, embrio dapat diproduksi dengan cara
aspirasi sel telur selama hewan masih hidup atau sesaat setelah mati. Sel telur
hasil aspirasi tersebut selanjutnya dimatangkan secara in vitro, kemudian
difertilisasi secara in vitro dengan menginkubasi selama 5 jam pada media semen
beku dari pejantan unggul. Sel telur hasil fertilisasi kemudian dikultur
kembali untuk perkembangan lebih lanjut hingga diperoleh embrio. Embrio yang
diperoleh akan dipanen dan dipindahkan pada rahim induk betina dan dibiarkan
tumbuh sampai lahir.
Kriopreservasi embrio
merupakan komponen bioteknologi yang memiliki peranan yang sangat besar dan
menentukan kemajuan teknologi transfer embrio. Kriopreservasi embrio adalah
suatu proses penghentian sementara kegiatan metabolisme sel tanpa mematikan sel
di mana proses hidup dapat berlanjut setelah kriopreservasi dihentikan. Metode kriopreservasi dilakukan
dengan dua cara yaitu kriopreservasi bertahap dan kriopreservasi secara cepat
(vitrifikasi). Secara umum, mekanisme kriopreservasi adalah perubahan bentuk
fisik dari fase cair ke fase beku, dimana dilakukan penurunan temperatur pada
tekanan normal disertai dehidrasi sampai tingkatan tertentu dan mencapai
temperatur jauh di bawah nol (-1960C). Proses ini harus reversibel.
Tujuan kriopreservasi adalah untuk mempertahankan sesempurna mungkin
sifat-sifat material biologis terutama viabilitasnya.
e.
Hewan transgenik
Hewan transgenik adalah
hewan hasil rekayasa bioteknologi dalam upaya mengatasi kekurangan praktek
pembiakan hewan secara klasik yang juga membutuhkan waktu lama untuk
memodifikasi genetik. Hewan transgenik dikembangkan untuk menghasilkan hewan
yang dapat memberi produk tertentu yang diperlukan oleh manusia dengan metode
penyisipan gen pada lokasi yang spesifik dalam genom hewan seperti penyisipan
gen milk casein pada sapi untuk
meningkatkan produksi protein pada susu formula bayi, penyisipan gen growth/differentition factor 8 untuk efisiensi
produk daging pada semua hewan ternak, dan masih banyak contoh lain.
f.
Kloning
Kloning adalah upaya
multiplikasi hewan secara aseksual yang menghasilkan keturunan dengan komposisi
genetik yang identik. Klon sapi dan kuda dilakukan pada saat pembelahan embrio
tahap blastula umur 8 – 10 hari dimana jumlah sel embrio ± 64 sel. Dengan
menggunakan teknik bedah mikro maka dapat dihasilkan turunan-turunan yang
bergenetik identik. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa setiap sel embrio
dapat tumbuh menjadi satu sel embrio utuh dengan jumlah sel ± 128 sel. Hal ini
memungkinkan penggunaan inti sel embrio untuk memproduksi lusinan klon sapi
dari satu embrio yang tumbuh.
Pengembangan kloning yang
sangat menarik adalah pembuatan hewan klon transgenik. Embrio hasil kloning
disisipi gen-gen tertentu sehingga ternak kloning yang lahir memiliki sifat
genetik baru yang bermanfaat. Hewan kloning transgenik pertama yang dihasilkan
adalah moly dan poly yang diproduksi di Roslin Institute, tempat pengklonan
domba doly yang fenomenal.
B.
Bioteknologi Tanaman
1. Pendahuluan
Rekayasa genetik tanaman
mulai berkembang pertengahan 1970-an di bawah bayang-bayang kepercayaan bahwa
genom (keseluruhan materi genetik species) teratur dan tetap serta merupakan
karakteristik organisme sebagai komponen yang lengkap di dalam gennya. Tetapi
ilmuwan genetik mendapat temuan mengejutkan, ternyata genetik bersifat dinamis
dan berubah-ubah, bahwa ekspresi dan struktur gen berubah terus menerus menurut
pengaruh lingkungan.
Prinsip bioteknologi
tanaman adalah penggunaan sel atau bagian dari sel atau bagian dari tanaman itu
sendiri untuk menghasilkan bibit dengan sifat-sifat yang diinginkan. Dengan
kemajuan di bidang fisiologi, tanaman sebagai organisme multiseluler yang
kompleks dapat dikembalikan pada tingkat seluler dengan potensi genetik yang
sama. Sel-sel yang tidak terorganisir tersebut dapat dimanipulasi, dapat diatur
kembali menjadi tanaman yang utuh melalui manipulasi lingkungan tumbuhnya
seperti media, suhu, cahaya, zat pengatur tumbuh. Metode pengisolasian
bagian-bagian tanaman (akar, tunas, embrio, daun, dan pucuk) atau sel dan
bagiannya seperti protoplasma, tepung sari, ovary dan nukleus dilakukan dengan
menggunakan metode dan prinsip bioteknologi. Bioteknologi tanaman problemanya
lebih kompleks daripada bioteknologi mikroba. Sel-sel yang sudah mengalami
perubahan genetik harus dapat diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap
agar mempunyai nilai secara agronomi dan industri, kecuali untuk memproduksi
metabolit sekunder untuk industri seperti industri parfum dan farmasi dapat
dihasilkan pada tingkat sel, sehingga masalah regenerasi untuk menjadi tanaman
lengkap tidak menjadi kendala (Nishi, 1974).
Perkembangan bioteknologi
tanaman dipicu oleh adanya permasalahan tidak berimbangnya antara laju populasi
manusia dengan daya dukung hasil pertanian/ketersediaan pangan. Ketersediaan
lahan yang terbatas dan panjangnya waktu yang digunakan untuk menghasilkan perbaikan
genetik tanaman komersil melalui pemuliaan konvensional merupakan pendorong
utama berkembangnya bioteknologi tanaman. Untuk mendampingi/membantu pemuliaan
konvensional yang memerlukan waktu panjang maka usaha pemuliaan in vitro
melalui bioteknologi tanaman merupakan metode pilihan dalam memproduksi bibit
unggul.
2. Metode dan aplikasi bioteknologi tanaman
Pada dasarnya pemuliaan
tanaman bertujuan untuk mendapatkan varietas unggul yang baru atau
mempertahankan keunggulan suatu varietas yang sudah ada. Metode pemuliaan
tanaman berkembang seiring dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang dilakukan
dengan cara pemilihan dari keragaman populasi baik yang alami, hasil
persilangan, penggandaan kromosom dan mutasi, serta yang secara inkonvensional
dengan cara rekayasa genetika.
Banyak metode yang dapat
dilakukan dalam pemuliaan tanaman. Penerapan atau pemilihan suatu metode
pemuliaan untuk suatu komoditas tanaman tertentu memerlukan pengetahuan dasar
yang cukup karena banyak faktor atau hal yang perlu diketahui. Misalnya,
tersedianya keragaman, cara-cara perkembangbiakan, umur tanaman, tipe
penyerbukan, pola pewarisan sifat, dll.
a.
Penyimpanan pollen
Penyimpanan pollen
diperlukan jika tanaman yang akan disilangkan memiliki waktu masak yang
berbeda, sehingga pollen perlu disimpan dalam jangka waktu tertentu untuk
memastikan kesegarannya sebelum digunakan untuk menyerbuki kepala putik.
Penyimpanan pollen juga diperlukan jika tanaman yang akan disilangkan memiliki
lokasi berjauhan.
Mengoleksi butiran pollen
pada kondisi viable merupakan persyaratan utama untuk menjamin kesegaran pollen
dalam jangka waktu yang cukup panjang. Pollen yang dikoleksi pada masa awal
berbunga, pertengahan masa berbunga dan akhir masa berbunga akan memiliki
variasi lamanya pollen dapat disimpan. Pollen yang dikoleksi pada pagi, siang
atau sore juga memiliki respon yang berbeda terhadap lama penyimpanan. Umumnya
pollen yang diambil segera setelah bunga mekar akan memiliki daya simpan
terbaik (Shivanna and Rangaswamy, 1992).
Suhu dan kelembaban memiliki
pengaruh terbesar terhadap daya simpan pollen. Secara umum, semakin rendah suhu
dan kelembaban akan meningkatkan daya simpan pollen. Penyimpanan pollen dalam
jangka waktu pendek memerlukan suhu rendah dan kelembaban yang rendah,
sedangkan penyimpanan jangka panjang (beberapa bulan sampai tahun) dapat
dicapai dengan penyimpanan pada suhu yang sangat dingin (cryopreservation).
Suhu yang tepat untuk
penyimpanan pollen, berbeda antar species tetapi biasanya dibatasi oleh
ketersediaan fasilitas seperti kulkas, freezer atau ketersediaan nitrogen cair.
Kisaran suhu yang umum digunakan adalah 20-250C (suhu ambient), 5-100C
(sejuk), 0 (freezer), -10 - -200C (deep freeze) dan -1960C
(cryopreservation dengan menggunakan
nitrogen cair).
Pollen viability test. Viabel berarti hidup.
Viabilitas pollen merupakan parameter penting dalam pemuliaan tanaman, karena
pollen harus hidup dan mampu berkecambah pada saat penyerbukan agar terjadi
pembuahan. Daya simpan pollen diuji dengan mengukur viabilitas setelah disimpan
pada kondisi tertentu. Banyak test viabilitas pollen yang sudah
terstandardisasi, yang paling sering digunakan adalah fluorochromatic reaction
(FCR) test. Namun yang lebih mudah dan praktis dilakukan jika tidak memiliki
mikroskop fluorescence adalah uji perkecambahan pollen.
b.
Kultur jaringan
Metode mengisolasi
bagian-bagian tanaman (akar, tunas, embrio, daun dan pucuk) atau gel dan
bagiannya seperti protoplasma, tepung sari, ovary dan nukleus, dan ditumbuhkan
secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri dengan menambahkan zat
pengatur tumbuh seperti auksin dan sitokinin selanjutnya diregenerasikan
kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan aseptik dan terkendali
yang dikenal dengan teknik kultur jaringan (Bajaj, 1994).
Seleksi pada kultur jaringan
bertujuan untuk menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder sehingga kemampuannya
untuk menghasilkan bahan kimia nabati yang komersil berasal dari sel-sel yang
bervariasi. Variasi ini dikenal sebagai variasi somaklonal dan secara genetik
variasi ini telah terbukti dapat dimanfaatkan sebagai sumber keragaman dalam
ilmu pemuliaan tanaman. Variasi somaklonal dapat diperoleh dari kultur gel yang
berasal dari protoplas, kalus atau langsung dari eksplan. Salah satu contoh
adalah klon-klon yang berasal dari sel tunggal pada kultur suspensi yang
menghasilkan antosianin dari tanaman wortel liar.
Pengklonan kembali
klon-klon yang mengakumulasi antosianin dalam jumlah tinggi dan rendah,
menunjukkan bahwa setiap sub klon menunjukkan kisaran akumulasi antosianin yang
luas. Pengekstrakan senyawa limonen dan
linalool pada gel-gel kultur suspensi jeruk bali, diperoleh hasil yang optimum
pada umur 5 hari dan telah diperoleh klon gel yang dapat menghasilkan 19 mg/l limonen yang berguna sebagai bahan
nabati untuk industri farmasi (Jenimar,
1999). Waktu yang dibutuhkan jauh lebih singkat daripada menunggu panen buah di
lapangan, karena yang akan diekstrak adalah kulit buahnya. Limonen digunakan
pada industri farmasi dan linalool untuk insektisida (Ohta dan Hasegawa, 1995).
Pemuliaan tanaman pada tingkat gel ini selain
untuk produksi, dapat juga dilakukan untuk ketahanan terhadap cekaman
lingkungan, hama penyakit, salinitas tanah, dsb. Jadi untuk memperoleh
klon-klon tersebut, akan dilakukan seleksi untuk dikembangkan dalam jumlah
banyak di laboratorium.
Keuntungan seleksi klon
antara lain, adalah:
a)
Tidak tergantung pada lingkungan
dan hama penyakit,
b)
Produksi dapat diatur sesuai
permintaan pasar,
c)
Kualitas dan kuantitas lebih
konsisten,
d)
Tidak memerlukan lahan.
c.
Embriogenesis
Untuk mengatasi masalah
seleksi bibit unggul pada tanaman yang sukar diperbanyak secara vegetatif
(cangkok, stek, okulasi), khususnya dalam masalah kandungan fenolat yang
tinggi, tanaman diperbanyak terlebih dahulu melalui teknik embriogenesis
sebagai salah satu usaha dalam bioteknologi. Selanjutnya tanaman yang
dihasilkan dengan proses ini akan diseleksi di lapangan untuk tujuan pemuliaan.
Embriogenesis dimulai dengan pembelahan gel yang tidak seimbang (kalus). Kalus
biasanya terbentuk setelah eksplan dikulturkan dalam media yang mengandung
auksin. Banyak faktor yang mempengaruhi embriogenesis antara lain auksin
eksogen, sumber eksplan, komposisi nitrogen yang ditambahkan dalam media dan
karbohidrat (sukrosa) selanjutnya gel membelah terus hingga memasuki tahap globular.
Pada saat tersebut sel aktif membelah ke segala arah dan membentuk lapisan
terluar yang akan menjadi protoderm (bakal epidermis), kelompok sel yang
merupakan prekursor jaringan dasar dan jaringan pembuluh mulai terbentuk.
Pembelahan ke segala arah tersebut terhenti ketika pembentukan primordia
kotiledon, pada saat embrio matang tumbuhan sudah autotrof. Embrio yang matang
akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan yang baru pada kondisi yang cocok.
Proses pembentukan dan perkembangan embrio (embriogenesis) yang menentukan pola
pertumbuhan yaitu meristem pucuk ke atas, meristem akar ke bawah, dan pola-pola
dasar jaringan lainnya yang berkembang pada ‘axis’ pucuk akar ini, namun pada
tiap tumbuhan terdapat variasi pada proses embriogenesis. Pada metode kultur
jaringan terbukti bahwa gel somatik yang terbentuk dari gel-gel embriogenik
dapat juga melakukan proses embriogenesis. Fenomena ini berhasil diamati pada
tahun 1950-an pada beberapa tanaman, seperti kedelai, jagung dan terutama pada
wortel. Korteks wortel yang ditanam pada media dasar ‘white’, sukrosa dan 2,4-D
membentuk massa kalus, yang kemudian dipindahkan ke media tanpa 2,4-D. Ternyata
sekumpulan gel membelah teratur dan melalui tahap normal embriogenesis yaitu
globular, jantung dan torpedo, kemudian menjadi tanaman baru yang lengkap.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa setiap gel pada tumbuhan masih memiliki
kapasitas yang dipunyai oleh zigot dari mana gel tersebut berasal. Jadi hanya
dengan memberikan rangsangan berupa lingkungan yang cocok (terutama dari media
tempat gel kultur), maka gel tersebut akan mampu mengekspresikan potensi untuk
tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Pada penelitian jati (Tectona grandis) menunjukkan bahwa terbentuknya
fase-fase globular, jantung dan terpedo terjadi setelah 12 minggu dengan
menggunakan MS modifikasi, sedangkan pada jambu bol terbentuk fase-fase seperti
di atas setelah 14 minggu. Selanjutnya proses embriogenesis adalah bagian dari
metode kultur jaringan untuk memperoleh bibit yang banyak dan bebas virus.
Plantet yang dihasilkan pada mulanya
beragam. Selanjutnya tanaman akan ditanam di lapang dan diadakan seleksi sesuai
dengan metode pemuliaan berkali-kali sehingga diperoleh tanaman-tanaman yang
unggul. Tanaman inilah yang digunakan sebagai sumber eksplan yang bisa
diperbanyak dengan berbagai cara di laboratorium kultur jaringan sehingga
diperoleh bibit dalam jumlah yang banyak dan seragam. Metode yang digunakan
antara lain menginduksi tunas majemuk dan sub kultur. Jika sudah diperoleh
sumber eksplan yang unggul dan media yang sesuai, maka prosesnya akan
berlangsung dalam waktu yang singkat jika dilakukan penambahan dengan hormon
tumbuh dalam konsentrasi rendah.
d.
Tanaman transgenik (GMO=Genetically
Modified Organisms)
Tanaman transgenik
diperoleh dengan menyisipkan gen-gen tertentu baik yang berasal dari tanaman,
hewan atau mikroorganisme lain ke dalam DNA tanaman. Adanya gen baru yang
disisipkan akan merubah sifat tanaman sesuai yang diinginkan atau memberikan
kemampuan pada tanaman untuk memproduksi substansi baru yang diperlukan untuk
tujuan tertentu. Dengan teknik ini diperoleh tanaman yang mempunyai sifat baru
seperti tahan hama dan penyakit dan menghasilkan senyawa baru yang penting
untuk tanaman itu sendiri maupun kepentingan manusia. Beberapa contoh tanaman
transgenik adalah kedelai yang toleran terhadap senyawa aktif glifosfat yang
terdapat pada herbisida, kapas dan jagung Bt yang dirancang mengandung protein
insektisida yang berasal dari bakteri Bacillus
thuringiensis (Bt), beras yang mengandung vitamin A (golden rice) yang dihasilkan dari penyisipan bakteri agrobacterium yang dapat mensintesis
karotenoid dan beberapa bakteri gen penghasil beta-karoten ke dalam
gen/jaringan tanaman padi galur japonica.
e.
Hidroponik
Untuk mengatasi
keterbatasan lahan dalam produksi bahan pangan maka salah satu alternatif
pemecahannya adalah melalui budidaya tanaman dengan metode hidroponik.
Hidroponik adalah budidaya tanaman dengan menggunakan media air. Keuntungan
dari penggunaan metode ini adalah lahan yang digunakan tidak luas, karena
penanaman dilakukan pada wadah yang berisi air dengan menambahkan zat-zat yang
dibutuhkan oleh tanaman, maka tanaman dapat tumbuh dengan normal. Beberapa
jenis tanaman yang telah dibudidayakan secara hidroponik adalah tanaman cabe
dan sayur-sayuran.
f.
Transfer gen
Transfer gen adalah proses
di mana DNA asing dimasukkan ke dalam sel tanaman. Teknologi transfer gen telah
berkembang sejak dilaporkan adanya tanaman yang sudah tertransformasi pada awal
tahun 80an. Sekarang teknologi transfer gen mempunyai peranan yang amat penting
dalam perkembangbiakan tanaman dan peningkatan mutu tanaman. Teknologi ini
memungkinkan para pemulia tanaman memasukkan gen asing ke dalam sel atau
jaringan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung tanpa merujuk pada
tingkat hubungan genetik atau kompatibilitas suatu jenis. Keuntungan lainnya
dari metode ini yaitu memungkinkan memasukkan gen yang diinginkan dengan sangat
sedikit pengrusakan ke dalam genom tanaman dibandingkan dengan cara proses
perkawinan hybrid baik dalam species maupun antar species.
C.
Bioteknologi Tanah
Tanah adalah salah satu
komponen dari keseluruhan ekosistem yang ada di muka bumi ini. Di bidang
pertanian, tanah yang sehat memiliki kondisi fisik, kimia dan biologis optimal
untuk produksi tanaman dan memiliki kesanggupan untuk menjaga kesehatan tanaman
serta kualitas ekosistem lainnya seperti air. Dalam sejumlah kondisi, tanah
yang sehat mungkin saja tidak berfungsi sebagai komponen ekosistem yang sehat
karena adanya penambahan komponen tanah yang tidak sehat dari luar tanah itu
sendiri misalnya penambahan bahan kimia yang berlebihan atau pembuangan limbah
toksik.
Tanah sehat dan subur
merupakan sistem hidup dinamis yang dihuni oleh berbagai organisme (mikro
flora, mikro fauna serta meso dan makro fauna). Organisme tersebut saling
berinteraksi membentuk suatu rantai makanan sebagai manifestasi aliran energi
dalam suatu ekosistem untuk membentuk tropik rantai makanan. Secara umum,
rhizosfer ekosistem tanah yang sehat akan dihuni oleh organisme menguntungkan
yang memanfaatkan substrat organik dari bahan organik atau eksudat tanaman
sebagai sumber energi dan nutrisinya. Sejumlah mikroba memegang peranan penting
pada tanah yang normal dan sehat, dan merupakan indikator dalam menentukan
kualitas tanah. Mikroba tanah berperan dalam proses penguraian bahan organik,
melepaskan nutrisi ke dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman, dan mendegradasi
residu toksik.
Tanah sangat kaya akan
keragaman mikrooragnisme seperti bakteri, aktinomicetes, fungi, protozoa, alga
dan virus. Tanah pertanian yang subur mengandung lebih dari 100 juta mikroba
per gram tanah. Produktivitas dan daya dukung tanah tergantung pada aktivitas
mikroba tersebut. Sebagian besar mikroba tanah memiliki peranan yang menguntungkan
bagi pertanian, yaitu berperan dalam menghancurkan limbah organik, mendaur
ulang hara tanaman, fiksasi biologis nitrogen, pelarutan fosfat, merangsang
pertumbuhan, biokontrol patogen dan membantu penyerapan unsur hara.
Bioteknologi berbasis mikroba dikembangkan dengan memanfaatkan peran-peran
penting mikroba tersebut. Beberapa produk bioteknologi tanah telah banyak dimanfaatkan
baik untuk kesehatan tanah itu sendiri maupun dalam hal pemanfaatannya sebagai
tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman. Beberapa mikroba tanah juga mampu
menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon
yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga akan tumbuh
lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu menghasilkan hormon
tanaman antara lain Pseudomonas sp.
dan Azotobacter sp.
1.
Inokulasi Azotobakter
Penanaman mikroorganisme dalam
hal ini bakteri atau biasa disebut juga inokulasi adalah pekerjaan memindahkan
bakteri dari medium yang lama ke medium yang baru dengan tingkat ketelitian
yang sangat tinggi. Untuk melakukan penanaman bakteri (inokulasi), terlebih
dahulu diusahakan agar semua alat yang ada dalam hubungannya dengan medium agar,
tetap steril karena untuk menghindari terjadinya kontaminasi.
Inokulasi Azotobacter bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan nitrogen
tanah yang telah sering dilakukan namun dengan hasil yang bervariasi, bahkan
kadang-kadang tidak meningkatkan hasil tanaman. Kondisi tersebut sangatlah
logis mengingat kontribusi rizobakteri yang hidup bebas terhadap nitrogen tanah
hanya sekitar 15 kg N/ha/tahun, jauh lebih rendah daripada kontribusi bakteri
pemfiksasi nitrogen simbiosis yang mencapai 24-584 kg N/ha/tahun. Kemampuan Azotobacter dalam memfiksasi N2
telah diketahui pertama kali oleh Beijerinck pada tahun 1901, namun
demikian peningkatan hasil ini tidak konsisten jika dibandingkan dengan
rendahnya kapasitas fiksasi bakteri pemfiksasi nitrogen non simbiotik.
Sampai saat ini, inokulan Azotobacter diperbanyak di dalam kultur
cair bebas N yang diaplikasikan dengan cara menyiramkan ke daerah perakaran
tanaman. Inokulan cair ini memiliki kelebihan yaitu selama inkubasi untuk
memperbanyak sel bakteri, kondisi media yang bebas nitrogen mendorong ekskresi
N tersedia hasil fiksasi oleh bakteri ke dalam media dan menginduksi
pembentukan fitohormon oleh bakteri. Selain bakteri itu sendiri, N tersedia dan
fitohormon ini merupakan komponen penting untuk mempertahankan fungsi tanah
sebagai media pertumbuhan tanaman.
2. Teknologi
kompos bioaktif
Kompos bioaktif adalah kompos
yang diproduksi dengan bantuan mikroba lignoselulotik unggul yang tetap
bertahan di dalam kompos dan berperan sebagai agensia hayati pengendali
penyakit tanaman. SuperDec dan OrgaDec, biodekomposer yang dikembangkan oleh
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), dikembangkan
berdasarkan filosopi tersebut. Mikroba biodekomposer unggul yang digunakan
adalah Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, dan fungi pelapuk putih.
Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi sekitar 2-3
minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif dalam kompos. Ketika kompos itu diberi
ke tanah, mikroba akan berperan mengendalikan mikroba patogen penyebab penyakit
tanaman.
Salah satu masalah yang sering
ditemui ketika menerapkan pertanian organik adalah kandungan bahan organik dan
status hara tanah yang rendah. Petani organik mengatasi masalah tersebut dengan
memberikan pupuk hijau atau pupuk kandang. Kedua jenis pupuk itu adalah limbah
organik yang telah mengalami penghancuran sehingga menjadi tersedia bagi
tanaman. Limbah organik seperti sisa-sisa tanaman dan kotoran ternak tidak bisa
langsung diberikan ke tanaman. Limbah organik harus dihancurkan atau
dikomposkan terlebih dahulu oleh mikroba tanah menjadi unsur hara yang dapat
diserap tanaman. Proses pengomposan alami memerlukan waktu yang sangat lama antara enam bulan
hingga setahun sampai bahan organik tersebut menjadi tersedia bagi tanaman.
Proses pengomposan dapat
dipercepat dengan menggunakan mikroba penghancur (dekomposer) yang berkemampuan
tinggi. Penggunaan mikroba dapat mempersingkat proses dekomposisi dari beberapa
bulan menjadi beberapa minggu saja. Di pasaran saat ini banyak tersedia
produk-produk biodekomposer untuk mempercepat proses pengomposan, misalnya
SuperDec, OrgaDec, EM Lestari, Starbio, Degra Simba, dll.
3. Biofertilizer
Biofertilizer adalah zat yang
berisi mikroorganisme hidup yang bila diterapkan pada bibit, permukaan tanaman
atau tanah, dapat berkolonisasi dengan rhizosfer atau interior tanaman dan
meningkatkan pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan atau ketersediaan nutrisi
utama tanaman inang. Petani organik sangat menghindari pemakaian pupuk kimia, untuk memenuhi kebutuhan hara tanamannya. Petani
organik mengandalkan kompos sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Sayangnya
kandungan hara kompos rendah. Kompos matang, kandungan haranya kurang lebih:
1.69% N, 0.34% P2O5, dan 2.81% K. Dengan kata lain 100 g
kompos setara dengan 1.69% Urea, 0.34%SP 36, dan 2.81% KCl. Misalnya untuk
memupuk padi yang kebutuhan haranya 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg
KCl/ha, maka membutuhkan sebanyak 22 ton kompos/ha. Jumlah kompos yang demikian
besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya
produksi.
Mikroba-mikroba tanah banyak yang
berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga
unsur hara penting tanaman, yaitu nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas
mikroba. Hara N tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74% kandungan udara adalah
N. Namun, N udara tidak dapat langsung dimanfaatkan tanaman. N harus ditambat
oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba
penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba
penambat N simbiotik antara lain Rhizobium
sp yang hidup di dalam bintil akar tanaman kacang-kacangan (Leguminosa). Mikroba penambat N
non-simbiotik misalnya Azospirillum
sp dan Azotobacter sp. Mikroba
penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminosa saja,
sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis
tanaman.
Mikroba tanah lain yang berperan
di dalam penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium
(K). Tanah pertanian kita umumnya memiliki kandungan P cukup tinggi (jenuh)
namun hara P ini sedikit/tidak tersedia bagi tanaman, karena terikat pada
mineral liat tanah. Di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan
melepaskan ikatan P dari mineral liat dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak
sekali mikroba yang mampu melarutkan P antara lain Aspergillus sp, Penicillium
sp, Pseudomonas sp dan Bacillus megatherium. Mikroba yang
berkemampuan tinggi melarutkan P umumnya juga berkemampuan tinggi dalam
melarutkan K.
Kelompok mikroba lain yang juga
berperan dalam penyerapan unsur P adalah mikoriza yang bersimbiosis pada akar
tanaman. Dikenal dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer
yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan
membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza
umumnya juga lebih tahan terhadap kekeringan. Contoh mikoriza yang sering
dimanfaatkan adalah Glomus sp dan Gigaspora sp. Beberapa mikroba tanah
mampu menghasilkan hormon tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman.
Hormon yang dihasilkan oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman
akan tumbuh lebih cepat atau lebih besar. Kelompok mikroba yang mampu
menghasilkan hormon tanaman, antara lain Pseudomonas
sp dan Azotobacter sp.
Mikroba-mikroba bermanfaat
tersebut diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai
biofertilizer. Hasil penelitian yang dilakukan oleh BPBPI mendapatkan bahwa
biofertilizer setidaknya dapat mensuplai lebih dari setengah kebutuhan hara
tanaman.
4. Bioremediasi
Menurut US-EPA, bioremediasi
adalah teknologi pengolahan limbah dengan memanfaatkan agen biologi seperti
mikroorganisme dan tumbuh-tumbuhan sebagai proses utamanya. Cookson (1995)
menjelaskan bahwa bioremediasi dapat diaplikasikan untuk membersihkan lahan
yang terkontaminasi bahan-bahan kimia berbahaya. Bioremediasi menjadi salah
satu pilihan teknologi untuk mengembalikan kondisi tanah yang terkontaminasi
limbah hidrokarbon minyak bumi yang dihasilkan dari minyak dan gas. Teknik ini merupakan
teknik aplikasi berdasarkan prinsip-prinsip proses biologis untuk membersihkan
atau mengurangi senyawa-senyawa polutan berbahaya di dalam tanah, air tanah dan
perairan. Adapun agen biologis yang berperan dalam proses bioremediasi ini
antara lain bakteri actinomycetes, yeast,
fungi, algae dan tumbuh-tumbuhan.
Keberhasilan aplikasi
bioremediasi di lapangan sangat bergantung pada aktivitas mikroorganisme serta
pemeliharaan instalasi yang akan menciptakan kondisi yang tepat untuk
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, sehingga proses pemulihan tanah dari
kondisi tercemar akan lebih cepat dilakukan.
Terdapat dua cara
melakukan bioremediasi adalah bioremediasi in-situ dan bioremediasi ex-situ.
Bioremediasi in-situ yaitu proses perbaikan tanah terkontaminasi yang dilakukan
pada tempat atau lokasi dari tanah - tanah tercemar itu berada, sedangkan
bioremediasi ex-situ yaitu perbaikan tanah tercemar dengan mengangkat atau
memindahkan tanah-tanah tercemar tersebut ke suatu tempat khusus yang secara
teknis telah dipersiapkan untuk membersihkan tanah tercemar tersebut.
Konsep dasar proses bioremediasi meliputi empat proses yaitu:
a) Biodegradasi: dekomposisi suatu senyawa menjadi sub unit kimia yang lebih
kecil/sederhana melalui aktivitas organisme, khususnya mikroorganisme seperti
bakteri dan jamur.
b) Transformasi: konversi suatu kontaminan toksik menjadi berkurang sifat
toksiknya atau/dan menjadi bentuk kurang mobil (mobilitas berkurang), contoh
mikroba yang dapat melepaskan ion sulfida dapat mengendapkan/mengikat beberapa
jenis logam berat.
c) Bioakumulasi: akumulasi kontaminan di dalam jaringan organisme, yang dapat
dieksploitasi menjadi konsentrat
kontaminan dalam biomasa.
d) Mobilisasi : mobilisasi senyawa kontaminan dari tanah
terkontaminasi menjadi bentuk larutan atau gas, yang selanjutnya dapat
dipisahkan dari tanah/area terkontaminasi kemudian diproses/dihancurkan.
5. Biopori
Biopori merupakan salah satu
teknologi berbasis biologis sebagai pengendali banjir yang inovatif dan
sederhana. Secara alami, biopori adalah lubang-lubang kecil pada tanah yang
terbentuk akibat aktivitas organisme
dalam tanah seperti cacing atau pergerakan akar-akar tanaman dalam tanah.
Lubang tersebut akan berisi udara dan menjadi jalur mengalirnya air sehingga
air hujan tidak langsung masuk ke dalam saluran pembuangan air, tetapi meresap
ke dalam tanah melalui lubang tersebut. Melalui kreasi inovatif berdasarkan bioteknologi, dikembangkan teknik
biopori dengan bentuk desain sebagai lubang kecil yang berdiameter 10 sampai 30
cm dengan panjang 30 sampai 100 cm dan ditutupi dengan sampah organik. Rancangan ini berfungsi untuk menjebak air
yang mengalir di sekitarnya sehingga dapat menjadi sumber cadangan air bawah
tanah, tumbuhan di sekitarnya serta dapat membantu pelapukan sampah organik
menjadi kompos yang boleh dipakai untuk pupuk organik pada tumbuh-tumbuhan.
Pembuatan lubang resapan biopori dapat
memberi manfaat:
a)
Meningkatkan Laju Peresapan Air
dan Cadangan Air Tanah.
Peresapan air ke dalam tanah dapat
dilancarkan oleh adanya biopori yang diciptakan oleh fauna tanah dan akar
tanaman. Untuk menyediakan lingkungan yang kondusif bagi penciptaan biopori di
dalam tanah, lubang resapan biopori perlu diisi sampah organik sebagai sumber
makanan bagi biodiversitas fauna tanah.
Pada tanah yang telah rusak di mana
lapisan atas tanah (top soil) tipis
atau sudah hilang oleh erosi, lubang resapan biopori dapat membantu mempercepat
laju peresapan air ke dalam lapisan bawah tanah (sub soil) yang relatif padat, serta memudahkan pemasukan bahan organik ke dalam tanah.
b)
Memanfaatkan Sampah Organik
Menjadi Kompos.
Lubang resapan biopori dapat membantu
memudahkan pemasukan bahan organik ke dalam tanah meskipun pada permukaan yang
tertutup lapisan kedap. Kumpulan sampah organik yang tidak terlalu banyak dalam
lubang silindris akan menjadi habitat yang baik bagi fauna tanah terutama
cacing tanah yang memerlukan perlindungan dari panas matahari dan kejaran
pemangsanya. Selain itu, melalui proses dekomposisi terhadap sampah-sampah organik tersebut, organisme tanah ini
memperoleh makanan, kelembaban dan oksigen yang cukup, yang dijadikan sebagai
sumber energi untuk melakukan kegiatannya.
c)
Mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca CO2
dan Metan
Pembuatan lubang resapan biopori pada
setiap jenis tanah, dapat memudahkan pemanfaatan sampah organik dengan memasukkannya
ke dalam tanah. Dengan demikian setiap pengguna lahan dapat memanfaatkan
tanahnya masing-masing sebagai penyimpan karbon
(carbon sink) untuk mengurangi
emisi karbon ke atmosfir. Karbon yang tersimpan di dalam tanah dalam bentuk
humus dan biomasa dalam tubuh beraneka ragam biota tanah tidak mudah
diemisikan. Perbaikan struktur dan kesuburan tanah dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman sebagai pengguna/penyerap karbon dari atmosfir. Pengurangan
emisi karbon dari dalam tanah dan penyerapan CO2 oleh tanaman dari atmosfer akan dapat
mengurangi efek rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global.
d)
Meningkatkan Peran Biodiversitas
Fauna Tanah dan Akar Tanaman
Sampah organik yang dimanfaatkan
untuk mengisi lubang resapan biopori dapat memacu biodiversitas fauna tanah
masuk ke dalam lubang untuk memperoleh tempat perlindungan dari kejaran
pemangsanya. Dengan kondisi suhu, kelembaban dan sumber makanan yang cukup dari
sampah organik di dalam lubang, biodiversitas fauna tanah dapat berkembang.
Aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah bekerja membentuk biopori dan
menghasilkan kotoran cacing (casting)
yang dapat memperbaiki struktur dan kesuburan tanah.
Perbaikan struktur dan kesuburan tanah dapat mempercepat
perkembangan akar di dalam tanah yang berakibat dapat meningkatkan pembentukan
biopori. Peningkatan pembentukan biopori tersebut dapat memperluas ruangan yang
dapat dihuni oleh biodiversitas fauna tanah. Selain itu dapat pula melancarkan
laju peresapan air dan udara ke dalam tanah, sehingga proses pengomposan
terjadi secara aerobik (cukup oksigen).
Selain
manfaat di atas, keuntungan lain yang ditimbulkan oleh biopori adalah:
a)
Melindungi cadangan air tanah,
b)
Mencegah terjadinya keamblesan (subsidence) dan keretakan tanah,
c)
Menghambat instrusi air laut,
d)
Meningkatkan kesuburan tanah,
e)
Menjaga keanekragaman hayati dalam
tanah,
f)
Mengatasi masalah yang ditimbulkan
oleh adanya genangan air seperti demam berdarah, malaria, kaki gajah.
6. Daftar Pustaka:
b. Anonim. 2008. Bioteknologi Tanaman. http://sasitechno.wordpress.com/>
19/10/2010
e. ----------. 2010.
Bertindak Terhadap Rekayasa dan Perubahan Iklim.
h)
Mariska,
I. 2002. Perkembangan Penelitian Kultur In Vitro pada Tanaman
Industri, Pangan, dan Hortikultur. Buletin AgroBio
Vol 5.
j. Triwibowo,
Y. 2006. Bioteknologi Pertanian. Yokyakarta:
Gadjah Mada University Press.
k. Winarno,
F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. M-Brio Press. Bogor
4. EKSPLOITASI MIKROORGANISME
Bioteknologi didefinisikan
sebagai penggunaan organisme hidup, sistem biologi atau berbagai proses untuk
keuntungan manusia. Aktivitas tersebut membangkitkan industri baru yang merubah konsep
produktivitas. Penggunaan mikroorganisme pada bioteknologi menjadi penting
sebab mikroorganisme mempunyai metabolisme yang sangat aktif dan dapat cepat
tumbuh di bawah kondisi yang sederhana dan murah. Masa depan proses produksi
dengan menggunakan mikroorgansime dan teknologi DNA menjadi suatu yang tak
terbatas. Mikroorganisme dapat digunakan sebagai biokatalis untuk sintesis
bahan kimia, produksi enzim atau sumber protein. Penggunaan mikroorganisme pada
pengelolaan limbah cair terutama bioeliminasi bahan kimia dan logam berat juga
dapat dilaksanakan.
1.
Mikroorganisme sebagai Penghasil Makanan dan Minuman
Perhatian utama dari penggunaan
mikroalga dalam bioteknologi berkaitan dengan aspek metabolismenya. Sejak
penemuan alga hijau (Dunaliellasalina)
pada tahun 1960, yaitu salah satu mikroorganisme yang merupakan sumber
alami β-karoten, menyebabkan bioteknologi mikroalga menjadi salah satu
studi penelitian biologi. Penemuan penting lainnya dalam bioteknologi mikroalga
adalah penggunaan Spirulina untuk
menghasilkan produk makanan bergizi tinggi. Mikroalga dapat mengkonversi energi
matahari menjadi biomassa melalui fotosintesis, fotorespirasi, asimilasi
nitrogen anorganik dan sulfur. Karbon yang dapat difiksasi melalui fotosintesis
hampir 1011 ton dan nitrogen sebesar 2 x 1016 ton. Energi
kimia yang diakumulasi sebesar 3 x 1024 J, yang merupakan 10 kali
total energi yang dikonsumsi seluruh dunia selama satu tahun. Dengan demikian,
fotosintesis merupakan sumber energi terbesar yang dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Pada konteks ini, sistem fotosintesis dipelajari untuk produksi energi
dengan menggunakan sel mikroalga, khloroplas atau tilakoid pada fotobioreaktor.
Mikroalga mampu memproduksi hidrogen, hidrogen peroksida, amonium, polisakarida
dan hidrokarbon.
Selain mikroalga, banyak
mikroorganisme yang digunakan untuk memproduksi bahan makanan ataupun minuman,
misalnya dalam pembuatan tempe, oncom, tape, tuak, cuka, kecap, yoghurt, keju,
roti, nata de coco, dll. Beberapa jamur dapat digunakan untuk menghasilkan zat
warna. Misalnya warna merah dan orange dapat dihasilkan oleh jamur Neurospora sitophila, jenis jamur yang
banyak digunakan untuk membuat oncom. Selain jamur, ada juga bakteri yang dapat
menghasilkan vitamin. Misalnya E. coli
dapat membantu pembentukan vitamin K di usus, Clostridium thermoaceticum, dapat membantu produksi vitamin B12
melalui fermentasi.
2.
Mikroorganisme sebagai Penghasil Protein Sel Tunggal (PST)
Protein sel tunggal (PST) adalah
protein yang diproduksi oleh mikroorganisme, baik itu alga, jamur maupun
bakteri. Protein tersebut berada di
dalam sel dengan prosentasenya mencapai
80% dari berat
total sel. Bandingkan protein yang terkandung dalam kedelai yang hanya mencapai
45% dan ragi 50%. Jadi protein tersebut bukan merupakan bahan yang disekresikan
oleh sel mikroorganisme tetapi berada di dalam sel itu sendiri.
Saat ini beberapa PST sudah
diproduksi untuk dikonsumsi manusia. PST tersebut antara lain dibuat dari Fusarium dan proteinnya disebut
mikroprotein. PST ini dibuat oleh hifa jamur bukan oleh sel tunggal. Walaupun
demikian, mikroprotein ini digolongkan sebagai PST. Media tumbuh yang digunakan
dapat berasal dari sampah organik. Mikroprotein yang dihasilkan dapat diolah
menjadi kue atau potongan ‘daging’ yang rasanya mirip daging ayam. Mikroprotein
merupakan makanan yang sangat baik, kadar proteinnya 45%, sedikit lemak, bebas
kolesterol dan banyak mengandung serat yang berasal dari miselium jamur.
3.
Mikrooragnisme sebagai Penghasil Zat Organik
Berbagai mikroorganisme dapat
dipelihara dalam kondisi tertentu meskipun tidak dalam steril, dan dapat
menghasilkan zat-zat organik seperti etanol, asam cuka, asam sitrat, aseton dan
gliserol. Zat-zat organik itu dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Saat
ini sedang diupayakan produksi etanol sebagai bahan bakar mobil yang bebas
polusi dan dihasilkan dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Untuk
memproduksi etanol (alkohol), diperlukan sel-sel ragi dengan bahan baku berupa
karbohidrat (misalnya ketela pohon, limbah tebu, jarak, nira, dll) dan
selanjutnya dilakukan proses fermentasi. Bahan bakar sebagai produksi
bioteknologi, memberi harapan lebih baik di masa datang.
4.
Mikroorganisme sebagai Penghasil Energi
Energi yang dikembangkan saat ini
misalnya produksi biogas oleh mikroorganisme. Biogas merupakan gas metana yang
diproduksi oleh mikroorganisme di dalam media kotoran ternak pada suatu tangki
penampung. Mikroorganisme mencerna kotoran tersebut menjadi gas metana yang
dapat dialirkan ke rumah-rumah sebagai penghasil energi pembangkit listrik dan gas,
sedangkan limbahnya dapat digunakan sebagai pupuk. Dari kotoran enam ekor sapi,
dapat dihasilkan energi bersih untuk memasak, penerangan lampu, dan memanaskan
air untuk 3 orang dewasa. Sudah banyak contoh penggunaan biogas di pedasaan
(misalnya di Batu/Malang dan di Kabupaten Gorontalo pada beberapa kecamatan yang dijadikan sebagai
percontohan). Pengembangan dan pemasyarakatannya hingga saat ini masih
terbatas. Hal ini mungkin disebabkan banyak orang merasa jijik terhadap kotoran
hewan tetapi pada dasarnya api yang ditimbulkan oleh energi ini tidak menyebarkan
bau apa-apa.
5.
Mikroorganisme sebagai Penghasil Obat
Bioteknologi modern yang
melibatkan teknik modifikasi sifat genetis suatu organisme, telah banyak
dipakai terutama di bidang kedokteran dan farmasi. Contohnya:
a.
Pembuatan obat-obatan
Pada mulanya Alexander Fleming mengamati
adanya jamur Penicilium yang tumbuh liar di dalam kultur pembiakan
bakteri. Disebut liar karena jamur ini tidak ditanam secara sengaja. Setelah
jamur liar tumbuh, bakteri yang dipelihara mati. Setelah dilakukan penelitian
ternyata jamur Penicillium itu
menghasilkan zat antibiotik yang mematikan mikroorganisme lain. Zat antibiotik
tersebut disebut penisilin. Penemuan
antibiotik penisilin sangatlah penting bagi umat manusia karena penisilin dapat
mengobati berbagai penyakit infeksi.
Penemuan antibiotik diiringi pula
dengan peningkatan kekebalan tubuh mikroorganisme. Misalnya beberapa jenis
bakteri dapat menghasilkan enzim yang dapat menghambat kerja penisilin. Bakteri
tersebut akhirnya kebal terhadap penisilin. Artinya, meskipun diberi penisilin,
bakteri tersebut tetap tidak terbasmi sehingga penyakit penderita tidak dapat
disembuhkan. Oleh karena itu para pakar mencoba untuk menemukan obat lain untuk
melawan bakteri yang kebal penisilin.
Jamur Cephalosporium selanjutnya diketahui menghasilkan zat antibiotik sefalosporin yang dapat membunuh bakteri
yang kebal terhadap penisilin. Akan tetapi, beberapa jenis mikroorganisme
kemudian ada pula yang menjadi kebal terhadap antibiotik sefalosporin. Kemudian
ditemukan antibiotik streptomisin
yang dihasilkan oleh bakteri Streptomyces
griscus, guna melawan bakteri yang kebal terhadap penisilin dan
sefalosporin. Penderita TBC seringkali mendapatkan antibiotik streptomisin ini.
Gabungan antara penisilin dan streptomisin sering disebut sebagai penstrep
singkatan dari penisilin dan streptomisin. Contoh bakteri lainnya yang
mengahsilkan antibiotik adalah Bacillus
polymyxa menghasilkan polimiksin, B.
subtilis menghasilkan basitarin, dan Streptomyces
menghasilkan tetrasiklin.
Demikianlah secara alami terdapat
berbagai jamur dan bakteri yang mengeluarkan racun (antibiotik) ke lingkngannya
sehingga dapat membunuh mikroorganisme lain. Racun itu dikeluarkan oleh
mikroorganisme karena berkompetisi dengan mikroorganisme lain di lingkungannya.
Untuk mendapatkan antibiotik, mikroorganisme penghasilnya dikultur pada media
tertentu, dan produknya dipanen dan diperdagangkan.
b.
Pembuatan antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal diproduksi selain
untuk melawan gen dalam tubuh manusia, dapat pula diproduksi untuk mendiagnosis
penyakit, mengisolasi molekul toksin dan untuk tes diagnostik misalnya tes
kehamilan.
c.
Terapi gen manusia
Rekayasa genetika berpotensi untuk
memperbaiki kelainan genetik individu. Perbaikan kelainan genetik dengan
memperbaiki gen disebut dengan terapi gen. Kelainan genetik yang
diakibatkan oleh tidak berfungsinya satu alel secara teoritis dapat diperbaiki
dengan mengganti gen yang tidak normal dengan gen normal melalui teknik
rekombinan DNA. Alel baru yang normal dapat disisipkan ke dalam sel-sel somatis
pada anak-anak atau orang dewasa, atau pada sel-sel germ (sel-sel yang
memproduksi gamet), atau pada sel-sel embrio. Terapi gen ini cocok untuk
memperbaiki suatu kelainan karena tidak adanya satu enzim yang mengakibatkan
adanya satu alel yang tidak normal. Dalam kasus ini alel normal dapat
dimasukkan ke dalam kromosom sel somatis sehingga sel somatis tersebut kembali
mampu memproduksi enzim yang tadinya tidak ada.
Terapi gen telah berhasil dicobakan untuk
memperbaiki rusaknya sistem kekebalan karena tidak adanya enzim adenosin
deaminase (ADA). Dilakukan dengan dua cara yaitu:
Terapi cara pertama:
a)
Menyiapkan retrivirus (virus DNA)
dan menyisipkan alel ADA normal ke dalam asam nukleat retrovirus. Dari tahap
ini terbentuklah retrovirus rekombinan yaitu retrovirus yang telah disisipi
dengan gen ADA normal.
b)
Limfosit T yang telah diambil dari
pasien, dikultur secara in vitro (di
luar tubuh) bersama dengan vektor retrovirus rekombinan.
c)
Retrovirus rekombinan menginfeksi
sel limfosit T dan menyisipkan genomnya pada genom sel limfosit T, menghasilkan
sel limfosit T normal.
d)
Sel limfosit T normal yang telah
mengandung alel ADA normal dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien dengan cara
disuntikkan.
Terapi cara ke dua adalah dengan
memasukkan retrovirus rekombinan ke dalam sel sumsum tulang pinggul, sehingga
genom retrovirus akan menyisip ke dalam kromosom sel-sel tersebut. Mengapa
disisipkan pada sel-sel di sumsum tulang pinggul? Sumsum tulang pinggul
memproduksi sel-sel lomfosit T. Dengan demikian sel-sel limfosit T yang
dihasilkan menjadi normal.
d.
Pembuatan vaksin
Sampai dengan saat ini, penyakit yang
diakibatkan oleh virus belum dapat
diobati sehingga dilakukan pencegahan dengan menggunakan vaksin untuk melawan
penyakit. Ada dua tipe vaksin tradisional untuk penyakit yang disebabkan oleh
virus; pertama, vaksin yang berasal dari partikel virus yang virulen, yang
dikurangi keganasannya secara kimiawi maupun fisik; kedua, vaksin yang berasal
dari virus aktif tetapi tidak patogen. Kedua tipe vaksin ini merangsang tubuh
menghasilkan antibodi untuk melawan penyakit.
Kini melalui bioteknologi telah berhasil
dikembangkan teknik untuk memodifikasi vaksin atau menyediakan vaksin baru. Pertama, DNA rekombinan dapat
menggerakkan pembuatan suatu protein khusus dalam jumlah besar dari seludung
protein virus, bakteri atau mikroba lainnya. Protein ini dapat menjadi pemicu
terbentuknya respons kekebalan untuk melawan penyakit. Oleh karena itu protein
ini dapat digunakan sebagai vaksin. Kedua,
rekayasa genetika dapat digunakan untuk memodifikasi genom patogen sehingga
menjadi lemah. Vaksinasi dengan makhluk hidup yang lemah lebih efektif dari
pada protein vaksin, karena hanya dengan memasukkan sedikit saja akan
menghasilkan respon kekebalan yang besar. Patogen yang dilemahkan dengan teknik
gen splicing (penyisipan gen) lebih
aman daripada mutan alami yang digunakan secara tradisional.
Bioteknologi melalui teknik rekombinan DNA
yang dapat
digunakan untuk mengembangkan produk-produk peternakan. Produk tersebut
misalnya vaksin dan antibodi untuk mencegah penyakit hewan, serta hormon
pertumbuhan yang merangsang pertumbuhan hewan ternak. Sebagai contoh adalah
penyuntikan hormon pertumbuhan sapi (BGH= bovine
growth hormone) pada sapi perah. Hormon ini dibuat dengan menyisipkan gen
somatotropin dari sel sapi ke dalam plasmid bakteri E. coli. Penyuntikan BGH pada sapi perah ternyata dapat
meningkatkan produksi susu selain meningkatkan produksi daging.
Rekombinasi DNA yang mengarah pada
pembentukan organisme transgenik dapat dikembangkan dalam bidang peternakan. Organisme transgenik adalah organisme
hasil rekayasa genetika yang mengandung gen dari species lain. Untuk
menghasilkan organisme transgenik, dilakukan penyuntikan DNA asing pada sel-sel
telur ataupun pada sel-sel embrio awal. Dengan teknologi ini, kita dapat
menggabungkan hewan-hewan yang bernilai ekonomi misalnya ikan, sapi, kambing
dan domba.
Proses penambahan DNA asing pada bakteri
merupakan teknik rekombinasi DNA yang memiliki prospek untuk memproduksi hormon
atau obat-obatan di dunia kedokteran. Misalnya produksi hormon insulin, hormon
pertumbuhan, protein kekebalan, anti kanker dan zat anti virus yang disebut
interferon. Orang yang mengalami kelainan diabetes melitus membutuhkan suplai
insulin dari luar tubuh. Dengan menggunakan teknik rekombinasi DNA, insulin
dapat dipanen dari bakteri. Contoh lainnya adalah fusi gen manusia dengan gen
tikus untuk menghasilkan obat serangan jantung.
6.
Mikroorganisme sebagai Pencerna Limbah
Di alam terdapat berbagai
mikroorganisme yang dapat mencerna karbohidrat, lemak, protein, selulosa,
minyak dan plastik. Berbagai species mikroorganisme liar tersebut dapat
dimanfaatkan untuk keperluan tertentu. Para ilmuwan meneliti dan menangkap
mikroorganisme liar tersebut untuk dikultur di laboratorium. Beberapa bakteri
pencerna selulosa dan pencerna minyak telah berhasil diperoleh. Selama itu juga
pernah diteliti campuran mikroorganisme yang dapat mencerna sampah secara lebih
efektif. Penelitian-penelitian seperti ini juga telah dilakukan di Indonesia.
Mikroorganisme yang diperoleh didaftarkan untuk mendapatkan hak paten.
Mikroorganisme tersebut dapat dimanfaatkan oleh kalangan industri untuk
mengolah limbah sebelum limbahnya
dibuang ke lingkungan. Misalnya industri yang limbahnya mengandung lemak dapat
memanfaatkan mikroorganisme pencerna lemak sebelum membuang limbah ke sungai.
Pengolahan limbah ini biasanya dilakukan melalui Unit Pengolah Limbah (UPL).
Dalam UPL biologis, bakteri pencerna dimasukkan ke bak berisi limbah, yang
diberi aerator (alat pemasok udara)
untuk memasukkan oksigen pada pernapasan bakteri secara aerobik. Limbah akan terurai
dan dapat dibuang ke lingkungan setelah air dipisahkan dari endapan limbah yang
tidak berbahaya lagi. UPL biologis ini telah digunakan untuk mengolah limbah
minyak dan limbah industri tertentu. Meskipun biaya pengoperasiannya murah
namun biaya investasinya yang relatif mahal. Oleh karena itu belum semua
industri mau menggunakannya.
Beberapa penelitian menemukan
adanya bakteri yang dapat mencerna plastik. Meskipun masih dalam tahap awal,
hasil penelitian ini kelak diharapkan akan dapat memecahkan permasalahan sampah
plastik yang tak terurai. Jika sampah plastik dibiarkan 300-400 tahun yang akan
datang, plastik masih tetap berwujud plastik.
Limbah yang mengandung logam
kromium merupakan limbah beracun. Limbah tersebut dihasilkan oleh pabrik logam
yang melakukan pelapisan logam dengan kromium. Bakteri Enterobacter cloacae mampu mereduksi kromium menjadi tidak beracun.
Saat ini banyak dilakukan
penelitian untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu menguraikan limbah
tertentu. Pada dasarnya di alam telah terdapat berbagai macam bakteri yang
memiliki berbagai kemampuan. Para peneliti melakukan pencarian dengan
mengisolasi bakteri dari limbah, kemudian dikulturkan dan selanjutnya diuji
kemampuannya dalam menguraikan limbah. Bakteri yang telah teruji dikembangbiakkan untuk diberi tugas menguraikan limbah.
Mikroorganisme fotosintetik juga
menghasilkan metabolit sekunder dan primer dan bioeliminasi kontaminan dan
limbah cair. Merupakan suatu hasil penelitian yang mengetengahkan pentingnya
mikroalga terutama alga hijau Chlamydomonas
reinhardtii, yang meliputi proses produktif dalam pengelolaan limbah cair.
7.
Mikroorganisme sebagai Pemisah Logam dari Bijihnya
Bakteri kemolitotrof adalah baktei yang hidup dari zat-zat anorganik,
misalnya besi dan belerang dan memperoleh energi dari pemecahan bahan kimia
tersebut. Energi yang diperoleh digunakan untuk mengubah karbondioksida dan air
untuk disintesis menjadi zat-zat organik. Prosesnya disebut kemosintesis.
Bakteri pemisah logam ini juga
merupakan bakteri yang secara alami terdapat di batuan dan bijih logam. Salah
satu contohnya adalah bakteri Thiobacillus
ferrooxidans yang digunakan untuk mengekstraksi tembaga dan bijih tembaga.
Bakteri tersebut tumbuh subur dalam suasana asam dan tanpa zat organik. Bijih
logam tembaga yang berkualitas rendah ditimbun, yang dikenal sebagai larutan
peluluh. Di sinilah banyak dijumpai banyak bakteri. Ke dalam larutan peluluh
itu ditambahkan larutan asam sulfat (CuSO4). Setelah itu ditambahkan
logam besi ke dalam larutan peluluh tersebut. Besi akan bereaksi dengan tembaga
sulfat untuk melepaskan tembaga tersebut sehingga diperoleh tembaga murni yang
telah terpisah dari bijihnya. Seluruh proses itu dibantu oleh bakteri Thiobacillus ferrooxidans. Selain itu
terdapat pula bakteri yang dapat memisahkan logam mangan dan uranium dari
bijihnya.
Suatu penelitian pada bidang
bioteknologi tanah telah berhasil
mentransfer gen endotoksin dari Bacillus
thuringiensis ke dalam genom bakteri pemacu tumbuh tanaman, Pseudomonas fluorescens. Dari hasil
rekayasa genetis tersebut diharapkan bakteri yang bersangkutan dapat digunakan
sebagai inokulan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman sekaligus berperan pula
sebagai biopestisida untuk membunuh ulat Lepidoptera,
Diptera dan Coleoptera. Selain ke bakteri, gen endotoksin tersebut telah pula
berhasil ditransfer ke tanaman.
Untuk memperbaiki sifat bakteri
tanah yang digunakan dalam Bioteknologi Penambangan Minyak Bumi (MEOR),
beberapa peneliti menyarankan pula untuk
menggunakan teknologi DNA walaupun sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang
diharapkan. Kesulitan besar masih dihadapi oleh para peneliti karena banyaknya
gen dan faktor-faktor lain yang mengendalikan sifat ‘termofil’ (kemampuan hidup
pada suhu tinggi) dan ‘halofil’ (kemampuan hidup pada kepekaan garam tinggi)
suatu bakteri. Pada tahun 1981 gen yang mengkode enzim termostabil
isopropylmalat dehydrogenase telah berhasil ditransfer ke bakteri E. coli. Bakteri yang telah terekayasa genetik tersebut mampu
menghasilkan enzim termostabil tetapi sifatnya masih mesofil. Kendala yang sama
juga dihadapi oleh peneliti yang menginginkan untuk memindahkan gen tertentu
dari bakteri lain ke bakteri termofil atau halofil. Untuk beberapa bakteri
termofil aerob, transformasi DNA memungkinkan misalnya pada Bacillus stearothermophilus, sedangkan
untuk termofil anaerob serta halofil hingga sekarang belum ditemukan sistem
transformasi DNA yang cocok.
Bioteknologi tanah merupakan
cabang ilmu tanah baru yang bertujuan untuk memanfaatkan aspek-aspek biologis
terutama tanah untuk diterapkan di bidang pertanian maupun non-pertanian.
Beberapa dari teknologi ini yang sudah dikenal di antaranya adalah penggunaan
inokulum Rhyzobium dan Bradyrhizobium untuk meningkatkan
pembentukan bintil efektif pada tanaman kacang-kacangan, penggunaan ganggang
biru hijau, Azotobacter, Azospirillum,
serta penambat N2 lainnya yang hidup bebas untuk meningkakan
produksi tanaman bukan kacang-kacangan. Pemakaian mikroorganisme pelarut fosfat
dan mikoriza untuk meningkatkan penyerapan P oleh tanaman merupakan salah satu
aspek dari teknologi tersebut.
Bioteknologi ini juga dinantikan
untuk membantu memecahkan persoalan pencemaran lingkungan karena penggunaan
pestisida, logam-logam berat serta tercemarnya tanah serta perairan oleh minyak
bumi. Di bidang industri terapan, teknologi ini dinantikan untuk upaya
menghasilkan biopestisida dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis, untuk menghasilkan enzim-enzim termostabil,
serta untuk menghasilkan ‘bakteriorhodopsin’ yang pada saat mendatang digunakan
sebagai teknologi terbaru penyimpan data.
Salah satu aspek bioteknologi
tanah yang paling banyak diteliti adalah penambatan N2 oleh beberapa
bakteri tanah. Penambatan N2 merupakan proses alam terpenting ke dua
setelah penambatan CO2. Proses reduksi N2 dari udara
menjadi amonium dan penyusun protein, terjadi dengan bantuan enzim nitrogenase.
Enzim nitrogenase ini merupakan suatu sistem enzim yang sangat kompleks. Untuk
menyusun enzim tersebut dalam bentuk aktif terlibat 20 gen. Tiga gen terpenting
adalah nif-D dan nif-K yang mengkode enzim dinitrogenase
serta nif-H untuk enzim dinitrogenase
reduktase. Fungsi beberapa nif-Gen
dalam sistem tersebut sampai saat ini masih belum diketahui yaitu nif-X, nif-I, nif-W dan nif-Z.
8. DAFTAR PUSTAKA
c. Budiyanto, M. 2008. Hand Out dan
Klasifikasi Mikroba. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang
d. Dwijoseputro.
1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan
e. Suriawira, U. 1995. Pangantar
Mokrobiologi Umum. Bandung: Angkasa
5. BIOTEKNOLOGI
DAN HUBUNGANNYA DENGAN
DISIPLIN ILMU LAIN
1.
Ilmu Fisika
Ilmu fisika berkembang
sejak ada penemuan ilmu optik atau gubungan cahaya dan lensa, berkembangnya
teori unsur, konsep atom oleh Dalton, listrik, hubungan reaksi kimia dengan
gejala listrik, listrik dan magnet, serta hubungan antara cahaya dengan gejala
magnet. Perkembangan selanjutnya adalah ditemukannya elektron, hubungan antara
elektron dengan cahaya yang melahirkan teori kuantum, partikel cahaya (foton),
proton dan neutron, dst.
Di bidang biologi, ilmu
fisika sangat bermanfaat sejak penemuan pertama stetoskop di bidang kedokteran yang
diawali dengan percobaan oleh R. T. H. Laennec bahwa apabila salah satu ujung
dari sepotong kayu digores dengan jarum, suara yang timbul akan dapat didengar
dengan jelas jika ujung kayu yang lain ditempelkan ke telinga. Hasilnya sangat
dramatis dan mendorong Laennec menyempurnakan alatnya. Akhirnya ia menciptakan
suatu silinder kayu berongga dengan panjang 30 cm dan diameter bagian dalamnya sekitar
1 cm serta diameter bagian luarnya 4 cm. Ia menyebut alat ini sebagai stetoskop,
yang berarti “melihat dada”. Dalam bukunya, ia melaporkan risetnya mengenai
stetoskop dan interpretasinya tentang bunyi alami dan patologis dari paru,
jantung, dan suara. Stetoskop yang saat ini digunakan didasarkan pada karya
asli Laennec. Bagian-bagian utama pada stetoskop modern adalah sungkup (bell),
yang mungkin terbuka atau tertutup oleh membran tipis, dan earpieces berfungsi
untuk menyesuaikan/menyamakan impedansi antara kulit dan udara. Bagian ini
menghimpun suara dari daerah yang berkontak. Kulit pasien yang bersentuhan
dengan sungkup terbuka berfungsi seperti diafragma. Kulit pasien memiliki
frekuensi resonan alami yang efektif untuk menghantarkan bunyi jantung.
Cabang fisika nuklir
merupakan dasar bagi pusat listrik tenaga nuklir sebagai sumber energi
alternatif selain minyak terkait dengan langkanya sumber tenaga minyak dan gas
bumi. Pengembangan reaksi fusi terkendali, pemanfaatan tenaga
matahari dan pemanfaatan tenaga angin akan menjadi riset andalan. Studi
di bidang inti atom merupakan basis penggunaan radioaktif dalam bidang
kedokteran terutama pendeteksian jenis kelainan di dalam tubuh dan untuk
penyembuhan kanker yang sangat sukar dioperasi menggunakan metode lama.
Pada industri kedokteran yang dipacu oleh ilmu fisika, maka MRI (Magnetic
Resonance Imaging), PET (Positron Emission Tomography), CAT (Computer
Axial Tomography) dan ultra sound telah berkembang berdasarkan
kelakuan atom-atom yang kontras di bawah medan magnetik. MRI mampu membuat
bayangan dari struktur bagian dalam tubuh seperti otak, jantung dsb.
PET yang awalnya adalah alat untuk fisika partikel, mampu
mengukur aktifitas otak dan melihat jika ada kerusakan dalam otak. CAT (computer
axial tomography) menggunakan sinar X untuk mengetahui keadaan tubuh
manusia. Sedangkan ultra sound untuk melihat keadaan bayi
sebelum lahir ataupun untuk mengetahui kedalaman laut. Pemanfaatan lampu UV dalam ruangan entkas atau laminar air flow yang
dinyalakan dalam waktu satu jam sebelum digunakan, bermanfaat untuk mensterikan
ruangan tersebut.
Dalam bioteknologi,
pemetaan genom yang digunakan untuk pengobatan genetika, pemuliaan tanaman atau
hewan serta kloning makhluk hidup akan lebih berhasil jika menggunakan
komputer yang kemampuannya ratusan kali lebih cepat dari komputer PC yang ada
sekarang. Revolusi bioteknologi diarahkan pada bagaimana skrining DNA dapat
mencegah berbagai penyakit, terapi gen bisa menyembuhkan dan, berkat-tumbuh
organ laboratorium, tubuh manusia bisa diperbaiki semudah mobil, dengan suku
cadang tersedia. Polimer material yang susunan molekulnya panjang, digunakan
untuk membuat engsel buatan, kulit buatan, tulang buatan, katup buatan dan lebih dari 5000 alat kedokteran serta
berbagai produk yang menggunakan biomaterial. Pada akhirnya, proses penuaan
dapat diperlambat atau bahkan dihentikan melalui pemanfaatan material yang mampu menahan kulit dari sengatan
matahari.
2. Ilmu Kimia
Manfaat
ilmu kimia sangat jelas terkait dengan produksi berbagai bahan yang menjadi
kebutuhan praktis manusia. Peranannya sangat besar berhubungan dengan
bidang-bidang industri seperti halnya industri zat warna, bahan pembersih,
sabun, detergen, obat-obatan dan sektor indutsri lainnya. Produk lain yang
semakin giat dihasilkan adalah bahan polimer dan keramik sebagai pengganti dari
peralatan kayu dan logam dengan memiliki sifat-sifat materi yang berbeda dari
materi alami.
Banyak
penemuan baru yang dihasilkan di laboratorium yang dapat meningkatkan kualitas
hidup manusia. Bahan yang dapat ditemukan dan banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari adalah berbagai kelompok yang tergolong dalam antibiotik.
Antibiotik merupakan zat kimia yang diproduksi oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat pertumbuhan atau mematikan mikroorganisme lainnya. Pembuatan
antibiotik harus dalam lingkungan steril agar terhindar dari kontaminasi yang
mungkin terjadi, sehingga pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dapat
optimal dan menghasilkan produk yang optimal pula.
Mikroorganisme memiliki ukuran
renik serta perilaku dan kemampuan yang beraneka ragam, oleh karena itu sejak
lama digunakan untuk memproduksi bahan kimia misalnya asam amino, protein,
enzim, vitamin, asam lemak, pigmen maupun polisakarida. Tabel 5.1 menunjukkan contoh
asam amino yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Tabel 5.1. Produksi Asam Amino
oleh Mikroorganisme
Asam Amino
|
Mikroorganisme
|
Alanin
|
Brevitabacterium
Flavum
|
Arginin
|
Brevitabacterium
Flavum
|
Sitrulin
|
Bacillus
Subtilis
|
Asam Glutamate
|
Brevitabacterium
Flavum
|
Histidin
|
Corynebacterium
Glutamicum
|
Isoleusin
|
Brevitabacterium
Flavum
|
Enzim
merupakan biokatalis dalam reaksi kimia sehingga reaksi tersebut dapat
berlangsung lebih cepat. Dalam bioteknologi, enzim digunakan dalam bahan
makanan, industri kimia dan farmasi (sintesis asam amino dan antibiotik). Pada
produk makanan dan minuman, enzim telah lama digunakan untuk membuat keju, bir,
pemanis dan anggur. Di Amerika Serikat, sirup berkadar gula tinggi dari jagung
merupakan produk terbesar yang dibuat dengan menggunakan teknologi enzimatis.
Selain itu, enzim renin yang dihasilkan dari lambung anak sapi bermanfaat untuk
menghasilkan susu yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan keju. Pada
industri minuman, enzim digunakan untuk membuat minuman sari buah, anggur dan
bir agar tahan terhadap dingin, dan bahan ini pula dapat dipakai untuk membuat
permen dengan rasa manis sedang.
Pada
pembuatan keju, kelompok bakteri yang dipergunakan adalah bakteri asam laktat.
Bakteri ini berfungsi memfermentasikan laktosa dalam susu menjadi asam laktat sebagaimana
ditunjukkan pada reaksi berikut.
C12H22O11
+ H2O → 4CH3CHOHCOOH
Laktosa
+ Air → Asam laktat
Mikroorganisme
dapat mengubah nilai gizi makanan atau minuman dalam proses fermentasi. Proses
fermentasi merupakan perubahan enzimatik secara anaerob dari senyawa organik
menjadi produk organik yang lebih sederhana. Aktivitas mikroorganisme dalam
fermentasi antara lain mengubah ampas tahu atau kacang kedelai menjadi oncom,
kacang kedelai menjadi tempe atau putih menjadi arak hitam atau putih.
Mikroorganisme
pada proses fermentasi dapat
menyebabkan:
a) Perubahan
senyawa-senyawa kompleks pada makanan atau minumam menjadi senyawa yang lebih
sederhana.
b) Peningkatan
cita rasa dan aroma makanan atau minuman. Misalnya oncom dapat dibuat dari
ampas tahu, kelapa atau kacang tanah dengan penambahan mikroorganisme berupa
Neuspora. Neuspora mengeluarkan enzim amilase, lipase, dan protease yang aktif
selama proses fermentasi, juga menguraikan bahan-bahan dinding sel ampas kacang
kedelai atau kelapa. Fermentasi pada pembuatan oncom juga menyebabkan
terbentuknya sedikit alkohol dan berbagai ester yang beraroma
sedap.
Mikroorganisme dapat dijadikan langsung sebagai
sumber pembuatan makanan. Hal ini disebabkan oleh:
a) Massa mikroorganisme tumbuh menjadi dua
kali lipat dalam waktu satu jam, sedangkan massa tumbuhan atau hewan memerlukan
waktu berminggu-minggu.
b) Massa mikroba minimal mengandung 40%
protein serta mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang tinggi. Protein yang
dihasilkan setiap hari dari 1000 biomassa (kg) bakteri mencapai nilai tertinggi
dibandingkan produksi protein oleh hewan ternak, tanaman kacang kedelai, dan khamir.
Bioteknologi terkait
dengan ilmu kimia terus berkembang dengan bukti-bukti penemuan yang terus saja
bermunculan seperti halnya ditemukannya enzim pemotong DNA yaitu enzim
restriksi endonuklease, ditemukannya pengatur ekspresi DNA yang diawali dengan
penemuan operon laktosa pada prokariota, ditemukannya perekat biologi yaitu
enzim ligase, ditemukannya medium untuk memindahkan gen ke dalam sel
mikroorganisme, dan lainnya.
Perkembangan
lainnya terjadi pada ilmu biokimia merupakan cabang ilmu kimia yang mempelajari
makhluk hidup dari aspek kimianya. Biokimia menganggap hidup adalah menyangkut
proses kimia, sehingga dengan pengetahuan biokimia maka ahli bioteknologi
memperlakukan makhluk hidup sebagai bahan kimia yang dapat dipadukan dan
direaksikan.
3. Daftar Pustaka:
a.
Jensen, H. M., A. E. Alberts., K.
R. Malley., Y. Londer., B. E. Cohen., B. A. Helms., P. Weigele., J. T. Groves
and C. M. Ajo-Franklin. 2010. Engineering of a Synthetics Electron Conduct in
Living Cells. Proceedings of the National
Academy of Science. 10:1073. pnas, 1009645107.
b.
Sri. L., M. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian
Sumber Daya Pesisir dan Lautan. Bogor: IPB.
c.
Turella, R. 2006. Kimia Lingkungan. Jakarta: KPD, Bandung.
d.
Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor: M-Brio Press.
6. KONSEP DASAR REKAYASA GENETIKA
A. Rekayasa Genetika
1. Pengertian
Bioteknologi adalah cabang ilmu
yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup maupun produk dari makhluk hidup
untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat digunakan untuk kesejahteraan
manusia. Bioteknologi secara umum dapat meningkatkan kualitas suatu organisme
melalui aplikasi teknologi yang dapat memodifikasi fungsi biologis suatu
organisme, dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada
organisme tersebut. Perubahan sifat biologis melalui rekayasa genetika tersebut
menyebabkan lahirnya organisme baru produk bioteknologi dengan menunjukkan
sifat-sifat yang menguntungkan bagi manusia.
Rekayasa genetika adalah prosedur
dasar dalam menghasilkan suatu produk bioteknologi dengan cara melakukan
modifikasi pada makhluk hidup melalui transfer gen dari suatu organisme kepada
organisme lain. Sandi-sandi genetik pada gen (DNA) dapat dimanfaatkan sebagai
penentu urutan asam amino pembentuk protein (enzim). Pengetahuan ini
memungkinkan manipulasi sifat makhluk hidup atau manipulasi genetik untuk
menghasilkan makhluk hidup dengan sifat-sifat yang diinginkan. Manipulasi atau
perakitan materi genetik dengan menggabungkan dua DNA dari sumber yang berbeda
akan menghasilkan DNA rekombinan. Penggunaan DNA dalam rekayasa genetika dalam
hal penggabungan sifat makhluk hidup tersebut bertolak dari asumsi bahwa DNA-lah
yang mengatur sifat-sifat makhluk hidup tersebut sehingga dapat diturunkan dan
memiliki struktur yang sama.
Rekayasa genetika merupakan
transplantasi atau pencangkokan satu gen ke gen lainnya yang bersifat antar
gen atau dapat pula lintas gen sehingga
mampu menghasilkan produk. Gen yang telah direkayasa susunannya tersebut dapat
menyebabkan suatu makhluk hidup menghasilkan suatu senyawa/produk tertentu yang
diinginkan. Teknologi rekayasa genetika merupakan inti dari bioteknologi yang
didefinisikan sebagai teknik in-vitro asam nukleat, termasuk DNA rekombinan dan
injeksi langsung DNA ke dalam sel atau organel, atau fusi sel di luar keluarga
taksonomi yang dapat menembus rintangan reproduksi dan rekombinasi alami, dan
bukan teknik yang digunakan dalam pemuliaan dan seleksi tradisional. Prinsip
dasar teknologi rekayasa genetika adalah memanipulasi atau melakukan perubahan
susunan asam nukleat dari DNA (gen) atau menyelipkan gen baru ke dalam struktur
DNA organisme penerima. Gen yang diselipkan dan organisme penerima dapat
berasal dari organisme apa saja misalnya gen dari pankreas manusia yang
kemudian diklon dan dimasukkan ke dalam E.
coli yang bertujuan untuk mendapatkan insulin.
2. Tujuan Rekayasa Genetika
Rekayasa genetika pada tanaman
mempunyai target antara lain untuk meningkatkan produksi, meningkatkan mutu
produk agar tahan lama dalam penyimpanan pascapanen, peningkatan kandungan
gizi, tahan terhadap serangan hama dan penyakit tertentu (serangga, bakteri,
jamur atau virus), tahan terhadap herbisida, sterilitas dan fertilitas (untuk
produksi benih hibrida), toleransi terhadap pendinginan, penundaan kematangan
buah, kualitas aroma dan nutrisi, perubahan pigmentasi. Rekayasa genetika pada
mikroba bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kerja mikroba tersebut
(misalnya mikroba untuk fermentasi, pengikat nitrogen udara, meningkatkan
kesuburan tanah, mempercepat proses kompos dan pembuatan makanan ternak,
mikroba prebiotik untuk makanan olahan) dan untuk menghasilkan bahan
obat-obatan dan kosmetika.
3. Manfaat Rekayasa Genetika
Secara umum rekayasa genetika
bermanfaat untuk:
a) Meningkatkan derajat kesehatan manusia,
melalui produksi berbagai hormon manusia seperti insulin dan hormon
pertumbuhan.
b) Tersedianya sumber energi yang terbaharui.
c) Tersedianya bahan makanan yang lebih
melimpah.
d) Proses industri yang lebih murah.
e) Berkurangnya polusi.
4. Prosedur Rekayasa
Genetika secara umum meliputi:
a)
Isolasi gen,
b)
Memodifikasi gen sehingga fungsi
biologisnya lebih baik,
c)
Mentransfer gen tersebut kepada
organisme baru,
d)
Membentuk produk organisme
transgenik.
5. Penerapan Rekayasa
Genetika
a. Bidang pertanian dan bahan pangan:
a)
Ditemukannya tomat Flavor Savor
yang dapat tahan beberapa minggu lebih lama dibandingkan dengan tomat biasa
atau dikenal dengan penundaan pematangan pada tanaman tomat,
b)
Ditemukannya sapi dengan produksi
susu yang meningkat
hingga 20%,
c)
Ditemukannya kopi super,
d)
Ditemukannya tanaman ber-pestisida/insektisida
yaitu tanaman yang dapat mensintesis protein kristal insektisidal (insectisidal crystal protein = ICP) yang
berasal dari Bacillus thuringensis.
Protein kristal insektisida mempengaruhi usus hama seperti ulat atau serangga
tertentu yang makan tanaman ini sehingga hama mati,
e)
Ditemukannya jagung dengan protein
yang tinggi.
f)
Ditemukannya tanaman yang
resistensi terhadap kondisi lingkungan misalnya tanaman yang tahan kering
karena mempunyai lapisan kutikula yang lebih tebal sehingga tumbuh baik di
daerah kering,
g)
Ditemukannya tanaman yang tahan
terhadap angin misalnya tanaman kedelai yang telah dimanipulasi agar mempunyai
batang yang lebih kuat dengan tinggi yang seragam sehingga tahan terhadap angin
kencang.
b. Bidang kesehatan dan farmasi:
a)
Diproduksinya insulin dengan cepat
dan murah,
b)
Adanya terapi genetik,
c)
Diproduksinya interferon,
d)
Diproduksinya beberapa hormon
pertumbuhan.
c. Bidang industri:
a)
Terciptanya bakteri yang mampu
membersihkan lingkungan tercemar,
b)
Bakteri yang dapat mengubah bahan
tercemar menjadi bahan tidak berbahaya
c)
Bakteri pembuat aspartenik.
6. Proses
pembentukan organisme transgenik melalui dua cara yaitu:
a. Melalui
proses introduksi gen
b. Melalui proses mutagenesis
a. Proses introduksi gen
Beberapa langkah dasar
proses introduksi gen adalah:
a)
Membentuk sekuen gen yang diinginkan
yang ditandai dengan penanda yang spesifik,
b)
Mentransformasi sekuen gen yang
sudah ditandai ke jaringan,
c)
Mengukur jaringan yang sudah
mengandung gen yang ditransformasi,
d)
Uji coba kultur tersebut di
lapangan.
b. Proses mutagenesis
Memodifikasi gen pada
organisme tersebut dengan mengganti sekuen basa nitrogen pada DNA yang ada
untuk diganti dengan basa nitrogen lain sehingga terjadi perubahan sifat pada
organisme tersebut. Contoh, semula sifatnya tidak tahan hama menjadi tahan
hama. Beberapa contoh mutagen yang umum dipakai adalah sinar gamma (mutagen
fisika) dan etil metana sulfonat (mutagen kimia).
7. Transfer Gen
Transfer gen horizontal
atau transfer gen lateral merupakan proses masuknya bahan - bahan genetik suatu
organisme kepada organisme lain tanpa melalui proses reproduksi. Istilah ini
dipertentangkan dengan transfer gen vertikal yang terjadi apabila suatu organisme
menerima bahan genetik dari tetuanya. Transfer gen horizontal buatan merupakan
salah satu bentuk rekayasa genetika yang mempunyai peranan sangat penting dalam perkembangbiakan tanaman dan
peningkatan mutu tanaman. Teknologi ini memungkinkan para pemulia tanaman
memasukkan gen asing ke dalam sel atau jaringan tanaman, baik secara langsung
maupun tak langsung tanpa merujuk kepada tingkat hubungan genetik atau kompatibilitas
suatu jenis.
Transfer gen dilakukan
dengan DNA baru yang dimasukkan ke dalam sel organisme yang biasanya dilakukan
dengan bantuan mikroorganisme yang bertugas sebagai vektor. Jadi gen yang sudah
diubah atau gen biasa yang normal, dimasukkan ke dalam sel untuk menggantikan
gen yang rusak karena apabila gen rusak bisa menyebabkan fungsi gen tersebut
lenyap. DNA dapat dipotong jadi pendek dengan memakai enzim restriksi. Enzim tersebut
semacam protein yang mempercepat reaksi kimia. Ujung dari potongan ini memiliki
kecenderungan untuk menempel pada ujung potongan DNA lainnya. Begitu
dilepaskan, ia akan mencari dan mengejar ujung potongan DNA yang dapat sebagai
tempat ia menempel. Dengan melihat ukuran potongan yang dibuat oleh enzim restriksi, ilmuan dapat
menentukan apakah gen tersebut memiliki sandi genetik yang pantas. Teknik ini telah
dipakai dalam menganalisa struktur genetik sel janin dan mendiagosa penyakit
darah tertentu seperti anemia sel sabit.
Transfer gen sebagai alat untuk menghasilkan
keragaman genetik tanaman mulai dikembangkan sejak tahun 1980-an, setelah orang
menemukan enzim endonuklease restriksi dan mengetahui cara menyisipkan fragmen
DNA organisme asing ke dalam kromosom penerima, dan diciptakannya alat sekuensing
DNA. Tekhnik transfer gen juga memerlukan keterampilan dalam budidaya jaringan
untuk mendukung proses ini.
Dalam transfer gen,
fragmen DNA dari organisme lain (baik mikroba, hewan atau tanaman) atau dapat
pula gen sintetik, disisipkan ke dalam tanaman penerima dengan harapan gen
“baru” ini akan terekspresi dan meningkatkan keunggulan tanaman tersebut.
Strategi pemuliaan ini banyak mendapat pertentangan dari kelompok-kelompok
lingkungan karena kultivar yang dihasilkan dianggap membahayakan lingkungan
jika dibudidayakan secara bebas di alam.
Penyisipan gen dilakukan
melalui berbagai cara yaitu (1) transformasi dengan perantara bakteri penyebab
puru tajuk Agrobacterium (terutama
untuk tanaman non-monokotil), (2) elektroporasi terhadap membran sel, (3)
biobalistik (penembakan partikel), dan (4) transformasi dengan perantaraan
virus.
B. DNA Rekombinan
Teknik
yang paling dikenal untuk mengubah makhluk hidup secara genetik adalah DNA
rekombinan (rDNA). DNA adalah singkatan dari Deoksiribonukleat Acid, suatu molekul yang mengkode intruksi
biologis. DNA bertanggungjawab menentukan sifat makhluk
hidup dan DNA tersebut mempunyai susunan yang khas untuk setiap organisme.
Untaian DNA ini dapat diubah susunannya, sehingga diperoleh untaian baru yang
mengekspresikan sifat-sifat yang diinginkan. Perubahan susunan DNA ini
diperoleh melalui teknik rekombinan.
Teknologi DNA rekombinan
banyak melibatkan bakteri atau virus sebagai vektor (perantara). Proses DNA
rekombinan dilakukan melalui tiga tahapan
yaitu:
a) Manipulasi DNA in vitro (luar sel organisme/isolasi DNA).
b) Memotong dan menyambung DNA (transplantasi
gen/DNA) atau menggabungkan/ merekombiansi DNA suatu organisme dengan DNA
bakteria dalam plasmid atau bakteriofag.
c) Pengklonan (memasukkan DNA ke dalam sel hidup)
yaitu teknik mereplikasi progeni yang membawa DNA rekombinan.
Proses-proses di atas pertama
kali dilakukan oleh Paul Berg dan A. D. Kaiser pada tahun 1972. Mereka berjaya
memasukkan DNA prokariot ke dalam bakteria, kemudian oleh S. N. Cohen dan Herbert
Boyer yang berjaya menggabungkan DNA organisme eukariot bersama plasmid
bakteria. Pada tahun 1978 beberapa
ahli seperti Werner Arber, Hamilton Smith, dan Daniel mendapatkan hadiah nobel
untuk penemuannya tentang Endonuklease restriksi, yaitu enzim yang dapat
memotong DNA. Dengan enzim tersebut, kini manusia dapat memotong-motong dan
mengeluarkan gen dari tempatnya pada kromosom, dan memindahkannya ke sel
individu lain atau jenis makhluk lain, dan dapat bekerja normal dalam tubuh
penerima atau yang mengalami rekayasa itu.
Perlengkapan
yang diperlukan untuk rekayasa genetika adalah
(1) enzim pemotong gen yaitu endonuklease restriksi, (2) enzim
penyambung gen yang dikehendaki yaitu Ligase, (3) vektor yang membawa gen yang
akan disisipi/dititipkan dapat berupa plasmid bakteri (gen di luar kromosom bakteri) atau virus, dan (4) inang. Adapun
tahap-tahap rekayasa genetika adalah (1) mendapatkan gen yang diinginkan (gen
yang diinginkan dari suatu individu dipotong dengan enzim endonuklease
restriksi), (2) gen disambung kembali dengan enzim ligase, (3) vektor yang
sudah membawa gen titipan dimasukkan ke dalam inang, (4) vektor dalam sel inang
ditumbuhkan, (5) isolasi produk dari inang, dan (6) penyempurnaan produk.
Secara jelasnya adalah isolasi
DNA dilakukan untuk memilih dan memisahkan DNA maupun gen yang dikehendaki
dengan cara mengekstrak kromosom dari organisme donor. DNA dalam kromosom yang
dipilih harus dipotong terlebih dahulu. Pemotongan gen dalam satu untaian DNA
menggunakan enzim endonuklease restriksi yang berperan sebagai gunting biologi.
Dengan menggunakan enzim tersebut DNA dari suatu organisme dapat diisolasi
dengan memotongnya menjadi segmen-segmen kecil. Segmen DNA yang diperoleh
kemudian dimasukkan ke dalam suatu vektor dan vektor ini harus berikatan dengan
gen, mampu memperbanyak dan mengekspresikan gen tersebut. Vektor (pembawa) pada
proses ini berupa plasmid atau virus. Plasmid adalah rantai DNA melingkar di
luar kromosom bakteri.
Plasmid maupun gen virus harus
dipotong terlebih dahulu agar dapat digunakan sebagai vektor. Pemotongan ini
juga menggunakan enzim endonuklease restriksi. Gen atau DNA yang telah
diisolasi kemudian dicangkokkan ke dalam plasmid. Proses ini dikenal dengan
transplantasi gen. Transplantasi dilakukan dengan cara mencangkokkan (menyambung gen yang telah diisolasi ke
dalam DNA plasmid vektor). Penyambungan menggunakan enzim ligase yang mampu
menyambung ujung-ujung nukleotida dan berperan sebagai lem biologi. Setelah
penyambungan ini, maka vektor mengandung DNA asli dan DNA sisipan (asing).
Dengan demikian diperoleh organisme dengan rangkaian DNA gabungan atau
kombinasi baru sehingga rantai DNA ini disebut DNA rekombinan.
DNA baru yang telah membawa
segmen DNA cangkokan selanjutnya memasuki tahap akhir, yaitu dimasukkan ke dalam
vektor sel bakteri maupun virus.
Pemasukan ini melalui pemanasan dalam larutan NaCl atau melalui elektroporasi.
Selanjutnya bakteri ini melakukan replikasi dengan cara membelah diri. Melalui
proses ini, diperoleh plasmid-plasmid hasil transplantasi gen (DNA rekombinan)
dalam jumlah banyak.
Adapun
tahap-tahap DNA rekombinan untuk mendapatkan gen yang diinginkan ditunjukkan
pada gambar berikut:
Ada beberapa cara untuk
mendapatkan DNA rekombinan melalui rekayasa genetika, di antarnya adalah
teknologi plasmid, fusi sel (teknologi hibridoma) dan transplantasi inti.
1.
Teknologi plasmid
Molekul DNA berbentuk
sirkular yang terdapat dalam sel bakteri atau ragi disebut plasmid. Plasmid merupakan molekul DNA nonkromosom yang dapat dipindahkan
dari bakteri satu ke bakteri yang lain, dan mempunyai sifat keturunan bakteri
sama dengan induknya. Selain itu, plasmid juga dapat memperbanyak diri melalui
proses replikasi sehingga dapat terjadi pengklonan DNA yang menghasilkan
plasmid dalam jumlah banyak. Karena sifat-sifat plasmid yang menguntungkan,
maka plasmid digunakan sebagai vektor atau pembawa gen untuk memasukkan gen ke
dalam sel target. Contoh teknologi plasmid yang sudah dilaksanakan
adalah produksi insulin, tumbuhan yang lebih resisten dari penyakit, kekeringan
dan kondisi tanah yang jelek.
2.
Fusi sel (teknologi hibridoma)
Fusi sel (teknologi
hibridoma) merupakan proses peleburan atau penyatuan dua sel dari jaringan atau
species yang sama atau berbeda sehingga dihasilkan sel tunggal yang mengandung
gen-gen dari kedua sel yang berbeda tersebut. Sel tunggal ini dinamakan hibridoma yang mempunyai sifat-sifat
kedua sel. Contoh penggunaan teknologi hibridoma adalah produksi antibodi dalam
skala besar. Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sel limfosit B atau
sel T yang bertugas melawan setiap benda asing (anti gen) yang masuk ke dalam
tubuh. Antibodi tertentu akan melawan antigen tertentu pula. Dalam proses fusi
sel, sel B atau sel T dijadikan sebagai sel sumber gen yang memiliki sifat yang
diinginkan yaitu mampu memproduksi antibodi. Sedangkan sel wadah, atau sel
target digunakan sel mieloma atau sel kanker yang mampu membelah diri dengan
cepat dan tidak membahayakan manusia. Kemudian, sel B atau sel T difusikan dengan
sel mieloma. Untuk mempercepat fusi sel, digunakan fusi gen (zat yang
mempercepat terjadinya fusi). Contoh fusi gen adalah CSCl++,
polietilenglikol (PEG), virus dan NaNO3. Hasil fusi antara sel
limfosit B dengan sel mieloma menghasilkan hibridoma yang memiliki gen
penghasil antibodi seperti induknya (sel B) dan dapat membelah dengan cepat
seperti sel mieloma.
3.
Transplantasi inti
Transplantasi inti
(nukleus) ialah pemindahan inti dari sel satu ke sel yang lain sehingga
diperoleh individu baru yang mempunyai sifat sesuai dengan inti yang diterima.
Transplantasi nukleus contohnya pada sel domba. Nukleus dari sel-sel
kambing/domba yang diploid dimasukkan ke dalam ovum tanpa inti sehingga
terbentuk ovum berinti diploid dari kambing/domba tersebut. Selanjutnya ovum
melakukan pembelahan mitosis berulangkali menghasilkan morula, kemudian blastula.
Lebih lanjut blastula dikloningkan menjadi banyak sel dan inti dari setiap sel
diambil untuk dimasukkan ke dalam ovum tak berinti yang berbeda sehingga
terbentuk ovum diploid dalam jumlah banyak. Masing-masing ovum dikultur secara in vitro dan akhirnya setiap ovum
menjadi individu baru yang memiliki sifat dan jenis kelamin yang sama. E. coli dipilih sebagai sel target
karena E. coli mudah diperoleh dan
dipelihara, tidak mengandung gen yang membahayakan dan dapat membelah diri
setiap 20 menit sekali.
4. Kloning Gen
Kloning gen
terjadi pada gen-gen yang telah direkomendasi untuk dikembangkan.
Kloning berasal dari kata “clone” yang diturunkan dari bahasa Yunani yaitu
“klon” yang artinya potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Kata
ini digunakan dalam dua pengertian yaitu (1) klon sel adalah sekelompok sel
yang identik sifat-sifat genetiknya, semua berasal dari satu sel, dan (2) klon
gen atau molekular adalah sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang
direplikasikan dari satu gen yang dimasukkan dalam sel inang.
Kloning dalam biologi adalah
proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama (populasi) yang
identik secara genetik. Kloning merupakan proses reproduksi aseksual yang biasa
terjadi di alam dan dialami oleh banyak bakteria, serangga, atau tumbuhan.
Macam-macam teknik kloning dapat dilakukan terhadap semua makhluk hidup baik
tumbuhan, hewan maupun manusia. Pada tumbuhan, kloning dapat dilakukan dengan
teknik okulasi yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas tanaman dan meningkatkan
produktivitasnya, sedangkan pada hewan dan manusia ada beberapa teknik yang
dapat dilakukan diantaranya dapat berupa
kloning embrio. Kloning pada hewan atau manusia
itu sendiri bertujuan untuk memperbaiki kualitas hewan seperti sapi, domba,
onta, kuda dll. Dibolehkan juga memanfaatkan proses kloning untuk meningkatkan
produktivitas hewan dan perkembangbiakannya, ataupun untuk mencari obat bagi
berbagai penyakit manusia terutama penyakit-penyakit yang kronis.
Kloning manusia dilaksanakan
dengan cara mengambil inti sel tubuh seseorang lalu dimasukkan ke dalam sel
telur yang diambil dari seorang perempuan. Dengan bantuan cairan kimiawi khusus
dan kejutan arus listrik, inti sel digabungkan dengan sel telur. Setelah proses
penggabungan ini terjadi, sel telur yang telah bercampur dengan inti sel
tersebut ditransfer ke dalam rahim seorang perempuan, agar dapat memperbanyak
diri, berkembang, berdiferensiasi dan berubah menjadi janin sempurna. Setelah
itu keturunan yang dihasilkan dapat dilahirkan secara alami. Keturunan ini
memiliki kode genetik sama dengan induknya yakni orang yang menjadi sumber inti
sel tubuh yang telah ditanamkan pada sel telur perempuan.
Kultur jaringan tumbuhan
merupakan salah satu teknik kloning tumbuhan. Suatu klon tumbuhan merupakan
populasi tumbuhan yang diproduksi secara aseksual dari satu induk. Kultur
jaringan tumbuhan (mikropropagasi) adalah bentuk perbanyakan (propagasi)
tumbuhan secara vegetatif dengan cara memanipulasi jaringan somatik (jaringan
tubuh) tumbuhan di dalam kultur aseptik (bebas kuman) dengan lingkungan
terkontrol.
Kultur jaringan tumbuhan
utuh dapat dihasilkan dari bagian atau potongan akar, batang atau daun yang
disebut eksplan yang masih hidup.
Eksplan dapat membentuk tumbuhan yang utuh (plantet)
karena adanya sifat totipotensi. Totipotensi pada tumbuhan merupakan kemampuan
sel tumbuhan untuk berkembang menjadi tumbuhan yang utuh. Semua sel-sel
tumbuhan yang masih muda dan aktif, misalnya ujung akar, ujung batang, dan
meristem sekunder (kambium) merupakan sel totipoten.
Potongan jaringan tumbuhan
yang terdiri atas sejumlah kecil sel-sel yang ditumbuhkan pada medium kultur
yang sesuai dan dibiarkan tumbuh menjadi massa sel yang belum terdiferensiasi disebut
sebagai kalus. Medium kultur membutuhkan gula, garam-garam anorganik, nitrogen
organik dan unsur-unsur mikro. Di dalam medium, ditambahkan juga hormon
pertumbuhan untuk tumbuh yaitu auksin dan sitokinin. Komposisi yang tepat dari
medium kultur tergantung pada species tumbuhan yang akan diklon.
Beberapa langkah dasar dalam
kloning gen yaitu:
a)Untuk
menghasilkan molekul DNA rekombinan, maka suatu fragmen DNA yang mengandung gen
yang akan diklon dimasukkan ke dalam molekul DNA sirkular yang disebut vektor.
b)
Vektor bertindak sebagai wahana
yang membawa gen masuk ke dalam sel host yang biasanya berupa bakteri, walaupun
sel-sel jenis lain dapat digunakan.
c)
Di dalam sel host, vektor
mengadakan replikasi menghasilkan banyak kopian atau turunan yang identik, baik
vektornya sendiri maupun gen yang dibawanya.
d)
Ketika sel host membelah, duplikat
(kopian) molekul DNA rekombinan diwariskan pada progeni dan terjadi replikasi
vektor selanjutnya.
e)
Setelah terjadi sejumlah besar
pembelahan sel, maka dihasilkan koloni atau klon sel host yang identik.
Tiap-tiap sel dalam klon
mengandung satu kopian atau lebih molekul DNA rekombinasi, sehingga dapat
dikatakan bahwa gen yang dibawa oleh molekul rekombinan tersebut telah
mengalami kloning. Molekul DNA plasmid dan bakteriofage mempunyai sifat-sifat
dasar yang ditentukan sebagai wahana kloning, namun sifat ini tidak berguna
tanpa adanya teknik eksperimen untuk manipulasi molekul DNA dalam laboratorium.
Secara sederhana,
keterampilan dasar untuk melakukan kloning adalah:
a)
Preparasi sampel DNA murni,
b)
Pemotongan DNA murni,
c)
Analisis ukuran fragmen DNA,
d)
Penggolongan molekul DNA,
e)
Memasukkan molekul DNA ke dalam
sel host,
f)
Identifikasi sel yang mengandung
molekul DNA rekombinasi.
C. Penyusunan Bank Gen
Kekayaan keragaman genetik
species yang merupakan kekayaan sumber daya hayati Nasional perlu dikelola
sebaik-baiknya. Setelah ratifikasi Convention
on Biological Diversity (CBD) yang mana diakui hak National Sovereignity Right of Plant Genetic Resources, maka Indonesia
wajib melindungi, melestarikan, mengatur dan mendukung pemanfaatan plasma
nutfah secara optimal. Keanekaragaman genetik pada koleksi plasma nutfah
merupakan modal dasar dalam merakit varietas unggul. Peluang keberhasilan
pembentukan varietas unggul menjadi lebih besar dengan meningkatnya jarak
genetik kedua parentnya. Artinya, dengan tingkat keragaman yang tinggi akan
lebih mudah tercipta suatu individu tanaman yang unggul/super. Namun demikian,
dengan berkembangnya varietas unggul maka varietas-varietas lokal menjadi
tererosi karena jarang atau bahkan tidak dibudidayakan sama sekali. Kenyataan
tersebut akan merugikan karena keragaman sifat yang dimiliki varietas-varietas
tersebut akan ikut tereliminasi. Mungkin dari tanaman yang tidak dipedulikan
saat ini tersimpan sifat-sifat menarik yang dapat dikembangkan.
Upaya pengumpulan varietas
lokal tanaman sudah lama dilakukan namun belum dikelola secara optimal karena
persediaan prasarana pendukung seperti alat pengering, kemasan, cold storage
dll, belum memadai adanya. Alih fungsi lahan pertanian, ladang, kebun dan
pekarangan menjadi fasilitas pemukiman dan industri juga mengakibatkan
kehilangan plasma nutfah berbagai tanaman, hewan dan mikroba pertanian. Oleh
karena itu, upaya konservasi plasma nutfah menjadi penting termasuk plasma
nutfah yang saat ini belum tampak manfaatnya atau belum mempunyai nilai
komersial yang tinggi.
Tindakan pengumpulan,
penyelamatan, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah merupakan kebutuhan
yang sangat mendesak apabila Indonesia ingin menyelamatkan kekayaaan sumber
daya genetik untuk kemajuan pertanian bagi generasi yang akan datang. Mengingat
bahwa Indonesia belum memiliki kelembagaan sistem pengelolaan plasma nutfah nasional, maka merupakan
kebutuhan yang sudah sangat mendesak bagi Indonesia untuk membangun Unit Bank
Gen Pertanian (UBGP) sebagai wahana koordinasi dan model pengelolaan plasma
nutfah nasional di Badan Litbang Pertanian.
Dalam rangka pengelolaan
dan pemanfaatan plasma nutfah secara luas, UBGP memiliki peran yang sangat
strategis. Oleh karena itu, managemen bank gen haruslah terpusat dalam bentuk
bank gen nasional yang memiliki fungsi berikut:
a)
Menyusun kebijaksanaan pengelolaan
plasma nutfah sekaligus melaksanakannya atas dasar prioritas.
b)
Mengelola plasma nutfah tanaman
pertanian dalam wawasan jangka panjang secara lestari.
c)
Menjadi clearing house dalam
kebijakan pengeluaran dan pemasukan plasma nutfah melalui satu pintu.
d)
Mengkoordinasi, mengalokasikan
dana, sarana dan peralatan, memberikan garis kebijaksanaan, pedoman dan
ketentuan teknis terhadap unit pengelolaan plasma nutfah tanaman pertanian
lingkup Badan Litbang Pertanian.
e)
Membina, mengevaluasi dan
memonitor pelaksanaan pada Unit kerja pengelola plasma nutfah dan bertanggung jawab atas
pengelolaan secara optimal.
f)
Mengkoordinasi perencanaan
eksplorasi, inventarisasi dan koleksi plasma nutfah tanaman, hewan dan mikroba
secara serempak dari berbagai species tanaman dan mikroba sekaligus dari
habitat aslinya.
g)
Mengkoordinasi dan mengelola
informasi yang berasal dari karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah agar mudah
tersedia bagi para pengguna.
h)
Melakukan pengelolaan plasma
nutfah dan mikroba secara keseluruhan, terutama dari subsistem konservasi
jangka panjang dan reproduksi.
i)
Melakukan evaluasi, bioprospeksi
dan penelitian dasar pada tingkat molekular tentang karakter dan manfaat plasma
nutfah.
j)
Melakukan kerja sama internasional
dalam berbagai hal berkaitan dengan pengelolaan plasma nutfah.
k)
Memberikan masukan kepada KPNP
dalam rangka koordinasi pelaksanaan penelitian dan pelestarian plasma nutfah.
l)
Melakukan evaluasi perkembangan
pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah.
m)
Mempromosikan pentingnya plasma
nutfah dan konservasi plasma nutfah termasuk pemanfaatannya.
n)
Melaporkan pelaksanaan kegiatannya
pada KPNP.
o)
Menyampaikan saran kepada KPNP
mengenai pelaksanaan dan pengaturan pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah.
p)
Mengkoordinasikan perencanaan
tahunan pengelolaan plasma nutfah kepada unit pengelola plasma nutfah.
q)
Membina sumber daya manusia
pengelola plasma nutfah dan sarana/fasilitas yang diperlukan melalui KPNP.
Rancang bangun bank gen
akan dibuat sesuai dengan fungsi bank gen pertanian, yaitu untuk menyimpan dan
melestarikan plasma nutfah pertanian. Kelompok fasilitas yang diperlukan yaitu Konservasi Benih, Konservasi In-Vitro Tanaman,
Konservasi Mikroba Pertanian, Konservasi Hama dan Serangga Pertanian, dan Konservasi
SDG Ternak. Di dalam kawasan Unit Bank Gen akan diisi dengan berbagai fasilitas
yang diperlukan yaitu Fasilitas Penerimaan, Fasilitas Pengelolaan Benih,
Fasilitas Penyimpanan, Fasilitas Konservasi In-Vitro, Fasilitas Rumah Kaca dan
fasilitas lainnya termasuk jaringan utilitas, drainase dan jalan.
Konservasi dengan
penyimpanan benih dalam bank gen merupakan cara yang paling mudah, murah dan
praktis. Sayangnya, tidak semua tanaman dapat disimpan dengan cara demikian.
Cara tersebut cocok diterapkan pada tanaman yang berbenih ortodoks (benih yang
dapat disimpan pada suhu dan kelembaban rendah tanpa berkurang viabilitasnya)
seperti padi, jagung dan kacang hijau.
Namun cara ini tidak cocok untuk tanaman yang berbenih rekalsitran (benih yang
tidak dapat disimpan pada suhu dan kelembaban rendah) seperti tanaman
buah-buahan, juga pada tanaman yang berbenih semi rekalsitran (benih yang tahan
kelembaban rendah tetapi tidak mampu disimpan pada suhu rendah), serta tanaman
yang diperbanyak secara vegetatif yang biasa disimpan di lapang. Oleh karena
itu perlu diterapkan teknologi alternatif. Teknologi kultur in vitro (jaringan) merupakan pilihan
alternatif untuk konservasi tanaman yang berbenih rekalsitran dan yang
diperbanyak secara vegetatif. Selain untuk mengatasi kendala tersebut di atas,
penerapan penyimpanan in vitro juga
dapat menghemat tempat, tenaga dan biaya serta lebih memudahkan dalam
pertukaran plasma nutfah.
Pada ubi kayu, pertukaran
plasma nutfah dengan stek akan sangat sulit karena sangat berat dan memerlukan
ruangan yang besar dan biaya yang mahal. Berbeda bila pengiriman bahan tanaman
tersebut dalam tabung-tabung kecil yang berisi kultur in vitro. Teknik yang biasa diterapkan adalah penyimpanan dengan
pertumbuhan minimal (dengan menambahkan zat penghambat tumbuh). Mengingat
pentingnya plasma nutfah, maka perlu untuk melakukan upaya konservasi melalui
bank gen termasuk konservasi in vitro.
Contoh beberapa tanaman yang disimpan secara kultur in vitro adalah talas, ubi
kayu, kentang hitam, ubi kelapa dan gembili.
1. Dampak negatif rekayasa genetika
Bioteknologi memberikan
banyak manfaat bagi manusia, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa seiring dengan
proses perkembangan dan penerapan bioteknologi ini terdapat pula berbagai
permasalahan yang ditimbulkannya karena menyebabkan bahaya bagi manusia dan
lingkungannya. Produk-produk rekayasa genetika yang menyebabkan dampak negatif
tersebut terutama dirasakan pada bidang-bidang berikut:
a.
Dampak terhadap kesehatan
Resiko potensial sebagai
hasil rekayasa genetika yaitu:
a)
Gen sintetik dan produk gen baru
yang berevolusi dapat menjadi racun dan atau imunogenik untuk manusia dan
hewan.
b)
Rekayasa genetika tidak terkontrol
dan tidak pasti terhadap genom yang bermutasi dan bergabung. Adanya kelainan
bentuk generasi karena racun atau imunogenik
dapat disebabkan oleh tidak stabilnya DNA rekayasa genetika.
c)
Virus di dalam sekumpulan genom
yang menyebabkan penyakit mungkin diaktifkan oleh rekayasa genetika.
d)
Penyebaran gen tahan antibiotik
pada patogen oleh transfer gen horizontal, membuat tidak menghilangkan infeksi.
e)
DNA rekayasa genetik dibentuk
untuk menyerang genom dan kekuatan sebagai promoter sintetik yang dapat
mengakibatkan kanker dengan pengaktifan oncogen (materi dasar sel-sel kanker).
f)
Meningkatkan transfer gen
horizontal dan rekombinasi, merupakan jalur utama penyebab penyakit.
g)
Tanaman rekayasa genetika tahan
herbisida mengakumulasikan herbisida dan meningkatkan residu herbisida sehingga
meracuni manusia dan binatang seperi pada tanaman.
b.
Dampak terhadap lingkungan
Saat ini, umat manusia telah
mampu memasukkan gen ke dalam organisme lain dan membentuk “makhluk hidup baru”
yang belum pernah ada. Pengklonan, transplantasi inti dan rekombinasi DNA dapat
memunculkan sifat baru yang belum pernah ada sebelumnya. Pelepasan
organisme-organisme transgenik ke alam telah menimbulkan dampak berupa
pencemaran biologis di lingkungan kita. Seperti halnya introduksi suatu jenis
tumbuh-tumbuhan baru atau jasad renik yang dapat menimbulkan jenis penyakit
baru terhadap tanaman, introduksi suatu jenis hewan baru dapat mempengaruhi
kehidupan hewan yang telah ada. Selain itu pelepasan makhluk hidup hasil
rekayasa genetika jika tidak terkendali akan mencemari species asli bahkan
dapat menimbulkan kepunahan jika species tersebut memiliki jumlah yang
terbatas.
Sejalan dengan
perkembangannya, banyak kekhawatiran yang muncul misalnya suatu produk hasil
bioteknologi yang dilepas ke alam bebas kemudian menimbulkan mutasi gen
terhadap jenis-jenis species asli sehingga akan menimbulkan dampak negatif bagi
sistem ekologi. Hal demikian dapat dicontohkan pada jenis ikan mas, lele, trout
dan salmon yang direkayasa dengan sejumlah gen manusia, sapi dan tikus. Jika
ikan salmon hasil rekayasa genetika ini dilepas ke lautan, maka akan
menimbulkan perubahan penting dan merugikan lingkungan laut yaitu dapat
mencemari jenis-jenis ikan alami. Species alami yang sebenarnya merupakan bahan
pangan yang cocok dengan kondisi daerah tersebut akan terancam dan dapat
menghilang. Akibatnya diperlukan penyesuaian atau adaptasi terhadap perubahan
pola pangan yang kadang-kadang memerlukan proses yang lama serta dana yang
tidak kecil. Oleh karena itu, setelah 30 tahun Organisme Hasil Rekayasa Genetik
(OHRG) atau Genetically Modify Organism (GMO),
sudah lebih dari cukup kerusakan yang ditimbulkannya sebagaimana sudah
terdokumentasi dalam laporan International Speciality Products. Di antaranya:
a)
Tidak ada perluasan lahan, tetapi
sebaliknya lahan kedelai rekayasa genetik menurun sampai 20% dibandingkan
dengan kedelai non-rekayasa genetik. Bahkan kapas Bt di India gagal sampai
100%.
b)
Tidak ada pengurangan penggunaan
pestisida namun sebaliknya penggunaan pestisida tanaman rekayasa genetik
meningkat 50 juta pound dari tahun 1996 sampai 2003 di Amerika Serikat.
c)
Tanaman rekayasa genetika merusak
kehidupan liar sebagaimana hasil evaluasi pertanian Kerajaan Inggeris.
d)
Bt tahan pestisida dan roud-up
tahan herbisida yang merupakan dua tanaman rekayasa genetik terbesar, praktis
tidak bermanfaat.
e)
Area hutan yang luas hilang
menjadi kedelai rekayasa genetik di Amerika Latin, sekitar 15 hektare di
Argentina sendiri, mungkin memperburuk kondisi karena adanya permintaan untuk
biofuel. Meluasnya kasus bunuh diri di daerah India meliputi 100.000 petani
antara 1993-2003 dan selanjutnya 16.000 petani meninggal dalam waktu setahun.
f)
Pangan dan pakan rekayasa genetik
berkaitan dengan adanya kematian dan penyakit di lapangan dan di dalam tes
laboratorium.
g)
Herbisida roud-up mematikan katak,
meracuni plasenta manusia dan sel embrio. Round-up digunakan lebih dari 80%
semua tanaman rekayasa genetik yang ditanam di seluruh dunia.
h)
Kontaminasi transgenik tidak dapat
dihindarkan. Ditemukan penyerbukan tanaman rekayasa genetik pada non-rekayasa
genetik sejauh 21 km.
c.
Dampak terhadap etika moral
Penyisipan gen makhluk
hidup lain yang tidak berkerabat dianggap telah melanggar hukum alam dan kurang
dapat diterima oleh masyarakat. Pemindahan gen manusia ke dalam tubuh hewan dan
sebaliknya sudah mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Permasalahan
produk-produk transgenik tidak berlabel, membawa konsekuensi bagi kalangan
agama tertentu. Terlebih lagi teknologi kloning yang akan dilakukan pada
manusia.
Bioteknologi yang
berkaitan dengan reproduksi manusia sering membawa masalah baru, karena
masyarakat belum menerimanya. Berikut ini contoh mengenai masalah ini:
a)
Seorang nenek melahirkan cucunya
dari embrio cucu yang dibekukan dalam tabung pembeku karena ibunya tidak mampu
hamil karena penyakit tertentu. Dalam masyarakat timbul sebuah pertanyaan “anak siapa bayi tersebut?”
b)
Pasangan suami istri menunda
kehamilan. Sperma suami dititipkan di bank sperma. Beberapa tahun setelah suami
meninggal, sang janda ingin mengandung anak dari almarhum suaminya. Dia
mengambil sperma yang dititipkan di bank sperma. Bagaimanakah status anak
tersebut? Bolehkan wanita tersebut mengandung anak dari suami yang telah
meninggal?
c)
Meminta sperma orang lain di bank
sperma untuk difertilisasi di dalam rahim wanita merupakan pelanggaran atau
bukan?
d.
Dampak ekonomi
Terdapat suatu
kecenderungan bahwa bioteknologi tidak terlepas dari muatan ekonomi. Muatan
ekonomi tersebut terlihat dari adanya hak paten bagi produk-produk hasil
rekayasa genetika, sehingga penguasaan bioteknologi hanya pada lembaga-lembaga
tertentu saja. Hal ini memaksa petani-petani kecil untuk membeli bibit kepada
perusahaan-perusahaan yang memiliki hak paten. Produk bioteknologi dapat
merugikan peternak-peternak tradisional seperti pada kasus penggunaan hormon
pertumbuhan sapi hingga naik sebesar 20%. Hormon tersebut hanya mampu dibeli
oleh perusahaan peternakan yang bermodal besar. Hal tersebut menimbulkan suatu
kesenjangan ekonomi.
Berdasarkan hal-hal
tersebut di atas maka beberapa ketentuan etik yang dikeluarkan oleh FIGO antara lain:
a)
Preconceptional sex selection untuk maksud
diskriminasi seks dilarang, tetapi untuk menghindari penyakit tertentu misalnya
sex-linked genetic disorders,
penelitiannya dapat dilanjutkan.
b)
Reproductive cloning atau kloning pada
manusia, dilarang.
c)
Theraupetic cloning (stem cell) dapat
disetujui.
d)
Penelitian pada embrio manusia,
sampai 14 hari pasca fertilisasi (pre-embrio), tidak termasuk periode sampai
beku:
·
Diperbolehkan apabila tujuannya
bermanfaat untuk kesehatan manusia.
·
Harus mendapat izin dari pemilik
pre-embrio.
·
Harus disyahkan oleh komisi atau
badan khusus yang mengatur hal tersebut.
·
Tidak boleh ditransfer ke dalam
uterus, kecuali untuk mendapatkan outcome kehamilan yang lebih baik.
·
Tidak untuk tujuan komersial.
Etika teknologi
reproduksi buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku Kode Etik
Kedokteran Indonesia. Tetapi dalam addendum 1, dalam buku tersebut terdapat
penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi Koreksi Hasil Mukernas Etik
Kedokteran III, April 2002. Untuk kepentingan kloning dijelaskan bahwa pada
hakekatnya menolak kloning pada manusia, karena menurunkan harkat, derajat dan
martabat manusia sampai setingkat bakteri, dst., Menghimbau ilmuwan khususnya
kedokteran untuk tidak mempromosikan kloning pada manusia, mendorong agar
ilmuwan tetap menggunakan teknologi kloning pada 1) sel atau jaringan dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan manusia untuk pembuatan zat antigen
monoklonal, 2) sel atau jaringan hewan untuk penelitian klonasi organ, hal ini
untuk melihat kemungkinan klonasi organ pada diri sendiri.
2. Daftar Pustaka:
a.
Andersson, L., A. L. Archibald.,
M, Ashbuner., S, Audum., S, Bancodse., J, Bitguard, and J, Warwick. 1996.
Comparative Genome Organization of Vertebate. The first International workshop
on comparative genome Organization. Mammalian Genome. 7:717-734.
c. Barber,
V. B., S, Aviv., A, Purnomo. 1997. Meluruskan
Arah Pelestarian Kanekaragaman Hayati dan Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor,
d. Huzaifah, H. Tanpa Tahun. Genetika Dasar.
http://zaibio.wordpress.com.
e.
Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor. M-Brio
Press.
7. ASPEK SOSIAL DAN HUKUM
1.
Moral dan Etika Pengembangan dan Pemanfaatan Bioteknologi
Masalah yang dihadapi dunia dalam mengadaptasikan pengembangan
bioteknologi terutama bioteknologi modern dapat dikelompokkan dalam empat
masalah besar yaitu masalah etika, legal, sosial dan implikasi, yang mana
istilah-istilah ini disingkat menjadi ELSI. Nilai moral dan etika pengembangan
dan pemanfaatan bioteknologi sangat erat hubungannya dengan tanggung jawab para
ilmuwan terkait rekayasa genetika sebagai implementasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. James Gustafson mengusulkan beberapa model terkait
dengan tanggung jawab ilmuwan terhadap rekayasa genetika, yaitu:
a)
Para ilmuwan berhak untuk
melakukan apa saja yang mungkin dapat dilakukan. Keingintahuan intelektual
merupakan suatu nilai khusus dan juga naluri yang melekat pada manusia untuk
memecahkan persoalan atau problema dalam hidup. Dalam model ini, batasan
terletak pada tidak adanya kemampuan teknis.
b)
Para ilmuwan tidak berhak untuk
mencampuri dalam alam. Larangan yang tegas itu didasarkan atas keyakinan bahwa
alam itu suci atau anggapan bahwa setiap penelitian melanggar setiap sebuah
batas yang ditetapkan oleh alam. Karena banyak orang yang tidak menggunakan
prinsip ini secara absolut, maka prinsip ini dipahami sebagai dorongan kuat
untuk mempraktekkan tangung jawab yang sudah ada sebelumnya.
c)
Ilmuwan tidak berhak mengubah
ciri-ciri manusia yang khas. Model tanggung jawab ini menganggap intervensi
dalam alam dibatasi oleh suatu faktor yang khusus, yaitu ciri-ciri manusia.
Dengan demikian, bertentangan dengan model ke dua bahwa di sini orang dapat
mencampuri alam tetapi yang menjadi pembatasnya adalah kodrat manusia bukan
ketidaksanggupan teknis seperti dalam model pertama. Teknologi rekayasa
genetika sebagai teknologi yang taat nilai di mana ada pihak-pihak tertentu
yang mengintervensi perkembangan teknologi ini.
Model-model tersebut di
atas sebagai contoh tanggungjawab para ilmuwan yang seharusnya dipahami dalam
profesinya. Bukan untuk mengintervensi, namun model-model tersebut dapat
dijadikan acuan untuk memahami alam dan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya
sehingga ilmuwan dapat mengerti apa yang harus dilakukan dan bagaimana
tanggapan masyarakat umum terhadap produk ilmunya.
Nilai-nilai sosial, budaya
dan agama yang berlaku di suatu masyarakat akan selalu mempengaruhi manfaat
suatu teknologi oleh masyarakat tersebut. Sebaliknya, teknologi tersebut juga
dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pandangan dan nilai, serta sampai batas
tertentu juga berpengaruh pada budaya masyarakat pemakainya. Adakalanya saling
menunjang dan bahkan saling berbenturan, apalagi jika sudah menyangkut diri
manusia itu sendiri.
Perkembangan teknologi
tidak akan dapat dihentikan, karena selain perkembangan sains yang begitu
pesat, teknologi itu sendiri menjadi kebutuhan manusia karena hasil-hasil yang
dicapainya sangat bermanfaat bagi peningkatan mutu hidup manusia. Agar
teknologi tersebut tidak menjadi liar yang tentunya berimplikasi pada pelecehan
martabat kemanusiaan dan nilai-nilai religius, maka perlu pengawasan melalui
nilai-nilai etika. Etika di sini dapat diartikan sebagai kesadaran moral
manusia untuk senantiasa mendasari setiap tindakan teknologinya dengan
nilai-nilai atau kesadaran filter dalam setiap gagasan yang dicoba untuk
dikembangkan. Oleh karena itu etika dapat dijadikan sebagai suatu penuntun dan
pengendali dalam pengembangan teknologi tersebut. Terdapat dua pandangan
berbeda terkait dengan etika tersebut yaitu:
a)
Pandangan yang menganggap bahwa
etika tidak boleh terpengaruh pada perkembangan teknologi, dan
b)
Pandangan yang menganggap bahwa
etika harus berkembang dan perubahannya disesuaikan dengan laju perkembangan
teknologi.
Kedua pandangan ini sangat
jelas belum menunjukkan fungsi etika itu sendiri secara hakiki sebagai
pengendali dan penuntun, karena pandangan pertama menganggap bahwa etika
menjadi sesuatu aturan yang kaku dan teknologi tidak akan pernah berkembang.
Sebaliknya, pandangan kedua justru dapat mengabaikan makna etika itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu suatu pandangan alternatif sebagai suatu
pandangan yang menggabungkan kedua pandangan tersebut di atas dengan bertolak
pada dua prinsip yaitu:
a)
Etika mampu mengantisipasi
perkembangan teknologi, dan
b)
Etika tetap berlandaskan pada
nilai idealnya.
Etika alternatif inilah
yang dapat dijadikan pijakan dalam pengembangan teknologi khususnya bioteknologi,
karena bagaimanapun juga bioteknologi tidak terlepas dari tanggung jawab
manusia sebagai perilaku sekaligus makhluk etis. Oleh karena itu, refleksi etis
terhadap apa yang sedang dilakukan manusia menjadi sangat diperlukan dan
manusia hendaknya dapat merefleksikan prinsipnya sendiri dalam seluruh
aktivitasnya.
Bioetika merupakan suatu
kajian yang berisi tentang pengaruh
moral dan etika sosial terkait teknik-teknik yang dikembangkan oleh
bioteknologi sebagaimana halnya yang banyak mengundang kontroversial dewasa
ini. Dengan demikian bioetika merupakan penuntun terhadap etika yang berciri
menampung segala pemikiran dan aliran tentang kehidupan, yang bersumber pada
kala, budi, filsafat, agama, tradisi tanpa harus terikat dengan agama tertentu.
Secara ideal, bioetika
mempunyai kekuatan untuk mengkritisi setiap perkembangan ilmu pengetahuan
terutama bioteknologi, namun pada saat yang sama bioetika tidak bersikap
antipati sehingga tidak berkesan menghambat bahkan menghalangi laju
perkembangan ilmu pengetahuan teknologi. Ilmu kedokteran dan bioteknologi
berkembang dengan begitu sangat pesat. Kajian-kajian terhadapnya menghasilkan
pandangan yang berbeda-beda sehingga tak mudah untuk memutuskan secara mutlak
boleh atau tidak boleh, atau halal dan tidak halal suatu produk yang
dikeluarkan. Misalnya pada cangkok organ tubuh atau penyisipan gen makhluk
hidup lain yang tidak berkerabat dianggap telah melanggar hukum alam dan kurang
dapat diterima oleh masyarakat. Pemindahan gen manusia ke dalam tubuh hewan dan
sebaliknya sudah mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Permasalahan
produk-produk transgenik tidak berlabel, membawa konsekuensi bagi kalangan
agama tertentu terlebih lagi teknologi kloning yang akan dilakukan pada manusia.
Namun demikian, masih banyak para ulama berbeda pendapat tentang masalah-masalah
ini karena ada yang menolak tetapi ada pula yang menerimanya.
Selain masalah di atas,
terjadi juga pro dan kontra terhadap penggunaan tanaman transgenik misalnya
pada kapas transgenik. Pihak yang pro, terutama mereka sebagai petinggi dan
wakil petani yang tahu betul hasil uji coba di lapangan memandang kapas
transgenik sebagai mimpi yang menjadi kenyataan, sedangkan pihak yang kontra
sangat ekstrim mengungkapkan berbagai bahaya hipotetik tanaman transgenik.
Tidak saja kapas tetapi
penggunaan jagung yang telah direkayasa genetik untuk keperluan pakan unggas
juga menjadi kontroversi. Kekhawatiran yang muncul adalah produk akhir unggas
akan mengandung genetically modified
organism (GMO). Masalah lain yang menjadi kekhawatiran berbagai pihak adalah potensinya dalam
mengganggu keseimbangan lingkungan antara lain serbuk sari jagung di alam bebas
dapat menyerbuki gulma-gulma liar, sehingga menghasilkan gulma unggul yang
sulit dibasmi. Sebaliknya mereka yang pro mengatakan bahwa dengan jagung yang
dihasilkan dengan rekayasa genetik mempunyai kualitas yang hebat, kebal
terhadap serangan hama sehingga petani tidak perlu menyemprot pestisida.
2.
Legalitas (Payung Hukum) Pengembangan dan Pemanfaatan Bioteknologi
Dalam beberapa tahun mendatang
nampaknya perkembangan bioteknologi lebih meningkat lagi dengan pesatnya, namun
resiko terhadap lingkungan hidup masih belum diketahui secara pasti mengingat
hal ini masih tergolong baru. Berbagai perangkat hukum dan kelembagaan yang
menangani masalah bioteknologi masih sangat terbatas. Peraturan hukum
internasional serta lembaga internasional yang khusus mengatur masalah
bioteknologi belum memadai dan hukum nasional di berbagai negara masih
menerapkan kebijakan yang berbeda-beda. Perbedaan ini akibat dari adanya arus
informasi yang menyangkut bidang bioteknologi masih sangat terbatas diterima
terutama oleh sebagian besar
negara-negara berkembang.
Dalam perkembangannya,
bioteknologi juga memiliki resiko yang cukup tinggi. Ketidakjelasan serta belum
mampunya ilmu pengetahuan untuk mengetahui dan mengatasi resiko yang terjadi,
menyebabkan bioteknologi dapat menimbulkan dampak yang berbahaya. Resiko
timbulnya industri bioteknologi umumnya terjadi pada kesehatan manusia dan
lingkungan hidup. Karena itu, prinsip-prinsip dalam hukum internasional
mengenai pembangunan berkelanjutan (International
Law of Sustainable Development) yang diantaranya adalah prinsip
kehati-hatian, prinsip pencegahan, prinsip pertukaran informasi nampaknya harus
diterapkan dalam perkembangan bioteknologi modern. Hal ini menjadi rujukan
dalam pengambilan kebijakan, mengingat seiring dengan berjalannya waktu maka
terdapat banyak peluang yang menyebabkan bioteknologi berkembang meskipun juga
banyak hambatan yang ditemui dalam proses perkembangan tersebut. Peluang dan
hambatan yang dihadapi terkait perkembangan bioteknologi meliputi aspek teknis dan aspek hukum. Peluang dan hambatan tersebut
adalah:
a.
Peluang pada aspek teknik adalah:
a)
Pengembangan peta genom untuk
tanaman dan hewan.
b)
Pengembangan tanaman dan hewan
sebagai pangan yang tahan dan mampu beradaptasi pada perubahan iklim.
c)
Pengembangan bioteknologi yang
lebih efektif dalam upaya penyerapan gas-gas rumah kaca (GRK) melalui tanaman.
d)
Pengembangan mikroorganisme hasil
rekayasa genetika yang mampu menyerap GRK.
e)
Pengembangan tanaman-tanaman
melalui rekayasa genetika agar tercapai produktivitas yang tinggi.
f)
Mengatasi dampak yang muncul dari
kegiatan pertanian, peternakan yang terpengaruh akibat perubahan iklim dengan
memanfaatkan bioteknologi.
g)
Pengembangan bioteknologi yang
didasarkan pada sumberdaya laut seperti upaya peningkatan penyerapan GRK di
laut.
h)
Peningkatan peran lahan dan tanah
sebagai bahan penyerap GRK melalui proses bioteknologi.
i)
Peningkatan percepatan pertumbuhan
tanaman yang mampu menyerap GRK melalui proses bioteknologi.
b.
Hambatan pada aspek teknis adalah:
a)
Kebijakan teknis bioteknologi dan
biosafety belum terharmonisasi.
b)
Isu-isu lintang bidang (Cross Cutting Issues) masih belum banyak
dipahami dan dikaji lebih mendalam.
c)
Bioteknologi masih merupakan
bidang baru dan banyak yang belum mengetahui dan menguasai.
d)
Mekanisme, prosedur dan tata cara
di bidang bioteknologi yang terkait dengan perubahan iklim dan pangan serta
bidang lainnya masih belum berkembang.
e)
Infrastruktur dan sumberdaya
manusia masih sangat terbatas.
f)
Pendanaan belum disediakan secara
memadai.
g)
Riset bioteknologi masih banyak
yang belum dapat diaplikasikan dan masih sebatas publikasi.
h)
Pengetahuan dan kesadaran
masyarakat dan semua pihak masih sangat rendah.
c.
Peluang pada aspek hukum lingkungan Internasional adalah:
a)
Beberapa perjanjian internasional
telah memberikan peluang dalam menerapkan bioteknologi seperti UNCBD, Protokol
Cartagena, UNFCCC, dll. Pada dasarnya ketentuan-ketentuan dalam perjanjian internasional
tersebut telah meletakkan hak dan kewajiban pada negara-negara atau badan-badan
internasional untuk mengembangkan kehidupan dan peradaban manusia agar menjadi
lebih baik.
b)
Beberapa prinsip hukum yang telah
digunakan dalam menerapkan bioteknologi. Terdapat peluang yang telah diberikan
misalnya melalui prinsip kerjasama internasional, prinsip pertukaran informasi,
prinsip pembagian keuntungan (benefit
sharing), dll.
c)
Selama ini kebiasaan internasional
terkait dengan pengembangan bioteknologi sudah berlangsung cukup lama dengan
melakukan pertukaran sampel melalui syarat-syarat yang disepakati antar negara
atau badan internasional.
d)
Pertukaran soft law seperti
declaration, guidelines, action plan, dll, banyak memberikan pengaruh besar
bagi perkembangan bioteknologi. Bahkan sebagian besar ketentuan mengenai
bioteknologi masih berbentuk soft law.
e)
Isu-isu lintas bidang (cross cutting issues) telah berkembang
menjadi norma/kaidah yang banyak diterima oleh negara-negara atau badan-badan
internasional seperti koordinasi berbagai bidang perjanjian internasional
melalui Multilateral Environmental
Agreements (MEAs).
d.
Hambatan pada aspek hukum adalah:
a)
Perangkat hukum internasional di
bidang bioteknologi masih berkembang namun belum memiliki kepastian
(uncertanty) dikarenakan secara teknis sebagian masih menjadi perdebatan.
b)
Perangkat hukum nasional yang
terkait bioteknologi, perubahan iklim dan ketahanan pangan juga belum
berkembang dan masih terbatas pada penanganan bidang-bidang tertentu.
c)
Peraturan perundang-undangan yang
ada belum banyak yang mengatur secara detail terutama untuk bioteknologi.
d)
Peraturan perundang-undangan masih
banyak bersifat sektoral, belum banyak yang menyentuh kegiatan lintas bidang (cross cutting).
e)
Pengetahuan hukum tentang
bioteknologi, perubahan iklim dan ketahanan pangan masih terbatas dan belum
meluas.
f)
Kesadaran hukum masyarakat
mengenai bidang-bidang baru seperti bioteknologi masih belum berkembang.
g)
Aparat hukum dan penegakan hukum
masih sangat terbatas dalam memahami teknologi baru seperti bioteknologi.
h)
Pendanaan penelitian hukum terkait
bidang-bidang baru seperti bioteknologi masih sangat rendah.
Mengingat aspek bioteknologi
masih merupakan bidang baru meskipun peluang dan hambatan dalam perkembangannya
ke depan tergolong terbentang luas, menyebabkan perangkat hukum dan kelembagaan
yang menangani masalah bioteknologi masih sangat terbatas. Peraturan hukum
internasional serta lembaga internasional yang khusus mengatur masalah
bioteknologi belum memadai dan hukum nasional di berbagai negara masih menerapkan
kebijakan yang berbeda-beda. Perbedaan ini diakibatkan oleh adanya arus
informasi yang menyangkut bidang bioteknologi masih sangat terbatas diterima
terutama oleh sebagian besar negara-negara berkembang.
Resiko yang menimbulkan dampak
merugikan akibat penerapan dan perkembangan bioteknologi telah dibahas adalam
forum international sejak negosiasi KKH tahun 1990. KKH mengatur ketentuan
mengenai keamanan penerapan bioteknologi modern yaitu di dalam klausul Pasal 8
huruf (g), Pasal 17 dan Pasal 19 ayat (3 dan 4) yang mengamanatkan penetapan
suatu Protokol di dalam KKH untuk mengatur pergerakan lintas batas, penanganan
dan pemanfaatan OHMG sebagai produk bioteknologi modern.
Pada tahun 1992 dalam Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil, KKH diadopsi secara formal
oleh negara-negara peserta KTT. Salah satu dokumen hasil KTT Bumi 1992 yaitu
agenda 21 dan bioteknologi telah terprogram terutama dalam Bagian 2 Bab 16.
Program bioteknologi ini meliputi 5 bidang program, yaitu:
a)
Meningkatkan ketersediaan pangan
dan bahan mentah yang dapat diperbaharui,
b)
Meningkatkan kesehatan manusia,
c)
Meningkatkan perlindungan
lingkungan,
d)
Meningkatkan keamanan dan
mengembangkan mekanisme kerjasama internasional.
e)
Mengembangkan mekanisme yang
memungkinkan untuk mengembangkan dan menerapkan bioteknologi yang berwawasan
lingkungan.
Dalam beberapa peraturan
regional yang masih bersifat soft law, negara-negara maju yang tergabung dalam
OECD tahun 1986 pernah mengeluarkan guideline yang dinamakan OECD. Recombinant
DNA Safety Consideration safety for Industrial, Agricultural and Environmental
Application of Organisms derived by Recombinant DNA techniques. Tahun 1992
dikeluarkan juga Safety Considerations for Biotechnology yang di antaranya
berisi penilaian keamanan pangan terhadap test Genetic Modified Organism (GMO).
Namun khusus mengenai percobaan yang dilakukan terhadap hewan, Uni Eropa lebih
maju dengan telah ditandatanganinya European Convention for the Proreaction of
Vertebrat Animals Used for Experimental and Other Scientific Purpose tahun 1986
di kota Strabourg (Perancis). Konvensi Eropa ini berkaitan erat dengan produk
soft law yang dikeluarkan oleh Komisi Eropa yaitu Directive 86/609 on the
Protection of Animal used experimental and other Scientific Purpose. Selain ini
juga banyak persoalan baru diatur oleh peraturan ini seperti masalah hak
patent, GMO serta bioteknologi untuk tujuan komersial. Pada tahun 1988
diusulkan kembali suatu draft directive mengenai paten terhadap makhluk hidup
yang setelah 7 tahun menjadi perdebatan sengit.
Pada pertemuan di tahun
1986 menghasilkan suatu dokumen yang menyatakan bahwa undang-undang nasional
tertentu yang tidak memberikan perlindungan hak paten pada tanaman, hewan serta
proses hayati sudah merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Karena itu semua
penemuan bioteknologi layak untuk mendapatkan perlindungan paten.
Mengenai masalah hak paten
terhadap penemuan di bidang bioteknologi telah diatur Undang-undang No. 14
tahun 2001 tentang Paten pada Pasal 7 yang menyatakan bahwa “ Paten tidak dapat
diberikan untuk invensi tentang:
a)
proses atau produk yang pengumuman
dan penggunaan atau pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, moralitas, agama, ketertiban umum atau
kesusilaan,
b)
metode pemeriksaan, perawatan,
pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan,
c)
teori dan metode di bidang ilmu
pengetahuan dan matematika, atau
d)
semua makhluk hidup, kecuali jasad
renik,
e)
proses biologis yang esensial
untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses non-biologis atau proses
mikrobiologis”.
Indonesia kaya akan
sumberdaya alam baik yang hayati maupun non hayati. Salah satu kekayaan
sumberdaya alam ini berupa plasma nutfah dan menjadi bahan penting untuk
pengembangan di bidang bioteknologi. Di Indonesia, perangkat hukum di bidang
bioteknologi selama ini masih tersebar dan bersifat sektoral. Status pengaturan
bidang bioteknologi mulai nampak jelas dengan diratifikasinya Konvensi PBB
mengenai Keanekaragaman Hayati (United
Nations Convention on Biological diversity/UNCBD) melalui Undang-undang No.
5 tahun 1994. Dalam pertimbangan persetujuan pengesahan konvensi bagian
Penjelasan Umum sub Bab Manfaat Konvensi Butir 6 yang menyatakan: bahwa ‘salah
satu manfaat pengesahan konvensi ini adalah pengembangan dan penanganan
bioteknologi agar Indonesia tidak dijadikan ajang uji coba pelepasan GMO oleh
negara-negara lain.”
Undang-undang No. 5 tahun
1994 secara tegas mengatur masalah bioteknologi yang dicantumkan dalam Pasal 2,
Pasal 8 (g), Pasal 16 dan Pasal 19. Ketentuan ini umumnya menyangkut berbagai masalah
seperti definisi, GMO, akses dan alih teknologi, kerjasama internasional dan
perlunya pengaturan lebih lanjut melalui suatu protokol. Tindak lanjut dari UU
ini adalah UU No. 21 Tahun 2004 tentang Pengesahan Cartagena Protocol on
Biosafety to the Convention on Biological Diversity. Sedangkan peraturan
lainnya berupa UU atau Peraturan Pelaksanaan yang secara tidak langsung
mengatur beberapa aspek di bidang bioteknologi. Dengan berpegang pada amanat
yang terkandung dalam pasal-pasal tersebut, para pihak konvensi mulai
menegosiasikan Protokol tentang Keamanan Hayati sejak tahun 1995 hingga
Protokol tersebut diadopsi pada tahun 2000 dalam sidang kelima Konferensi Para
pihak (Converence of the Parties) KKH di Nairobi.
Protokol Cartagena adalah
kesepakatan antara berbagai pihak yang mengatur tatacara gerakan lintas batas
negara-negara (termasuk penanganan dan pemanfaatan), yang mana secara sengaja
suatu organisme hidup yang dihasilkan oleh bioteknologi modern (OHMG) berpindah
atau dipindahkan dari suatu negara ke negara lain oleh seseorang atau suatu
badan. Tujuan dari Protokol Cartagena ini adalah untuk menjamin tingkat
proteksi yang memadai dalam hal persinggahan (transit), penanganan dan
pemanfaatan yang aman dari pergerakan lintas batas OHMG. Tingkat proteksi
dilakukan untuk menghindari pengaruh merugikan terhadap kelestarian dan
pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, serta resiko terhadap
kesehatan manusia.
Beberapa dasar pertimbangan
pentingnya pengaturan lintas batas OHMG dengan protokol khusus tersebut adalah:
a)
Perlu pendekatan kehati-hatian (precautionary approach) yang terkandung
dalam Prinsip 15 Deklarasi Rio tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan (Rio Declaration on Environment and
Develipment).
b)
Menyadari pesatnya kemajuan
bioteknologi modern dan meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap potensi
pengaruhnya yang merugikan terhadap keanekaragaman hayati, dan juga
mempertimbangkan resikonya terhadap manusia,
c)
Mengakui bahwa teknologi memiliki
potensi yang besar bagi kesejahteraan umat manusia jika dikembangkan dan
dipergunakan dengan perlakuan yang aman bagi lingkungan hidup dan kesehatan
manusia,
d)
Mengakui bahwa sangat pentingnya
pusat-pusat alami (Centre of origin)
dan keanekaragaman genetik (Centre of
Genetic Diversity) bagi umat mnausia,
e)
Mempertimbangkan terbatasnya
kemampuan banyak negara, khususnya negara-negara sedang berkembang, untuk dapat
menangani sifat dan skala resiko potensial dan resiko yang telah diketahui dari
OHMG.
Dengan berbagai
pertimbangan di atas dan mengingat Indonesia sebagai salah satu dari negara
yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia, maka pada tanggal 16
Agustus 2004 Indonesia telah meratifikasi Protokol Cartagena melalui UU No. 21 tentang
Pengesahan Cartagena Protocol on
Biosafety to the Convention on
Biological Diversity (Protokol Catrtagena tentang Keamanan Hayati atas Konvensi
tentang Keanekeragaman Hayati). Negara-negara yang telah menandatangani dan
meratifikasi Protokol Cartagena disebut
Para Pihak dan sampai saat ini telah berjumlah 134 negara.
Melalui pengesahan
Protokol Cartagena ini Indonesia memperoleh manfaatnya dengan cara mengadopsi
Protokol tersebut sebagai hukum nasional untuk dijabarkan dalam kerangka
peraturan dan kelembagan sehingga dapat:
a)
Mengakses informasi mengenai OHMG,
b)
Meningkatkan pelestarian dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan,
c)
Memperoleh manfaat secara optimal
dari penggunaan bioteknologi modern secara aman yang tidak merugikan keanekaagaman
hayati dan kesehatan manusia,
d)
Memperkuat landasan pengawasan
perpindahan lintas batas OHMG mengingat Indonesia memiliki garis pantai
terpanjang ke dua di dunia yang berpotensi sebagai tempat keluar dan masuknya
OHMG secara ilegal,
e)
Mempersiapkan kapasitas daerah
untuk berperan aktif dalam melakukan pengawasan dan pengambilan keputusan atas
perpindahan lintas batas OHMG,
f)
Mewujudkan kerja sama antar negara di bidang
tanggap darurat untuk menanggulangi bahaya yang terjadi akibat perpindahan
lintas batas OHMG yang tidak disengaja,
g)
Meningkatkan kapasitas kelembagaan
dan sumber daya manusia di bidang keamanan hayati baik di pusat maupun di
daerah,
h)
Memperkuat koordinasi nasional dan
daerah khususnya pemahaman secara lebih komprehensif bagi seluruh lembaga
pemerintahan terkait terhadap lalu lintas OHMG yang merugikan bagian atau
komponen keanekaragaman hayati Indonesia. Koordinasi juga mencakup perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri sebagai bagian terdepan dan jembatan bagi lalu lintas
informasi mengenai perkembangan bioteknologi.
i)
Menggalang kerja sama internasional untuk mencegah perdagangan
produk OHMG.
Protokol Cartagena disusun berdasarkan
pada prinsip kehati-hatian (Precautionary
appoach) sebagaimana tercantum dalam prinsip ke-15 Deklarasi Rio yang
berarti bila terdapat ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat
dipulihkan, kekurangan ilmu pengetahuan
seharusnya tidak dipakai sebagai alasan untuk mencegah kerusakan lingkungan.
Ruang lingkup Protokol ini meliputi perpindahan lintas batas, persinggahan,
penanganan dan pemanfaatan semua OHMG yang dapat mengakibatkan kerugian
terhadap konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati. Dalam
pengaturan Protokol, OHMG dikategorikan menjadi tiga jenis pemanfaatan yaitu
OHMG yang diintroduksikan ke lingkungan, OHMG yang ditujukan untuk pemanfaatan
langsung sebagai pangan atau pakan atau untuk pengolahan, dan OHMG untuk
pemanfaatan terbatas (penelitian).
Protokol Cartagena terdiri atas 40 pasal dan 3 Lampiran
dengan materi-materi pokok yang terkandung didalamnya mengenai hal-hal berikut:
a)
Persetujuan Pemberitahuan Terlebih
Dahulu (Advance Informed Agreements).
Persetujuan ini merupakan prosedur yang harus diterapkan oleh para Pihak yang
melakukan perpindahan lintas batas OHMG
yang sengaja diintroduksi ke dalam lingkungan oleh pihak pengimport pada saat
pengapalan pertama dengan tujuan untuk memastikan bahwa Negara penerima
mempunyai kesempatan dan kapasitas untuk mengkaji resiko OHMG.
b)
Prosedur Pemanfaatan OHMG secara
Langsung. Prosedur ini berlaku untuk OHMG yang akan dimanfaatkan langsung
sebagai pangan, pakan atau pengolahan, dengan ketentuan bahwa pihak Pengambil
Keputusan (Pihak Pengimport) wajib memberi informasi sekurang-kurangnya
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II kepada Balai Kliring Keamanan Hayati (Biosafety Clearing House) dalam waktu 15
hari setelah keputusan diambil, sesuai dengan peraturan nasional yang konsisten
dengan tujuan protokol.
c)
Kajian Resiko (Risk Assessment). Kajian resiko ini
merupakan penerapan prinsip kehati-hatian yang dilakukan untuk mengambil
keputusan masuknya OHMG yang akan diintroduksi ke lingkungan. Kajian resiko
harus didasarkan pada kelengkapan informasi minimum di dalam notifikasi
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan bukti ilmiah lain untuk mengidentifikasi
dan mengevaluasi kemungkinan dampak yang ditimbulkan OHMG terhadap konservasi
dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati dan juga resiko terhadap
kesehatan manusia.
d)
Managemen Resiko (Ris Management). Managemen resiko
merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan kajian resiko yang mencakup penetapan
mekanisme, langkah dan strategi yang tepat untuk mengatur, mengelola dan
mengendalikan resiko yang diidentifikasi dalam kajian resiko. Kewajiban yang
timbul dari penerapan managemen resiko kepada Para Pihak ini adalah untuk
menetapkan dan mengimplementasikan suatu sistem peraturan beserta kapasitas
yang cukup untuk mengelola dan mengendalikan resiko tersebut.
e)
Perpindahan Lintas Batas Tidak
Disengaja dan Langkah-langah Darurat (Emergency
Measures). Perpindahan lintas batas
tidak disengaja adalah perpindahan OHMG yang terjadi di luar kesepakatan Pihak
Pengimport dan Pihat Pengeksport. Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah
melalui notifikasi kepada Balai Kliring Keamanan Hayati (Biosafety Clearing House) apabila kemungkinan terjadi kecelakaan
dan memberitahukan titik kontak yang dapat dihubungi serta berkonsultasi dengan
Pihak yang mungkin dirugikan atas setiap pelepasan OHMG.
f)
Penanganan, Pengangkutan,
Pengemasan dan Pemanfaatan. Pengaturan masalah penanganan, pengangkutan,
pengemasan dan pemanfaatan OHMG merupakan bagian dari upaya menjamin keamanan
pengembangan OHMG sesuai dengan
persyaratan Standard International.
g)
Balai Kliring Keamanan Hayati (Biosafety Clearing House). Badan ini
dibentuk oleh Para Pihak berdasarkan Pasal 22 Protokol Cartagena untuk
memfasilitasi pertukaran informasi di
bidang ilmiah, teknis, lingkungan hidup, dan peraturan mengenai OHMG, hasil
keputusan AIA dalam melaksanakan Protokol.
h)
Pengembangan Kapasitas Untuk mengembangkan
dan memperkuat sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan Negara berkembang
dalam melaksanakan Protokol Cartagena. Pasal 22 Protokol Cartagena mengatur
pengembangan kapasitas yang mewajibkan kerja sama dengan mempertimbangkan
kebutuhan, kondisi serta kemampuan Negara berkembang dan Negara yang mengalami
transisi ekonomi. Bantuan kerja sama dapat berupa pelatihan ilmiah dan teknis,
alih teknologi dan keterampilan serta bantuan keuangan.
i)
Kewajiban Para Pihak Kepada
Masyarakat. Protokol mewajibkan Para Pihak untuk:
·
Meningkatkan dan memfasilitasi
kesadaran, pendidikan dan partisipasi masyarakat berkenaan dengan pemindahan,
penanganan dan penggunaan OHMG secara aman,
·
Menjamin agar masyarakat mendapat
akses informasi OHMG,
·
Melakukan konsultasi dengan masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan dan menyediakan hasil keputusan kepada
masyarakat.
3.
Daftar Pustaka:
c.
Biotek/95439-uu_nomor_21_tahun_2004.
htm
d.
Biotek/Cartagena_Protokol_Ratification_Law_ID.htm.
e.
Winarno, F. G. 2002. Pengantar Bioteknologi. Bogor: M-Brio Press.